10. Berhenti

"Itu adalah kenangan lucu di mana kita semua tertawa, tapi mengingatnya lagi tetap membuatku menangis."

***

Aroma hangus tercium. Percikan api di depan matanya membuat seseorang sulit berkedip. Api yang melahap kertas-kertas buram belum juga padam. Perih ....

"Jangan diulang!"

Gadis kecil itu lekas menyeka mata. Sebuah anggukan sukses mengakhiri sesi ceramah malam ini. Little bernapas lega ketika suara ketukan sepatu kian menjauh. Namun tanpa aba-aba air matanya kembali mengalir.

Big berdiri di samping Little dengan canggung. Biasanya Little akan menjulurkan lidah karena senang melihat semua lukisan Big 'dimusnahkan'. Namun kali ini dia tampak hancur.

"Tulisanku ...," gumamnya di sela-sela tangis.

"Iya, Little. Memangnya apa yang kamu tulis sampai sesedih ini?" Big menangkup wajah Little, kemudian mengusapnya.

"Tulisanku ... mimpiku, cita-citaku, aku menulis semua harapanku di sana, tapi ... tapi semuanya dibakar." Little sesenggukan. "Padahal aku tidak menggambar sepertimu."

Big menyungging senyum. Jika tulisan Little berisi harapan, tentu apa yang digambar Big bukan semata-mata coretan. Ia sering menyaksikan karyanya dibakar dan itu baik-baik saja.

"Aku mengerti, sudahlah tidak apa-apa. Kamu bisa menulis lagi di kertas."

.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #acak#mind