OBSESSED (3)
THIS WORK BELONGS TO RY-SANTI (Ry-santi)
Vote dan komen yang banyak.
***
Sebetulnya Danu tidak pernah menyangka kejadian beberapa hari lalu di gudang rumah sakit memiliki dampak luar biasa. Maya mengulum jarinya seperti sedang membangunkan sisi liar Danu. Berusaha melupakan pun kilasan itu kian menyergap dan mencekiknya setiap malam. Seolah-olah tidak ada jeda bagi Danu untuk menepis setiap detik bayangan Maya mengisap telunjuknya. Mungkin terkesan sepele, tapi menurut sudut pandang Danu, Maya telah mengobarkan kembali rasa yang ditahan-tahannya sejak pertemuan kedua mereka.
Kini selepas kunjungan harian ke pasien, Danu bergegas pulang dan tidak sengaja menjumpai gadis itu tengah berjalan menyusuri lorong menuju depo farmasi. Sialnya, atensi Danu malah merosot ke bagian belakang celana Maya di mana ada bercak kemerahan tercetak jelas di sana. Meski atasan seragam perawat yang digunakan gadis itu cukup menutupi sebagian pantat, tetap saja orang bakal tahu dia sedang kedatangan tamu bulanan.
Mengawasi sekitar, buru-buru Danu mengejar langkah Maya sambil menanggalkan kemeja bermotif vertikal menyisakan kaus putih melekat di badan. Dicolek pundak gadis itu lalu menyodorkan pakaiannya dan berkata, "Pakai."
Maya terlonjak kaget mendapati Danu tiba-tiba menghampiri dan memintanya mengenakan kemeja biru muda tersebut. Ekor matanya mencerling ke sekitar berharap percakapan seperti ini tidak ditangkap orang lain. "Ini jam kerja, Dok!"
Danu mendengus sebal karena Maya tidak memahami maksud perkataannya. Mau tak mau, dia melingkarkan area lengan kemeja tersebut ke pinggul bocah ingusan ini sembari berucap, "Kamu sudah pakai pembalut yang benar kan? Atau belum ganti?"
What?
Refleks Maya menepuk tangan Danu yang mengikat lengan kemeja tersebut. "Apaan sih! Sok tahu banget!" Dia membuang muka sebab tidak tahu dan malah baru tahu kalau bulanannya mendadak datang tanpa tanda-tanda.
"Saya lihat ada merah-merah. Enggak enak kalau dilihat orang apalagi cowok."
Maya mencubit tangan Danu kuat-kuat. Sialnya, rasa nyeri itu ternyata tak cukup menghentikan aksi pria tinggi di depannya mengikat lengan kemeja di perut. Dia menelan ludah ketika Danu entah sengaja atau tidak meraba perut datarnya menyebabkan percikan listrik menjalar sampai ke ubun-ubun. Cukup sudah kelakuan bodohnya di toilet gudang kemarin membuatnya tidak bisa tidur nyenyak selama berhari-hari, jangan sampai yang satu ini memperkeruh suasana hati. Maya sadar kalau bukan waktunya bermain-main api bersama pria yang notabene enam belas tahun lebih tua darinya.
"Seingat saya, kamu dulu sering mengeluh nyeri haid," ujar Danu kemudian menegakkan badan dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Buat kamu." Dia menjulurkan selembar obat pereda nyeri kepada Maya.
"Kenapa dokter mendadak baik? Saya curiga," cetus Maya tanpa menolak pemberian obat itu. "Perasaan awal ketemu bawaannya pengen ngusir saya melulu."
"Karena kamu tahu alasan sebenarnya saya bersikap demikian, Maya," tandas Danu mencermati lekuk bibir Maya lalu perlahan-lahan memupus jarak sampai bisa merasakan embusan napasnya menerpa pipi. Sebelah tangan Danu terangkat, membelai lembut permukaan bibir Maya lantas berbisik, "Kamu sengaja menghindari saya setelah perbuatanmu kemarin kan?"
Kesadaran Maya boleh jadi menolak keras-keras usapan jempol Danu, bahkan seharusnya dia menepisnya kasar. Ini jelas salah. Danu adalah rekan kerjanya, terlepas hubungan mereka di masa lalu. Maya sudah memiliki Gema, pria yang jauh lebih baik dari Danu. Lantas ... kenapa jiwa dan raga Maya bersimpuh memohon sesuatu yang lebih dari belaian ini?
"Akan sulit berhenti begitu semuanya dimulai lagi," lirih Maya. "Saya juga ..."
"Perasaanmu ke pria itu hanya pelarian, Maya," balas Danu tepat di telinga Maya, mencium kuat-kuat aroma sampo yang dipakai gadis itu. Sama seperti dulu. Lamat-lamat, tangannya turun tepat ke pinggul kanan gadis itu, membelai sesuatu di balik kain yang menutupinya. "Saya tahu siapa kamu dan bagaimana gilanya kita berdua."
"Dokter yang memulai," kata Maya bergerak menjauh, menjaga jarak supaya lelaki itu tidak menariknya ke dalam sesuatu yang bakal merantainya kembali.
"Tapi, kamu yang membuatnya semakin menyenangkan, Maya. No one else," ujar Danu lantas meninggalkannya seorang diri.
***
Perasaanmu pada pria itu hanya pelarian, Maya.
Saya tahu siapa kamu dan bagaimana gilanya kita berdua.
Ucapan Danu terus terngiang-ngiang di telinga walau Maya kini duduk berhadapan bersama Gema yang tengah menikmati semangkuk udon di salah restoran Jepang di sudut kota Jakarta. Sekali pun sang kekasih begitu antusias bercerita tentang rencana liburannya minggu depan ke Puncak, sebaliknya Maya lebih banyak diam serta mengiakan tanpa memberi apresiasi.
Aku suka kok sama Gema. Dia baik, jauh lebih baik dari cowok lain.
Berulang kali Maya merapalkan mantra untuk memantapkan hati kalau hubungannya bersama Gema bukan pelampiasan semata. Dua tahun menjalani percintaan jarak jauh, nyatanya kisah cinta Maya baik-baik saja tidak pernah ada selentingan buruk. Dia dan Gema juga berkomitmen akan dibawa ke mana hubungan ini nantinya, jadi tidak ada yang perlu diragukan kan?
Kamu yang membuatnya semakin menyenangkan, Maya.
"Bangsat," gumam Maya menimbulkan kerutan dalam di kening Gema.
"Kenapa, Ay?"
Yang ditanya gelagapan setengah mati, buru-buru mengaduk mangkuk udonnya yang masih setengah porsi. Sialnya, Maya sudah tidak punya nafsu untuk menelan makanan enak tersebut. Pikirannya masih betah memutar ulang perkataan dan sentuhan Danu yang berhasil membangunkan sesuatu dalam dada.
"Aku kayaknya nggak enak badan deh, maklum lagi datang bulan," jawab Maya jujur padahal alasan sebenarnya jauh dari sekadar mood swing akibat menstruasi.
Gema melenggut paham. "Mau pulang?" tawarnya,"kamu bisa istirahat dulu atau kita mampir apotek?"
Maya menggeleng pelan. "Aku sudah punya obatnya kok, cuma pengen tidur aja," keluhnya. "Maaf ya, Gem, padahal aku yang maksa kamu ke sini."
Gema tersenyum tipis, menunjukkan gigi gingsul yang terlihat manis. "Nggak apa-apa, namanya juga cewek. Masa iya aku ngomel-ngomel karena kamu lagi bulanan?" Dia bangkit dari kursi, menilik sebentar deretan menu di belakang kasir. "Aku bungkusin satu ya buat di rumah, makanmu cuma dikit doang."
"Nggak usah. Lagi malas makan juga," kata Maya ikut-ikutan berdiri sambil menyambar tas selempangnya. ""Aku boleh pulang duluan kan? Rumahku kan nggak jauh dari sini."
"Kok gitu?" Gema merapikan poni Maya. "Aku anterin aja sekalian—"
"Nggak apa-apa, lagian malam ini kamu juga mesti persiapan buat berangkat ke Yogya kan?" Maya menelengkan kepala, menyentuh pipi Gema sebelum pandangannya terhenti di bibir Gema.
Karena kamu tahu alasan saya berbuat demikian.
Sialan! Rutuk Maya dalam hati kenapa di saat-saat seperti ini bayangan Danu benar-benar seperti hantu.
Mengikutinya tanpa henti.
"Serius?" Lagi-lagi Gema memastikan kalau Maya cukup kuat pulang ke rumah sendiri tanpa perlu ditemani. "Hari ketiga, nyerinya nggak seberapa kan? Apa gimana?"
Tawa kecil pecah dari mulut Maya. "Gem, aku nggak selemah itu kali. Cuma lagi nggak mood aja." Dia berjinjit mencium pipi kekasihnya, "Akan aku kabari kalau sampai di rumah. Besok ke stasiun jam delapan kan?"
Gema mengangguk. "Hati-hati."
Lambaian tangan Gema yang disertai senyum tulus, mengiringi kepergian Maya meninggalkan tempat tersebut. Begitu keluar dari restoran, Maya mengeluarkan ponsel dan membaca ulang pesan yang diabaikannya beberapa hari ini. Sembari menggigit bibir bawah, Maya menimang sebentar sebelum akhirnya jempolnya mengetik sesuatu.
[Maya : Saya mau bicara. Penting!]
[+628xx : Kita bisa bertemu di tempat yang kamu inginkan.]
[Maya : OK]
***
Penasaran dengan kelanjutannya?
Stay tuned. Jangan lupa vote dan komen
Baca semua karya kami yakni:
1. Pulau Terpencil (Aditya-Luna)
2. Daddy's Ecs (Darius-Anya)
3. Sweet Revenge (Kevin-Clarissa)
4. Meet Me at Pavilion (Abisena-Gendhis)
5. Passionate Age Gap (Rico-Almira)
6. Obsessed (Danu-Maya)
Hanya dengan Rp. 80.000 kamu bisa baca semua cerita ini.
Klik ini:
https://karyakarsa.com/Thewwg/series/hot-age-gap-romance
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top