Peringatan!

Peringatan!

Lee Baek Hoo mengayun-ayunkan sebuah amplop cokelat di depan wajah Kim Chan Ha. Ekspresinya tidak terbaca, bercampur antara kaget dan bahagia. Tentu saja hal itu membuat Chan Ha mengerutkan dahi, bingung.

Wae?” Chan Ha memutuskan untuk mengakhiri tingkah tidak jelas Baek Hoo. Bosan melihat kelakuan sang teman yang seperti itu sejak lima menit sebelumnya.

“Ini di luar dugaan!” ucap Baek Hoo dengan nada horor, tapi raut wajahnya mengatakan hal ssebaliknya.

“Kamu kenapa? Jangan membuatku main tebak-tebakan di pagi hari.”

“Yesha!” ucapnya lagi. Diabaikannya nada peringatan yang tadi dikatakan Chan Ha.

“Yesha, kenapa?”

“Orang itu seperti bank berjalan.”

Ucapan Baek Hoo barusan membuat rasa penasaran Chan Ha melonjak. Dengan kesadaran penuh, disambarnya amplop cokelat yang sedari tadi dipegang Baek Hoo.

Kim Chan Ha mengerti maksud perkataan singkat Lee Baek Hoo, sangat mengerti. Itu adalah perumpamaan yang dia dan Baek Hoo gunakan untuk orang-orang kaya yang membawa milyaran uang di dompet mereka.

Bola matanya membesar seiring dengan mulutnya yang menganga tak terkontrol ketika melihat isi berkas yang baru saja diberikan teman kepercayaannya itu. “Ini apa?”

Baek Hoo tak menjawab, dia hanya menujuk dengan dagunya untuk membaca berkas tadi dengan seksama. “Singkatnya, dia punya banyak akun palsu dan di akun itu ada banyak sekali uang,” jelas Baek Hoo secara berlebihan.

Chan Ha terus membaca lembaran demi lembaran  berkas di tangannya. Hatinya terasa seperti disentil melihat kenyataan di luar dugaannya. Yesha memiliki banyak hal yang ia tidak tahu, bahkan kekayaan perempuan itu.

“Pertama, akun yang kamu berikan padanya hanya digunakan sekali dalam seminggu dan hari selanjutnya dia menggunakan akun lain.”

“Kedua, dari informasi yang aku dapat, setiap akun pasti akan mendapat kiriman uang dari berbagai pihak berbeda. Ada satu akun yang hanya menerima kiriman dalam jumlah beberapa juta saja dan ada satu akun yang menerima kiriman dalam jumlah beberapa ratus juta.”

“Dalam satu bulan?” Chan Ha meletakkan berkas tadi. Dia sudah tahu satu hal besar tentang Yesha. Tentang kenapa dia terlalu santai dalam menjalani kehidupan.

Baek Hoo mengangguk. “Ingat saat dia membeli motor yang ia gunakan saat ini?”

Chan Ha hanya mengangguk.

“Itu hari yang sama saat dia mendapat kiriman dari akun palsunya.”

“Dari mana kamu dapat informasi ini?”

“Waktu kamu mengirim nomer telepon seseorang, aku mendapat ide untuk merentas ponsel Yesha, tapi sayangnya ponsel itu tidak bisa dijangkau sama sekali. Setelah itu, aku merentas nomer yang baru saja kamu kirim dan dari situ aku dapat jackpot.” Baek Hoo tertawa puas saat berhasil mendapatkan informasi sepenting ini.

“Oke! Pertanyaan selanjutnya, darimana dia mendapat uang sebanyak itu?”

Baek Hoo menjentikkan jarinya. “Itu masalahnya, aku sudah mencari informasi tentang akun-akun yang mengirimi dia uang dan kebanyakan adalah akun palsu atau pengiriman melalui bank.”

Chan Ha menghela napas lalu mengangguk. “Thanks, Baek. Kamu sudah mau membantuku.”

“Ya. Aku akan memberitahumu jika aku mendapat informasi lain.”

Chan Ha mengangguk dan membiarkan Baek Hoo keluar dari ruangannya. Satu lagi hal yang membuatnya penasaran. Dia belum tahu penyebab wajah gadis itu jadi mengerikan di beberapa malam, sekarang dia harus mencari tahu lagi darimana gadis itu memiliki banyak uang yang bahkan jika digabungkan melebihi uang yang Chan Group miliki.
*

Kim Chan Ha terus memikirkan apa yang diucapkan oleh Baek Hoo tadi pagi. Memang sebelumnya ia meminta temannya itu untuk mencari tahu semua tentang Yesha dan dia tidak menyangka akan hal ini. Dalam hati ia bersyukur karena semalam dia sempat mengambil ponsel Yesha saat perempuan itu tidur dan mengirim nomer Iez pada Baek Hoo.

Yesha keluar dari kamar mandi ketika Chan Ha masih sibuk dengan lamunannya di depan laptop. Dengan segenap keyakinan yang ada, Yesha menghampiri laki-laki berlabel suaminya itu, lalu duduk di sisi kasur.

“Em. Apa kita bisa ngomong?” ucap Yesha pelan, berusaha setenang mungkin.

Sekejap, Chan Ha sadar dari lamunannya. Dia menoleh, menatap Yesha dengan wajah bingung, masih belum mengerti dengan situasi saat ini. “Ya?”

Yesha mengambil laptop yang ada di pangkuan Chan Ha lalu meletakkannya di sofa. Dimajukannya tubuhnya, mendekat pada si laki-laki di punggung ranjang. “Menurut lo, gue gimana?”

Dia mengernyit. Entah kenapa hari ini dia mendapat dua kejutan dari Yesha yang membuatnya berpikir keras. Pertama tentang uang yang dimiliki perempuan itu dan kedua tentang kelakuan Yesha saat ini.

“Gimana, apanya?” Dia menelan ludah. Jakun besarnya naik turun secara tidak teratur, dia gugup.

“Sifat gue, yang lo tau.”

“Em?” Chan Ha berusaha mengontrol kegugupannya, lalu berkata, “Cuek.”

“Itu aja?”

“Ya.”

Lo manis waktu elo senyum. Lo perhatian, asik diajak ngobrol dan elo misterius, jawabnya dalam hati.

“Gitu aja, nggak ada yang lain?” Mata cokelat mereka saling beradu dengan makna berbeda.

“Emang kenapa?”

“Gagal deh gue ngegombalin elo.” Yesha memundurkan tubuhnya, merasa usahanya untuk menggoda Chan Ha gagal.

“Lo mau ngegombalin gue?” Chan Ha terkekeh sebentar, sebelum menyadari perbuatan Yesha yang ternyata di luar dugaan.

Yesha bergerak cepat untuk mendekati Chan Ha lagi, kini wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. “Apa gue nggak punya pesona?”

Sekali lagi Kim Chan Ha bersusah payah meneguk air liurnya. Damn!

“Apa jarak segini masih bisa nolak?”

Cup.

Laki-laki itu diam. Masih mencerna apa yang telah dilakukan Yesha. Tanpa aba-aba Yesha segera mendekatkan tubuhnya lagi, kemudian melumat bibir seksi Chan Ha. Dia menegang, dia tidak pernah terpikir mendapat serangan seperti ini.

Dengan lembut bibir Yesha menari di antara bibir Chan Ha, mencob membuat laki-laki itu merespons apa yang ia lakukan. Yesha mengalungkan tangannya di leher laki-laki itu, lalu melepaskan ciumannya. “Lo nggak kego—”

Belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, Chan Ha sudah membungkam bibir Yesha dengan bibirnya.  Kali ini tidak ada ciuman lembut, keduanya seperti singa yang kelaparan dan siap menerkam mangsa yang ada di depannya.

“Gue…,” sekali lagi Yesha melepaskan tautan bibir mereka, “selalu berharap memiliki pemilik wajah ini,” ucapnya sambil mengelus wajah Chan Ha.

“Gue harus bersikap cuek dan terus melarikan diri supaya nggak mikirin elo,” sambungnya.

“Percaya sama gue, gue juga ngerasin hal yang sama,” jawab Chan Ha lalu kembali melumat bibir manis Yesha.

Di dalam sana, lidah mereka beradu. Tak ada lagi Chan Ha yang dingin dan tak ada pula Yesha yang cuek.

“Lo inget?”

“Apa?” Bibir liar Chan Ha berpindah dan mulai mengecup leher jenjang milik Yesha.

“Waktu alarm ponsel gue nyala tadi malam.”

Chan Ha menghentikan aktifitasnya dan mencoba mengingat hal yang terjadi semalam. “Ya?”

Yesha memeluknya. Memeluk erat tubuh Chan Ha yang masih bersandar di punggung ranjang dan menenggelamkan kepalanya di bahu Chan Ha. “Gue takut.”

“Apa yang elo takutin?” Chan Ha mengelus rambut Yesha dengan lembut, seolah tak ada lagi penghalang di diri mereka. Layaknya sepasang suami istri yang saling berbagi rasa takut dan saling menenangkan.

“Seseorang menyusup ke ponsel gue dan itu pertanda buruk. Orang itu pasti sudah mengetahui siapa gue, dia … bisa saja membunuh gue.”

Kim Chan Ha membeku. Bukan karena penjelasan yang diberikan oleh Yesha barusan, tapi bagaimana mungkin sistem komputer Baek Hoo bisa dideteksi sebuah ponsel saat merentas?

“Orang itu juga menyusup ke ponsel temen gue. Ah. Semoga saja komputernnya tidak rusak. Dia pasti akan menghancurkan siapa pun yang mengganggu privasi ponselnya.”

“Emang kenapa?”  tanyanya pelan, menutupi rasa penasarannya yang sudah menumpuk.

“Lo tau,’kan kalo bokap gue punya saingan bisnis yang gesrek? Gue takut mereka bakalan ngebunuh gue.”

“Nggak! Mereka nggak bakal gangguin elo, gue bakal ngejaga elo.”
*

Perangkat ini akan meledak dalam waktu tiga puluh tujuh menit.

Perangkat ini akan meledak dalam waktu tiga puluh tujuh menit.

Perangkat ini akan meledak dalam waktu tiga puluh enam menit.

Perangkat ini akan meledak dalam waktu tiga puluh enam menit.

Perangkat ini akan meledak dalam waktu tiga puluh enam menit.

Kalimat itu terus saja berulang menambah ketegangan di ruang kerja Lee Baek Ho. Beberapa ahli komputer sudah berkumpul di ruangan itu, mereka sedang berusaha mematikan serangan virus dari laptop Baek Ho.

Eottoekhae?” Baek Ho bolak-balik di samping pintu saat beberapa staf mengurus laptopnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada laptopnya. Namun ketika ia membuka laptopnya tadi pagi, semuanya sudah berubah seperti itu.

“Kenapa keamanan kita begitu mudah direntas orang lain?” Kim Chan Ha yang sedari tadi diam membuka mulut. “Apa kerja kalian selama ini, bagaimana ini sampai terjadi?”

“Auh!” gerutu Baek Hoo, “Tolong jangan membahas pekerjaan mereka dulu. Yang terpenting sekarang adalah data yang ada di benda itu,” ringis Baek Hoo.

Kim Chan Ha memejamkan matanya dan terus mengawasi pekerjaan mereka. Tiga puluh enam menit terasa sangat sebentar untuk melawan serangan dari hacker yang merentas laptop Baek Ho.

Perangkat ini akan meledak dalam waktu sepuluh detik.

Sembilan detik.

Delapan detik.

Tujuh detik.

Enam detik.

Lima detik.

Empat detik.

Tiga detik.

Dua detik.

Satu detik.

Tteeet…!!!
*

Anee kek bazenk. Nelantarin repost sampe sekian minggu😭😭

Ditambah pula epen bulanan metisazia yang isinya fantasi laknat.

Lagi, epen april PseuCom 1d1c tentang budaya. Wajib kelar sebulan.

Oke anee curcol, dd sedih tauuuu😭😭😭 Derita ini sungguh menganukan hati dd.

Udah ah. Makasih yang mau baca😘😘
*

01112015
Repost 06042017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top