MEET ME AT PAVILION (5)
This work belongs to Lovelly (LoVelly09)
Vote dan komen yang banyak.
🔥🔥🔥
“Are you Okay?” tanya Papa yang sedari tadi memperhatikan langkahku.
Karena semalam, area selangkanganku masih terasa perih. Jadi jalanku tidak bisa seperti biasanya, sampai Papa menyadari hal itu.
“Ah, nggak apa-apa kok Pa.” Aku menggeleng cepet.
“Are you sure?” Papa kembali memastikan.
Kali ini Mbak Sekar ikut mengamati kedua pahaku sambil mengunyah irisan apelnya.
“Ya-ya, tentu saja Pa. Aku cuma kecapekan aja, kemarin nyoba berkuda. Eh, malah sakit,” jawabku berdusta.
“Oh ya? Kamu ke TE?” tanya Papa.
TE adalah sebutan untuk Tarumanegara Equestrian. Arena sekaligus kandang kuda milik Papa. Sejak dulu, salah satu olahraga favorit Papa adalah berkuda
“I-iya,” jawabku. “Tapi nggak jadi berkuda, soalnya kakiku masih sakit,” tambahku mencari alasan.
“Biar diantar Abi periksa ke dokter Rustam, ya.”
“Nggak usah, Pa. Nggak usah.” Aku berusaha meyakinkan Papa.
“Nggak apa-apa. Tuh panjang umur, Abi udah datang,” celetuk Papa bersamaan dengan kedatangan Mas Abi yang sudah rapi dengan seragam hijau loreng lengkap dengan baret merahnya.
Dia pun terlihat kaget saat Papa tiba-tiba memintanya untuk mengantarkanku berobat ke dokter.
“Abi, tolong antarkan Gendhis ke dokter,” pinta Papa setelh selesai meneguk minumannya.
“Papa nggak usah, aku baik-baik aja. Serius,” ucapku sambil sesekali melirik ke arah Mas Abi.
“Kamu yakin?”
“Yakin banget, Pa. Ini dipakai istirahat sebentar juga sembuh kok,” ucapku sambil meringis.
“Bener ya, nanti kalau ada apa-apa bilang aja ke Abi. Biar dianterin,” tambah Papa.
“I-iya,” jawabku singkat.
Beliau langsung menoleh ke Mas Abisena untuk memberikan penjelasan yang membuatku semakin malu.
“Ini loh, si Gendhis dari tadi jalannya kok aneh. Takut kakinya yang terkilir kemarin tambah parah, biar kamu antar ke Dokter Rustam.”
“Nggak apa-apa kok, Pah. Ini lihat, jalanku udah biasa,” tukas ku sambil mencoba berjalan dan menahan rasa perih yang mengumpul di area vagina.
Sementara Mas Abisena terlihat berdeham merasa bersalah karena tindakannya semalam.
“Baik, Pak. Nanti saya antar,” ucap Mas Abisena.
“Nggak usah mas,” cegah ku. “Aku baik-baik aja kok,” jawabku sambil tersenyum semanis mungkin untuk Mas Abisena.
“Ya udah. Oh ya, gimana keadaan ibu kamu Abi? Sudah sehat?” tanya Papa.
“Sudah mendingan, Pak,” jawab Mas Abisena.
“Sekar, kamu sempetin buat nengok ibu Abi ya? Beliau ‘kan calon mertua kamu,” ujar Papa kepada Mbak Sekar yang masih sibuk menghabiskan potongan buahnya.
“Iya, Pa. Nanti Sekar atur waktu ya,” jawab Mbak Sekar.
Oh ternyata, pertengkaran di depan toilet kemarin soal ini. Mas Abisena meminta Mbak Sekar untuk menjenguk ibunya.
“Heleh, kemarin aja di depan Mas Abi bilang nggak mau. Sekarang di depan Papa sok-sok kan patuh,” gerutuku dalam hati.
“Aku berangkat ke kantor dulu ya, Pa.” Mbak Sekar bangkit dari kursi lalu mencium punggung tangan Papa dan berpamitan.
“Iya, hati-hati,” jawab Papa.
“Sayang, aku berangkat dulu ya.” Mbak Sekar mengelus lengan Mas Abisena yang spontan membuatku bersungut-sungut tidak suka. “Nanti kayaknya aku pulang malam, ada meeting sama commercial team. Nanti aku chat kamu.”
“Iya, hati-hati,” respon Mas Abi sedikit canggung.
Setelah Mbak Sekar melenggang, Mas Abi melirik ke arahku yang masih melirik sinis lalu mengalihkan tatapannya ke arah berbeda.
“Kamu ada acara apa hari ini?” tanya Papa.
“Nggak ada. Aku mau di paviliun aja sambil ngurus orderan parfum,” jawabku singkat.
Yah, selain mengurus orderan parfum, aku juga mau mengganti sprei di kamar utama paviliun. Sebab sprei lama dibawa Mas Abi ke Laundry karena terkena bercak darahku. Semalam, aku benar-benar sudah memberikan keperawananku kepada Mas Abi.
“Okay, usaha kamu lancar kan?” Papa bertanya.
“Everything Is Good, Pa. Orderan semakin banyak, dan rencananya aku mau launching aroma baru. Kali ini bisa dipakai cewek sama cowok,” ceritaku antusias.
Sejak dua tahun yang lalu, aku mencoba bisnis jual parfum. Selain karena aku sangat menyukai parfum, aku juga memanfaatkan followers YouTube yang saat ini sudah menyentuh 2,5 juta.
Namun, sekarang aku agak malas membuat vlog, karena beberapa komentar jahat netizen mengenai Papa. Ah, tapi kita tetap tidak bisa mengendalikan ketikan mereka bukan?
“Ya sudah, hari ini Papa ada acara sama Pak presiden, kemungkinan pulangnya malam,” terang Papa.
“Malam ya?” Aku memastikan sambil melirik ke arah Mas Abi. Well, malam ini kami berjanji untuk bertemu di Paviliun.
“Oke, Papa. Hati-hati.” Langsung aku memeluk Papa erat dan mencium pipinya. “Aku sayang Papa.”
“I love you more, Putriku.” Jawaban Papa memang selalu berhasil membuat hatiku damai.
***
Aku masih terpaku di depan laptop, memerhatikan file orderan bulan ini yang naik dua kali lipat dari bulan sebelumnya.
Hari ini terasa sangat melelahkan. Aku baru saja selesai meeting online dengan tim Gendhis parfum dan memastikan stok untuk bulan depan. Besok juga aku berencana ke pabrik untuk pengecekan produk.
“Matcha, Tuan putri.”
Aku terkesiap saat mendengar suara yang sangat familiar dan segelas matcha hangat di hadapanku.
Tidak lama kemudian kecupan singkat mendarat di pipiku dan Mas Abi sudah duduk di sampingku dengan sekotak donat kesukaanku.
“Loh, Mas Abi udah pulang?” tanyaku heran.
“Ini sudah jam berapa?” Mas Abi menyodorkan jam tangannya ke arahku. “Sudah jam 11 lebih. Kamu keasyikan kerja sampai lupa waktu. Pasti juga belum makan malam kan?” tanya Mas Abi penuh perhatian.
“Kok tahu?” Aku meringis sambil melahap donat yang disodorkan Mas Abi ke mulutku.
“Aku kenal kamu sejak 3 tahun yang lalu. Tentu saja hafal kebiasaan kamu,” jawabnya.
“Tapi ‘kan habis itu aku ke London, kapan coba Mas mempelajari kebiasaanku?” tanyaku dengan bibir penuh.
Mas Abi tersenyum, sampai lesung pipinya kelihatan. Lalu menghapus sisa krim yang tersisa di sudut bibirku.
“Aku bisa mempelajarimu dalam waktu singkat, Dek,” jawab Mas Abi seraya menatapku lekat-lekat.
Aku terdiam sejenak sambil menelan donatku dengan susah payah. Lagi, tatapan Mas Abi membuat jantungku berdebar kencang. Entah sejak kapan aku mulai tergila-gila dengan Mas Abi.
“Kamu tuh, masih saja ceroboh,” tukas Mas Abi yang kembali membuat jantungku mau lompat karena dia tiba-tiba mencium bibirku sambil menjilatnya. “Manis.”
Aku terpaku seraya menelan ludah berkali-kali. Pria ini sungguh membuatku tidak waras.
Dalam hitungan detik, bibir kami sudah menyatu. Aku seperti terhipnotis dengan pesona Mas Abi yang semakin tampan dengan seragam lorengnya. Dia menciumku dengan mesra. Memainkan lidahnya di dalam mulutku dan meraih tengkukku penuh kelembutan.
Perlahan jemari kokoh Mas Abi menyingkap rokku dan meraba pahaku. Tangannya bergerak menjalar ke atas lalu menggelitiki ku.
Aku yang kegelian sontak tertawa. Mas Abi juga ikut tertawa dan ciuman kami terlepas.
Mas Abi meraih pinggangku untuk merapat kepadanya. Dia memelukku dengan sangat erat. Sesekali mengendus leherku dan mencium rambutku.
“Kamu harum sekali, Dek,” ucapnya seolah enggan melepaskan pelukan kami. “Kamu masih wangi seperti dulu.”
Ucapan Mas Abi membuatku melepaskan pelukan kamu. “Seperti dulu? Mas Abi masih ingat wangiku? Emang sama kayak dulu?”
Mas Abi mengangguk. “Wangi tubuhmu masih sama kayak kamu pas SMA. Masih harum dan….” Mas Abi terdiam sesaat sambil mengelus pipiku lalu jarinya meraba bibirku.
Senyum Mas Abi tersungging tipis, “Mas suka….”
TO BE CONTINUED.
Kita berpisah dulu dengan Gendhis dan Abisena.
Penasaran dengan kelanjutannya? Baca semua karya kami yakni:
1. Pulau Terpencil (Aditya-Luna)
2. Daddy's Ecs (Darius-Anya)
3. Sweet Revenge (Kevin-Clarissa)
4. Meet Me at Pavilion (Abisena-Gendhis)
5. Passionate Age Gap (Rico-Almira)
6. Obsessed (Danu-Maya)
Hanya dengan Rp. 80.000 kamu bisa baca semua cerita ini.
Klik ini:
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top