14. Terlambat
“Aku mengejarnya selama ini, tapi waktu tak pernah berhenti. Tidak peduli secepat apa aku berlari ... sia-sia.”
***
Big menendang batu kecil di depannya menggunakan ujung sepatu. Ia menunduk murung selagi matahari tersenyum cerah. Terdapat bayangan tubuhnya di permukaan tanah yang kian memanjang, menandakan hari semakin siang. Sudah dua jam ia berdiri di sini. Bibirnya mulai kering. Ia haus dan lapar.
"Kamu sedang apa, Big?" tanya Little sambil menaikkan kedua alis. Di tangannya memegang botol air minum, mungkin sehabis dari kantin. Sudut mulutnya masih terdapat remahan biskuit cokelat.
Ia mengurungkan niat kembali ke kelas sebab di tengah perjalanan melihat Big masih berdiam. Saat jam istirahat berdentang, Little cepat-cepat keluar kelas dan melihat Big di lapangan. Ia tidak berani menyapa.
Namun saat jam masuk pertanda istirahat selesai berbunyi, Big masih di sana.
"Aku sedang dihukum," jawab Big dengan nada rendah. Dia melirik ke arah lain. Teman-teman di sekitar mulai mencuri pandang. Ini memalukan.
"Kenapa dihukum?" selidik Little, mendekatkan wajahnya.
"Kembali saja ke kelasmu."
"Apa? Jawab aku, Big." Little tidak bisa mendengarnya secara jelas.
"Ck, bukan apa-apa."
"Kenapa kamu dihukum?"
"Berhentilah, Little! Kita dilihat banyak orang."
"Aku hanya bertanya, kenapa kamu dihukum?" Little meraih lengan Big.
Big mengembuskan napas. "Kamu menulis di buku gambarku dan Ibu membakarnya, ingat? Itu berisi tugas terakhirku. Guru tidak membiarkanku ikut kelas, lalu aku dihukum seperti ini."
Little seketika tertunduk. "Maaf, Big."
"Sudahlah. Maafmu terlambat, aku tidak membutuhkannya."
"Aku benar-benar minta maaf ...." Little mulai terisak.
"Kamu—apa tidak pernah malu menangis dilihatin banyak orang? Lain kali menangislah di tempat sepi," hibur Big memeluknya. Ia melayangkan tatapan tajam ke sembarang murid yang seenaknya mengintip wajah merah Little.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top