15. Air Mata

“Aku tidak percaya pada air matamu. Ini bukanlah sesuatu yang bisa kamu tangisi.”

***


"Oh?" Little terkesima melihat cairan merah yang semakin banyak berdiam di cakupan tangannya.

Sebelum itu, di rumah besar telah terdengar suara nyaring menyerupai barang pecah. Rasanya seperti barang utuh yang berubah menjadi berkeping-keping. Little melihat pantulan wajahnya sebanyak jumlah kepingan yang berkilau itu, berserakan di lantai.

"Ya Tuhan ...."

Wanita berdaster berdiri tak jauh dari sana. Ia membekap mulutnya sendiri dengan merinding. Sebelah tangan terulur untuk memberikan isyarat pada anak itu agar tetap diam.

"Ja-jangan dimakan!" larangnya saat anak itu   membuka mulut.

Ternyata hanya sebuah tawa menggemaskan yang keluar dari mulut Little. Ia lalu melepaskan pecahan kaca yang telah dikumpulkan dari genggaman dengan susah payah. Namun, beberapa serpihan kaca masih menancap di telapak tangannya, membuat Little berdecak kesal.

Wanita tadi segera menggendong Little ke tempat yang aman, mendudukkannya di sebuah kursi berkaki pendek. Dia terus menatap cairan merah tersebut yang mana mengalir dari satu tempat.

"Sebenarnya bagaimana kamu menjaga Little? Apa kamu tidak lihat saat dia mendekati cermin sebesar itu? Dia bisa terluka parah." Tercetak kerutan di sekitar area mata.

"Ma-maaf." Big menunduk. Ia terlalu fokus melukis sampai melalaikan tugasnya.

"Kamu ini—"

Little menangis kencang tatkala tangan ibunya mengudara. Wanita berbalut daster itu langsung tersadar dan menoleh ke samping. Little tampak kesakitan, tapi dia malah—

Sekarang apa ini?

Tangan penuh dosa. Ibu macam apa ....

Hampir saja ia memukul Big.

"Sepertinya kamu sudah sangat kecanduan memegang alat gambar," lanjutnya dengan nada melembut, membuat wajah Big membeku. "Kamu dengar, Big, mengembangkan bakat juga harus melihat waktu dan tempat. Jika ini terjadi lagi, aku tidak punya pilihan selain membicarakannya dengan ayahmu."

Big tertegun.

"Iya, saya dengar."

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #acak#mind