Bab 3 Part 2

Revin maju selangkah. “Terima kasih semuanya, sekarang giliran kami untuk memperkenalkan diri. Baiklah, nama saya Revin. Di sebelah saya adalah Willy.

Willy membungkukkan badannya, kikuk. “Ma-maaf merepotkan.”

Fliplan dan Gesentd kontan mengakak. Vivian harus berdeham mengingatkan keduanya.

“Maaf, Ray Vivian. Tapi dia mirip sekali dengan Ray Selean,” seloroh Fliplan. Beberapa orang di sana tersenyum diam-diam, setuju dengan pendapat Fliplan.

Revin meneruskan, “Eng, di sebelah Willy adalah Meisya.”

“Senang sekali berada di sini,” kata Meisya lembut. “Terima kasih atas semua kebaikannya.”

Vivian membisikkan sesuatu pada perempuan yang duduk di sebelahnya yang diperkenalkan Bartez tadi sebagai Kyova. Kyova terlihat mengiyakan Vivian dan keduanya meneliti Meisya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Hanya saja Meisya tampaknya tidak menyadari perlakuan mereka itu.

“Ada Cherry.”

”Hai,” kata Cherry lantang. “Salam semuanya. Sama seperti Meisya saya juga sangat senang bisa bertemu Anda semua. Saya…” Cherry panjang lebar menceritakan perasaannya. Di luar dugaan, para petinggi Kota Besar Barat menyimak baik setiap kata-katanya.

“Dan di ujung sana adalah Andrew.”

Andrew menunduk sopan. Tak berkata apa-apa.

Coltd sambil menarik-narik jenggotnya bertanya dengan polos, “Apa kau bisu, Nak?”

“Tentu saja tidak!” jawab Andrew kesal.

Seluruh ruangan meledak oleh tawa melihat raut mukanya yang berubah tiba-tiba. Tentu saja tawa paling keras adalah tawa Fliplan dan Gesentd.

“Cukup,” kata Del-grand.

Ruangan hening seketika. Coltd jadi merasa sangat bersalah.

“Kurasa mereka sudah sangat lelah, Bartez. Dan kalian semua pasti juga punya setumpuk pekerjaan masing-masing daripada menertawakan anak itu,” kata Del-grand.

“Ya, Ray Del-grand,” sahut Bartez. “Nah, kita akan menentukan tempat tinggal kalian sementara di sini. Ada beberapa rumah yang mempunyai kamar kosong. Sayang sekali setiap rumah cuma bisa menampung satu orang. Ray Del-grand sudah menetapkan rumah yang tepat bagi kalian. Jadi ada lima rumah semuanya yaitu rumah milik Ray Del-grand sendiri, rumahku, Ray Vivian, Yoray-ion dan Ray Guan.”

Wajah Guan berubah masam. Jelas sekali bahwa dia terpaksa mengijinkan rumahnya untuk turut ditumpangi.

“Karena aku tinggal bersama Leana, maka ada baiknya Leana-lah yang memilih siapa yang cocok tinggal bersama kami. Meskipun aku tak keberatan siapapun yang akan ikut. Bolehkah begitu Ray Del-grand?”

“Aku tak mempermasalahkannya,” kata Del-grand. “Leana sayang, pilihlah Nak. Aku senang kalau kau memilih lebih dulu daripada aku.”

Leana berterima kasih. Matanya melirik malu-malu. Berusaha menentukan anak Gaist mana yang akan ikut tinggal dengan keluarganya. Saat matanya bertatapan langsung dengan Revin wajahnya bersemu merah. “A-aku tak bisa memilih.”

Bartez yang peka langsung berkata, “Revin, kau ikut kami!”

Revin agak terkejut, “Ya, Tuan Ray Bartez.”

Sementara rona wajah Leana makin memerah.

Del-grand meninggalkan kursinya, berjalan tertatih bertumpu pada tongkatnya. Berhenti di depan Willy. “Bartez, aku memilih anak ini.”

“Sa-saya…?” Willy bingung bercampur cemas. Membayangkan akan tinggal dengan orang nomor satu di Kota Besar Barat adalah hal yang paling tidak terpikirkan olehnya.

“Kau keberatan, Nak?” tanya Del-grand.

Willy menjawab ragu, “Ti-tidak.”

“Kalau begitu, ikuti aku! Kami duluan, Bartez.” Del-grand keluar dari ruangan itu diikuti Willy.

Yoray-ion dan Vivian berdiri bersamaan. Tubuh Yoray-ion yang besar berotot sangat kontras dengan tubuh Vivian yang ceking.

Yoray-ion menepuk kepala Cherry. “Aku memilihmu, gadis manis.”

“Siap, Tuan!” kata Cherry.

Keduanya nyengir lebar, senang akan adanya kecocokan yang mengakrabkan mereka.

Vivian mengangkat dagu Meisya. “Tunjukkan wajahmu, jangan selalu menunduk.”

Meisya terlihat hendak menangis. Dia tidak bisa menjelaskan kenapa. Sentuhan Vivian seolah mengalirkan suatu gelombang yang tidak wajar ke tubuhnya.

Vivian memeluk gadis itu. “Bartez, aku ingin anak ini.”

“Bagus, jadi tinggal Andrew. Kau akan tinggal dengan Guan. Semuanya beres sekarang.”

“Tidak mau!” tolak Guan.

“Eh, apa, Guan?”

“Aku tidak mau!”

“Guan, kau sudah sepakat. Jangan mengingkari—“

“Maksudku bukan menolak menerima mereka, aku cuma tak mau anak yang itu!” Guan berdiri dan mendekati Vivian. “Kalian seenaknya memilih sedangkan aku diberi sisa. Minggir, Vivian!”

Vivian beranjak dari tempatnya, melepaskan Meisya, dia jengkel luar biasa.

“Anak ini!” Guan menarik tangan Meisya. “Aku ingin anak yang ini. Bukan yang lain!”

“Lepaskan dia, Guan! Anak itu kesakitan.” Vivian berusaha mengambil kembali Meisya.

Bukannya mengendorkan pegangannya, Guan malah semakin menarik Meisya ke arahnya. Meisya meringis kesakitan.

“Bagaimana ini, Vivian?” Bartez menahan amarahnya.

“Jangan tanya aku! Tanya Meisya, anak itu lebih berhak menentukan dengan siapa dia mau ikut.”

Guan memelototi Meisya.

“Sa-saya bersedia,” lirih Meisya, ketakutan.

“Jangan, Meisya!” tukas Revin. “Tuan Ray Guan, saya bersedia menggantikan Meisya kalau Anda tak menginginkan Andrew.”

“Tidak, Revin,” kata Bartez menghalangi. “Guan sudah menentukan pilihannya, takkan ada yang mampu mengubah pikirannya.”

Guan mengerutkan bibirnya. “Kau mengenalku dengan baik, Bartez.” Tubuhnya dan Meisya menghilang dalam sekejap.

Pekikan Cherry mengagetkan yang lain, “Menghilang kemana mereka?”

“Teleportasi,” jelas Intris.

“Ayo Andrew.” Vivian melangkah gontai.

Yang diajak pergi memilih bertanya pada Bartez, “Tuan, siapakah Ray Guan tadi?”

Gerutuan Bartez menjawab pertanyaan itu, “Bukan siapa-siapa, Andrew.”

“Itu keterlaluan, Bartez,” peringat Haygena yang lewat sambil menenteng tas kerjanya.

“Lalu kau pikir Guan tadi tidak keterlaluan!?”

Haygena tak menjawab, dia menatap Bartez sengit, lalu berteleportasi.

“Cih, melarikan diri seperti biasanya.”

Di depan pintu Vivian memanggil Andrew lagi, “Andrew… ayo.”

Andrew tidak bergerak. “Akan saya buktikan, saya bukanlah barang sisa. Ray Guan akan menyesal menolak orang seperti saya.”

Keduanya meninggalkan ruangan.

“Rupanya dia sangat tersinggung atas ucapan Guan,” komentar Triod.

Di sebelahnya, Cherry masih terpana, tak menyangka respons Andrew sedemikian kuat.

“Kau sudah siap?” tanya Yoray-ion, membuyarkan lamunannya.

“Sudah dari tadi,” kata Cherry ceria. Melirik diam-diam ke arah Andrew.

Yoray-ion dan Cherry keluar bersama Triod. Triod menceritakan tentang istrinya yang baru melahirkan pada Cherry.

Revin menunggu Bartez yang sedang berbicara dengan Leana. Sampai di ruangan itu cuma tersisa mereka bertiga baru Bartez mengajaknya pergi.

“Revin, kita ke rumahku sekarang.” Bartez menarik kursi Leana.

Revin mengira Bartez melakukannya agar Leana mudah berdiri. Ternyata tidak. Leana tidak berdiri. Kursinya didorong Bartez menyusuri meja panjang. Dan Revin akhirnya melihat bahwa kursi itu mempunyai roda. Dia terperangah, gadis cantik bernama Leana itu, ternyata tak memiliki kaki.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: