PENAWAR LUKA YANG MENGGODA (1)

Masukkan work ini ke library kamu supaya kamu bisa mendapatkan update terbaru.

THIS WORK BELONGS TO NURMOYZ (Nurmoyz)
VOTE AND DROP YOUR COMMENT AS MORE AS YOU CAN.

🔥🔥🔥

"Mas, aku ... ingin bekerja lagi." Setelah berpikir cukup lama, akhirnya aku memberanikan diri untuk mengutarakan keinginan itu pada Alex, suamiku.

Tak ada jawaban, laki-laki berwajah campuran Jawa-Belanda-Chindo dan Manado di depanku ini masih sibuk membaca buku di depannya. Aku mulai harap-harap cemas karena Alex tak kunjung memberi respon apa-apa. Sampai akhirnya dia menutup buku dan mencopot kaca mata baca yang bertengger di hidung mancungnya.
Mata tajamnya mengawasi aku sejenak, menusuk dan penuh intimidasi. Alex masih diam. Namun, diamnya itu justru membuatku takut setengah mati. Tanpa sadar aku pun meremas tangan karena gugup sedang kepalaku menunduk takut.
Alex kini bangkit dan berjalan ke arahku.  Tindakan itu membuat aku semakin was-was kalau dia akan kembali memaki dan memukul. Sebuah hal yang sering aku dapat sejak kami menikah. Aku orang yang paling tahu seburuk apa sifat laki-laki ini, karena saat di depan banyak orang, Alex selalu tampil sebagai seorang pengacara sukses yang penyayang. Salah satu alasan yang sebenarnya sudah membuat aku muak dan ingin pergi.

Alex tiba-tiba mengangkat daguku ke atas agar menatapnya. Mata tajamnya berkilat marah. "Kamu sudah tahu aturannya dari awal, kan? Apa kata mereka kalau tahu anak dari Aditya Lesmana, seorang mantan menteri yang suka memakan uang rakyat, kini hidup bebas dan penuh hura-hura. Kamu harusnya sadar suamimu ini pengacara terkenal, jadi mau nggak mau kamu harus berusaha jaga image di depan umum. Apa kamu bisa jamin setelah bekerja nggak akan bikin masalah dan membuatku malu?" Alex melepas cengkeraman tangannya di dagu dengan kasar lalu berdiri memunggungiku.

"Mas, nggak perlu bicara gitu tentang Papa, aku tahu dia cuman difit-"

"Diam! Kamu pikir kamu punya hak untuk bicara? Kalau bukan karena aku dulu menolongmu, kamu pasti sudah berakhir di jalanan!"

Aku mengepalkan tangan di sisi tubuh, ucapan Alex kembali membuatku ingat setiap momen menyakitkan dulu. Bagaimana aku kehilangan mama setelah papa dipenjara, lalu beberapa bulan kemudian papaku bunuh diri di lapas karena tahu mama sudah enggak ada. Aku hancur waktu itu hingga Alex datang dan mengulurkan tangannya.
Menawarkan aku sebuah pernikahan, Berdalih agar dia bisa melindungi secara maksimal. Tapi nyatanya bukan perlindungan yang aku dapat, Alex justru mengurungku di sangkar emasnya, tak membiarkan aku membantah atau menentukan pilihan sendiri untuk hidupku. Setiap kali aku melawan, dia selalu menggunakan alasan itu untuk membungkam dan menyakiti aku berulang-ulang. Andai saja waktu bisa diputar kembali, aku lebih memilih tak menikah dengannya, sebuah hal yang aku sesali hingga detik ini.

"Tapi, Mas, aku bosan di rumah setiap hari. Sementara kamu sibuk bekerja sampai lupa wak-."

"Kalau aku bilang enggak ya enggak, Kayra, apa kamu tuli, hah?"

Aku melonjak kaget kala Alex tiba-tiba meninggikan suaranya, sedang matanya menatap tajam ke arahku dengan rahang mengeras. Kali ini aku tak akan begitu saja mengalah pada ego laki-laki ini. Tekadku untuk kembali bekerja lebih kuat dibanding rasa takutku pada suami sendiri dan pada penghakiman orang lain. Toh, aku tak pernah berbuat jahat, jika mereka membenciku hanya karena aku anak dari Aditya Lesmana, maka aku akan membuktikan pada mereka kalau ayahku hanya dijebak orang-orang tak bertanggung jawab.
Rasanya sudah cukup kediamanku selama ini, aku tak ingin lagi jadi pecundang yang terus bersembunyi hanya karena takut dengan penghakiman orang lain.

"Aku nggak peduli kamu izinin atau nggak, aku akan tetap bekerja mulai besok." Aku memutar tubuh setelah mengutarakan keinginan itu. Tapi sebuah buku jurnal yang dilempar Alex tiba-tiba melayang dan mengenai kepalaku.

"Jangan pancing amarahku, Kayra!" Alex berseru marah. Kejadian itu terlalu cepat hingga aku tak memiliki kesempatan untuk menghindar dari serangan Alex. Kepalaku terasa berdenyut ngilu, sekaligus pusing karena buku yang dilempar Alex. sampai akhirnya tubuh ini terhuyung dan tersungkur di lantai. Seakan belum cukup, Alex hampir saja melempar vas bunga di meja ke arahku andai saja suara seseorang tak terdengar dari ambang pintu.

"Wah ... aku nggak menyangka, Kakak kebanggaan keluarga Hadinata ternyata melakukan KDRT pada istrinya."

Suara bariton itu menginterupsi perdebatan kami, sosok tegap dengan potongan rambut textured fringe tersebut berdiri di ambang pintu sambil menyilangkan tangan ke dada. Tubuh atletis dan wajah tampannya membuat aku tak bisa mengalihkan pandangan untuk sejenak. Mata kami tak sengaja saling beradu. Alex pun sudah menurunkan fas bunga di tangannya yang hampir saja melayang ke arahku.

Laki-laki itu hanya merespons perkataan orang di depan pintu dengan wajah datar lalu berucap. "Rafa ... kamu kapan datang?" Alex terdengar tak menyangka. Dari mimik wajahnya dia terlihat sedikit kaget atas kedatangan adiknya yang tiba-tiba.

Jika tak salah ingat, dia adalah Rafael Hadinata, bungsu dari keluarga Hadinata yang sudah lama pergi dari rumah dan jarang sekali pulang. Terakhir bertemu dengannya ketika ayah mertuaku meninggal beberapa tahun lalu. Sebenarnya aku tak terlalu akrab juga dengan Rafa, karena Alex tak pernah mengizinkan aku berinteraksi langsung dengannya, aku pun hanya pernah bertemu dia beberapa kali saat acara keluarga. Rafa sama misteriusnya dengan Alex. Tapi untuk apa laki-laki itu tiba-tiba kembali? Karena saat pernikahanku dengan Alex pun dia tak datang. Aku pikir sama seperti ibu mertua dan adik ipar perempuan, dia juga membenciku.

Saat Alex berjalan menghampiri Rafa dan memeluknya dengan kaku. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk bangkit dan menjauh dari sana demi menghindari kemarahan Alex lagi. Namun, begitu aku melewati dua pria tersebut, Rafa tiba-tiba bersuara, "Apa kamu baik-baik aja, Kakak ipar?" tanya Rafa dengan nada lembut.

Aku terkesiap ketika sosoknya yang penuh karisma kini berdiri tepat di depanku. Mata tajamnya menatap aku dengan pandangan khawatir. Entah benar atau tidak, dari gestur tubuhnya yang kini meneliti kondisi tubuhku, aku bisa menilai bahwa dia tengah khawatir.

Tapi kenapa? Kami bahkan tak begitu akrab untuk saling menyapa apa lagi berinteraksi secara intens seperti ini.
Diperhatikan sedekat itu, Membuatku tanpa sadar melupakan sekitar, bahkan melupakan keberadaan Alex yang masih berdiri di belakang kami. Waktu seakan berhenti berputar, hanya menyisakan aku dan Rafa di tempat ini, karena aku hanya fokus pada setiap gerakan laki-laki itu dan ekspresinya saat menatapku.

Ketika tangan besar dan hangatnya menyentuh pipiku, tubuh ini seakan tersengat listrik. Jantungku tiba-tiba berdetak sangat cepat kala iris mata kami saling beradu dalam jarak sangat dekat. Deru nafasku yang masih naik turun menciptakan sensasi terbakar di sekujur tubuh, keringat pun membanjiri pelipis. Refleks aku menepis tangan Rafa yang hendak menyentuh keningku yang sepertinya terluka karena jurnal yang di lempar Alex.

"A-aku nggak pa-pa," cicitku nyaris seperti bisikan. Kepalaku otomatis menjauh ke belakang untuk menghindari tangan Rafa.

Aku bisa merasakan pipiku kini semakin terasa panas karena rasa gugup dan malu yang tengah melanda, apa lagi kala embusan napasnya yang beraroma mint membelai wajahku. Sebuah sensasi hangat yang membuat bulu kuduk tiba-tiba meremang. Aroma tubuhnya yang maskulin bercampur keringat, otot-otot lengan dan dadanya yang terpahat sempurna, serta warna kulitnya yang kecokelatan akibat terkena sinar matahari, berkali lipat menambah pesonanya. Dari fisik Rafa yang tampak kuat dan kekar, aku yakin laki-laki ini sering melakukan aktivitas berat di luar ruangan. Berbeda jauh dengan kakaknya yang terlihat putih bersih. Keseluruhan fisik Rafa, membuatku tanpa sadar menelan ludah.

"Ekhem!" Deheman Alex membuyarkan interaksi intens antara aku dan Rafa. Dapat aku lihat suamiku kini tengah mengarahkan tatapan tajam. Lalu mengedikan dagunya sebagai tanda agar aku pergi dari sana.

"Dasar laki-laki brengsek, mengganggu kesenanganku saja," makiku dengan suara pelan. Namun, ternyata ucapan tadi didengar oleh Rafa. Laki-laki bermata coklat madu itu menyunggingkan senyum samar, seolah melihat aku mengumpat pada Alex adalah hal yang menyenangkan.

"Tunggu ...." Rafa menarik pergelangan tanganku yang baru saja memutar tubuh. Dia sibuk mengambil sesuatu dari dalam tas selempangnya.

Aku menatapnya bingung sekaligus heran, di interaksi pertama kami setelah lama tak bertemu, Rafa sudah berani menyentuhku, bahkan di depan kakaknya sendiri. Aku bisa melihat dari ekor mata, Alex kini masih menatap tajam ke arah kami.

"Bawa ini untuk mengobati lukamu. Jangan sering membantah kalau nggak mau tubuh indahmu jadi korban kekejaman Mas Alex," sambung Rafa sambil meletakkan salep Trombophop di tanganku. Dia bicara sambil melirik luka lebam di lengan atasku karena pukulan Alex beberapa hari lalu.

Senyum jenaka tersungging dari bibir Rafa kala mengatakan itu, tak lupa dia juga melirik Alex yang kini hanya sibuk membuang muka. Seolah masa bodoh dengan kondisi tubuhku yang sudah terasa remuk redam akibat perilaku kasarnya.

Aku terdiam karena ucapan Rafa, pipiku kembali memanas karena godaan itu. Seperti orang bodoh, bukanya mengakhiri kontak mata dengannya, aku justru menikmati setiap momen ketika mata kami kembali saling beradu. Tanpa sadar aku menelisik setiap jengkal wajahnya. Mata tajam yang kini menatapku lembut, hidung mancungnya dan juga Bibir tipisnya yang berwarna abu-abu karena sering menghisap nikotin, kini tersenyum padaku. Tanpa sadar aku kembali menelan salvia saat hal gila lagi-lagi terbayang di kepala, bagaimana rasanya ketika bibir itu mencium dan mencumbui aku?

Aku terkesiap, menyadari pikiran kotor itu berulang kali terlintas dalam benak. Mungkin akibat selama ini aku tak pernah mendapat kepuasan dari Alex. Baik itu soal seks, kasih sayang atau perhatian. "Ma-makasih," jawabku cepat dan langsung melangkah pergi tanpa menoleh lagi.
"Tenanglah ... dia hanya adik iparmu." Aku bergumam sambil terus mengatur napas yang memburu. Tanpa sadar aku meremas gaun hitam tanpa lengan yang kukenakan. Berada terlalu dekat dengan Rafa benar-benar tak baik untuk kesehatan jantungku.

***

Gimana? Seru kan ya?

Part 2 akan update besok. Stay tuned.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top