Cheese Cake
Cheese cake
Dia biasa saja. Cantik! Tapi kalo dibandingkan dengan perempuan lain, dia tidak ada lebih-lebihnya. Ah! Ada! Dia aneh! Cara bicaranya tidak jelas! Ekspresi tidak jelas! Kelakuan tidak jelas! Masa lalu tidak jelas! Hidupnya tidak jelas! ~Kim Chan Ha.
“Ngapain bengong di situ?” Yesha membangunkan Chan Ha dari lamunannya.
Satu lagi. Dia selalu ceria.
“Nggak mau makan?” Sekali lagi Yesha membangunkan Chan Ha dari pikiran singkatnya.
Chan Ha hanya menyahut dengan semyuman dan bergegas menghampiri Yesha di dapur. Mereka sudah tinggal di apartemen setelah melakukan negosiasi berkepanjangan dengan Bu Emelin yang bersikeras melarang mereka pindah. Chan Ha menarik kursi dan menyantap makanannya.
“Hari ini mau kemana?”
“Seoul Art Center. Rencana, sih,” jawab Yesha polos. Diletakkannya segelas jus lemon di depan Chan Ha, lalu turut duduk.
“Em, ntar sore aku jemput, ya?”
“Kemana?”
“Jalan-jalan.”
Yesha mengerutkan dahi. Ada apa dengan Chan Ha pagi ini?
“Aku hanya ingin jalan-jalan denganmu,” ucap Chan Ha sambil mengacak-acak rambut Yesha yang duduk di sampingnya. “Apa kamu tidak merindukanku? Setidaknya kita harus punya quality time.”
*
Berjalan seperti ini, dengannya. Aku tidak pernah membayangkannya. Ternyata sangat mudah untuk mendapatkan senyumnya dan juga hatinya. Aku sempat menyesal karena dulu membiarkan Se Young bersamanya. Aku pikikr dia susah untuk didapatkan. ~Kim Chan Ha.
“Mikirin apa?” tegur Yesha. Mereka sedang jalan-jalan sore di taman apartemen dan Yesha tengah berjalan mundur di depan Chan Ha sambil memamerkan senyumannya.
“Mikirin kamu.”
Tubuh Yesha limbung. Dia tidak pernah memprediksikan jawaban dari Chan Ha dan saat ini Yesha merasa berbunga-bunga. Sigap, Chan Ha memegangi tangan Yesha agar tidak terjatuh. Laki-laki itu berdecak, heran dengan kelakuan ajaib Yesha,
“Apa kamu selalu berniat jatuh kalo aku ngomong sesuatu kayak tadi?”
Yesha membenarkan pijakannya dan melepas pegangan Chan Ha. “Aku cuma kaget,” elaknya. “Lagian siapa yang nggak kaget dengan jawaban singkat seperti itu.”
Chan Ha berjalan mendahului Yesha dan duduk di sebuah bangku di pinggiran taman. Tanpa disuruh Yesha turut duduk di samping Chan Ha. Suasana tenang segera menyergap mereka, tak ada yang berniat membuka obrolan.
“Maaf!” ucap Chan Ha tanpa menoleh.
“Maaf? Buat apa?” Yesha memalingkan wajahnya, menatap wajah laki-laki yang barusan berucap maaf padanya.
“Maaf karena nggak bisa pulang tepat waktu.” Chan Ha membalas tatapan Yesha, kemudian melanjutkan perkataannya, “Beberapa hari ini ada kerjaan yang nggak bisa ditinggal.”
“Aku tahu. Tch. Aku pikir kamu harus menikah dengan pekerjaanmu. Aku seperti istri kedua, kamu tahu?” protesnya dengan mata mendelik.
“Aku sudah berniat melakukannya sebelum orangtuaku memaksaku menikahimu,” sahut Chan Ha. Tubuhnya mendekati Yesha hingga membuat perempuan itu turut memundurkan wajahnya.
“Maaf karena aku sudah menjadi perusak hubunganmu dengan pekerjaanmu.” Yesha mengejek, sementara Chan Ha menyunggingkan senyum manis.
Kim Chan Ha tertawa kecil. Menarik kembali tubuhnya, lalu bersandar di bangku taman, Chan Ha menikmati waktunya bersama Yesha.
“Em. Bagaimana terder proyek di Manila yang kalian kerjakan?” Yesha mengalihkan obrolan, tak apa jika dia hanya bertanya.
“Kami berhasil mendapatkannya.”
Yesha mengangguk. Seperti yang sudah ia rencanakan. “Apa Dyne Corporation melakukan kecurangan lagi?”
“Ya, mereka melakukannya. Tapi aku dengar, seseorang melaporkan hal itu pada panitia penyelenggara satu jam sebelum pengumuman,” jelas Chan Ha.
“Perusahaan mereka pasti mendapatkan masalah besar,” ucap Yesha pelan.
Chan Ha mengangguk. “Direktur utama mereka dipecat.” Chan Ha menghela napasnya. “Aku nggak menyangka kalo ada seseorang yang lebih tinggi dari dia.”
“Dia pantas mendapatkannya, mengingat berapa banyak dia melakukan hal curang seperti itu.”
Chan Ha mengiyakan ucapan Yesha dengan anggukan lainnya. Meskipun dunia bisnis penuh dengan tipu muslihat dan kecurangan, Chan Ha tetap berpikir kalau dia bisa melakukan sesuatu tanpa hal-hal negatif seperti itu.
“Pulang, yuk!” Chan Ha sudah berdiri dan mengulurkan tangannya pada Yesha. Hari sudah senja dan dia tidak berniat membahas tentang pekerjaan saat ini.
“Kamu nggak nyiapin dinner buat kita?” Yesha menyambut uluran tangan Chan Ha. Tadinya ia berharap kalau setelah ini mereka akan makan malam di resto atau kafe.
Chan Ha menggeleng. “Aku cuma ngajak kamu jalan-jalan, bukan dinner.”
Yesha mendecak kasar, dia mengikuti Chan Ha yang berjalan di depannya. Susah deh, gue mah apa? Cuma cewek yang merusak hubungannya sama kerjaan, nggak bisa ngarep lebih, batin Yesha.
*
Tuh anak sadar nggak sih gimana perasaan gue? Kayaknya dia nerima-nerima aja sama kelakuan gue, protes aja nggak. Hidup dia flat banget, ya? ~Kim Chan Ha.
“Mau kemana?” tanya Yesha pada sosok Chan Ha yang sudah rapi setelah mandi.
“Parkiran, ada yang mau aku ambil. Nggak usah masak, aku udah pesen makanan dari luar.”
“Iya.” Yesha mengangguk, membiarkan Chan Ha keluar dengan perasaan kesal. Harusnya setelah jalan-jalan ada makan malam, ‘kan? Lalu, ini apa?
Ngebatin gue, yah? Dosa apa gue punya laki kek dia. Cuek. Es batu. Mesin pekerja. Walau gue akuin dia ganteng pake banget sih, gerutu Yesha dalam hati.
“Bengong mulu!” Chan Ha meletakkan dua kantong besar di atas meja dan berlalu menuju dapur. Dia mengambil beberapa peralatan makan dan sebotol air mineral.
“Apa, nih?” Yesha yang sedari tadi duduk di sofa segera turun membuka isi kantong plastik tersebut. “Apa ini?”
“Kata mamah kamu, kamu suka cheese cake. Jadi aku beli.” Chan Ha meletakkan peralatan makan di meja ruang utama. Mengeluarkan pasta pesanannya dan sebotol wine.
“Cheese cake!” Yesha berbinar ketika kotak itu dia buka. Demi apa pun, Yesha suka keju. “Gumawo, oppa!”
“Oppa?” Chan Ha agak terkejut saat mendengar Yesha memanggilnya oppa. Tapi dengan cepat dia mengendalikan ekspresinya lalu duduk lesehan di depan Yesha.
“Aku nggak tahu mau manggil kamu apa, jadi aku panggil oppa aja.” Perempuan itu tersenyum layaknya seorang Yesha yang dikenal Chan Ha.
“Aku hanya memanggilmu dengan sebutan Yesha.” Chan Ha bergidik. Agak sedikit aneh baginya memanggil Yesha menggunakan kata yeobbo atau honey.
“Nggak ada sebutan yang lebih romantis dari itu?” Yesha kelihatan sedikit kecewa. Padahal dia berharap bisa mendengar panggilan spesial dari Chan Ha untuknya.
“Udah aku bilang, ‘kan, aku bukan cowok yang romantis.”
Yesha menunduk. Satu hal yang harus dia ingat selalu, Kim Chan Ha tidak akan melakukan apa yang ia inginkan. Dalam suasana canggung, mereka menyantap makan malam dalam keheningan. Hanya alunan musik slow yang mengisi ruangan itu.
“Apa aku boleh memakannya sekarang?” tanya Yesha. Diputuskannya untuk tidak memikirkan hal-hal yang bisa merusak mood-nya. Lalu bersikap tak sabar untuk menyimpan potongan-potongan cheese cake itu ke dalam mulutnya. Dia akan gila jika harus menunggu lagi untuk menyantap kue tersebut.
“Ya! Kamu baru selesai makan!” ucap Chan Ha agak keras dari dapur. Entah setan apa yang membuatnya terlalu rajin membersihkan peralatan makan mereka.
Tanpa mempedulikan ucapan Chan Ha, Yesha segera berlari menuju dapur untuk mengambil pisau dan piring. Dengan telaten Yesha memotong kue itu menjadi dua bagian, sekuat tenaga dia bersikap agar terlihat tetap anggun meskipun air liurnya hampir menetes. Namun semua keinginannya harus dia urungkan sejenak karena ada benda keras di dalam kue tersebut.
“Oppa, ige mwoe?” Yesha mencoba mengeluarkan benda keras yang ternyata adalah kotak persegi dari dalam kue.
Chan Ha tidak menyahut, dia terus lanjutkan pekerjaannya. Lagipula, dia yakin kalau sebentar lagi, Yesha akan datang padanya.
“Oppa!”
“Apaan sih?” balas Chan Ha tak kalah nyaring.
Yesha melesat ke dapur membawa kotak bermotif kayu yang sudah berhasil dia keluarkan dari kue. “Ini apa?”
“Tch. Kamu bisa membukanya sendiri.” Chan Ha masih mencuci piring. Raut wajahnya dibuat kesal dan sukses membuat Yesha mengerucutkan bibir.
Yesha menurut. Meski dengan perasaan kesal dan sedikit takut kalau mungkin Chan Ha muak dengannya, dia tetap membuka kotak tersebut. Namun segala rasa takutnya hilang seketika dan berubah berbinar.
“Cantik banget!” pujinya. “Oppa!” Yesha berjingkrak kesenangan. Tangan lentiknya mengambil sepasang kalung emas dan perak yang ada di kotak itu, lalu memperlihatkannya ke depan wajah Kim Chan Ha. “Pasangin!”
Dengan dengusan berat Chan Ha melepas sarung tangan karetnya dan mengambil sepasang kalung yang sudah berada di tangan Yesha.
“Ngapain?” Yesha menatap bingung ketik Chan Ha memisahkan sebuah liontin berbentuk kubus itu menjadi dua.
“Balik!”
Yesha menurut membelakangi Chan Ha. Dapat dia rasakan embusan napas dan sentuhan lembut dari kulit tangan Kim Chan Ha di lehernya. Yesha, kembali berbunga.
“Aku akan memakai kalung yang satunya.”
“Kenapa bentuknya kubus?” Yesha berbalik menghadap Chan Ha yang sedang memasang kalung peraknya sendiri.
“Karena kita punya sisi yang berbeda.”
Tanpa banyak pertanyaan lagi Yesha memeluk erat tubuh Chan Ha. Dia tahu jika Chan Ha kaget dengan perlakuan tiba-tibanya, tapi…. “Gumawo, oppa. Jeongmal-jeongmal gumawo.”
Kim Chan Ha menarik kedua sudut bibirnya, mata bulat laki-laki itu menyipit. “Kamu harus membayarnya,” jawab Chan Ha sembari menautkan pelukan.
Yesha melebarkan matanya. “Bayar?”
Chan Ha kembali mendengus berat. “Kamar!” ucapnya tenang sambil melirik kamar mereka.
Yesha melotot. Pijakan perempuan itu melemah … lagi.
“Apa kamu nggak kuat jalan? Aku bisa menggendongmu, mau?” Chan Ha menahan tubuh Yesha yang hampir jatuh, tapi senyum jahil masih bertengger manis di sana.
*
I dunno. Receh banget😭😭ini part paling aneh yalooord😂😂
*
19112015
Repost 22042017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top