INSIDEN DI ATAS PESAWAT

Usai meeting kru, pramugari mengecek keadaan kabin dan merapikan tempat duduk sebelum membuka pintu boarding. Pilot dan kopilot sibuk di kokpit menghitung bahan bakar dan muatan serta perlengkapannya. Waktunya membuka pintu boarding, Felic ditemani seorang pramugara menyambut kedatangan penumpang satu per satu yang masuk ke pesawat, senyum ramah dan bibir simetris tersungging dari mereka. Dengan ramah, Felic menyapa penumpang dan mengecek pass boarding.

Hingga waktunya pesawat akan melakukan taxi ke landasan pacu, pramugari dan pramugara mengecek semua keadaan penumpang dan kompartemen. Felic berdiri di samping tempat duduk salah satu pria paruh baya yang masih asyik berbincang melalui ponselnya.

"Mohon maaf, Bapak. Sebentar lagi pesawat akan berjalan ke landasan pacu, silakan matikan ponsel Anda dan simpanlah," tegur Felic sangat lembut dan sopan, menjaga perasaan orang tersebut agar tidak tersinggung.

Namun pria itu tidak memedulikannya. Ia tidak menghiraukan larangan Felic, orang itu tetap berbincang tak acuh. Felic menghela napas dalam, lantas ia menyentuh bahu pria tersebut.

"Apaan sih?!! Ganggu saja!" bentak orang itu.

Dengan senyum terbaiknya, Felic mengulang larangannya, "Pak, pesawat sebentar lagi akan melakukan taxi ke landasan pacu. Mohon kesediaan Bapak untuk menonaktifkan ponsel dan tolong pakailah sabuk pengamannya."

Orang itu justru marah dan membentak Felic, "Kalau mau dijalankan, ya jalankan saja!!! Jangan ikut campur urusan saya! Ini telepon sangat penting!!!"

Mendengar keributan, semua penumpang memerhatikan pusat keributan. Seorang pramugara bernama Anggar mendekati Felic, dia berusaha membantu Felic menjelaskan kepada pria paruh baya itu.

"Mohon maaf, Pak. Untuk keamanan penerbangan, kami meminta tolong kesediaan Bapak agar sementara mematikan ponsel sampai penerbangan landing di bandara tujuan. Saat pesawat lepas landas dan mendarat adalah masa kritis di mana posisi pesawat berada dekat daratan. Karena ponsel maupun sistem komunikasi pesawat sama-sama mengandalkan frekuensi, di mana ponsel yang terkoneksi Base Transceiver Station (BTS), meski tidak digunakan berkomunikasi, tetap aktif mencari sinyal. Sementara pilot berkomunikasi dengan Air Traffic Control (ATC) yang mengatur lalu lintas udara, Bapak. Terjadinya benturan gelombang elektromagnetik akan menimbulkan noise yang mengganggu sistem komunikasi pesawat dan membuat pilot kesulitan mendengar instruksi dari ATC. Begitu, Bapak. Mohon pengertiannya." Anggar sangat hati-hati dan pelan menjelaskan kepada pria tadi.

"Halah!!! Omong kosong! Saya ini sudah biasa bepergian menggunakan pesawat dan jet pribadi, saya juga biasa menyalakan ponsel saat pesawat terbang dan tidak ada masalah! Karena keadaan mendesak saja saya terpaksa naik pesawat ini. Kalian tidak kenal saya siapa?! Saya ini pengusaha besar, sudah terkenal!" bantah orang itu dengan mata melotot.

"Maaf, kalau boleh tahu, siapa nama Bapak?" tanya Felic sopan, menahan perasaan dongkol dan tetap berusaha tersenyum manis.

"Saya ini Zulkarnain, pengusaha departemen store yang sudah memiliki cabang di seluruh Indonesia. Masa gitu saja nggak tahu!" cibir Zulkarnain.

"Maaf, Pak. Tapi dalam pasal 54 butir (f) pada Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, menyatakan 'Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan: Pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan', jadi kami mohon kerja samanya," ujar Felic lembut setengah jengkel.

Zulkarnain berdiri, matanya melebar memelototi Felic. Dia tidak terima ditegur. Dengan sangat ringan, tangannya melayang.

Plak!

"Felic!!" pekik teman-teman pramugari ketika Zulkarnain melayangkan tamparan keras di pipi mulus Felic hingga membekas telapak tangan.

Perih, panas, dan pedih. Begitulah yang dirasakan Felic pada pipinya. Air matanya menggantung di pelupuk, semua penumpang terkejut dan menggelengkan kepala, tapi tidak ada satu orang pun yang berani ikut campur masalah itu. Felic mengusap-usap pipinya, sedangkan Zulkarnain bersikap angkuh dan wajahnya tidak ada rasa menyesal sedikit pun.

Seorang purser berlari ke kokpit melaporkan kejadian itu kepada kapten.

Al bergegas ke kabin, melihat kegaduhan di sana. Segera ia mengambil tindakan, menghubungi orang darat agar menaikan dinas keamanan ke atas pesawat lalu dia mendekati Felic yang menangis sesenggukan di samping tempat duduk Zulkarnain.

"Maaf, saya Kapten Al Mahesa Langit Jaya sebagai penanggung jawab di pesawat ini." Al mengulurkan tangannya, namun Zulkarnain menepisnya dan bersikap angkuh.

"Tolong bilangin anak buah kamu ini!" Zulkarnain menunjuk Felic dan menatap tajam, "suruh sopan sama penumpang," lanjutnya.

Al hanya tersenyum miring menanggapinya. Dua orang dari dinas keamanan bandara dan seorang pria paruh baya dari kantor maskapai Rajawali Airline naik ke pesawat. Mereka mengambil tindakan, menurunkan Zulkarnain secara paksa. Karena ulahnya, penerbangan Rajawali Airline Boeing 747-400 yang tadinya akan diterbangkan ke Jayapura, gagal memenuhi slot yang telah ditentukan. Walhasil penerbangan mendapatkan sanksi atau penalty. Akibatnya jadwal penerbangan bisa saja diundur pada waktu berikutnya---jika memungkinkan---atau ditunda pada hari berikutnya. Hal tersebut juga merugikan perusahaan maskapai Rajawali Airline.

Setelah Zulkarnain turun dari pesawat dan disusul semua penumpang, tinggallah kru yang ada di dalam pesawat. Keadaan Felic sedikit lebih baik, dia duduk di kabin sembari mengompres pipinya dengan es yang dibalut sapu tangan milik Al.

"Masih sakit?" tanya Al berdiri di samping tempat duduk Felic sembari menyingkirkan poni yang menutupi pelipisnya.

"Dikit," ucap Felic masih terdengar serak dan matanya pun masih merah bekas menangis.

"Aku akan urus slot time dulu, sekalian ngurus orang yang tadi."

Felic mendongak menatap wajah tampan Al yang terlihat menahan kekesalan pada Zulkarnain.

"Mau kamu apaain dia? Nggak usah memperpanjang masalah, aku nggak mau kamu kenapa-napa," ujar Felic cemas menggenggam tangan Al.

"Kamu tenang saja, nggak akan terjadi sesuatu sama aku. Tergantung juga pihak kantor, kalau mereka mengajukan laporan ke pihak yang berwajib, kita cuma bisa menjalankan prosesnya. Kamu jangan khawatir dan jangan takut, aku akan selalu mendampingi kamu." Al tersenyum manis lalu mengelus-elus rambut Felic.

"Ya sudah," ucap Felic pasrah. "Terus bagaimana nasib penerbangan kita hari ini?"

"Makanya itu, ini aku baru mau urus slot time baru. Semoga saja hari ini kita bisa dapat jadwal lagi, jadi tidak mengecewakan penumpang. Kali saja kita bisa mendapat jadwal di waktu yang renggang atau ditempatkan di jadwal antara waktu celah penerbangan pesawat lain."

"Aamiin. Ya sudah, sana!" Felic mendorong sedikit lengan Al agar segera pergi, tapi Al menatapnya seolah berat meninggalkan Felic.

"Kamu nggak apa-apa aku tinggal?" tanya Al khawatir karena melihat pipi putih Felic masih membekas tangan Zulkarnain.

"Iya, nggak apa-apa."

Tapi Al tidak yakin dengan jawaban Felic, dia berjongkok lalu mengelus pipi Felic bekas tamparan dengan punggung tangannya.

"Aduh," keluh Felic saat Al mengelus pipinya.

"Nyeri ya?" tanya Al dengan tatapan sendu.

Felic mengangguk lalu berkata, "Pasti ini nanti ada bekas birunya."

"Sabar dulu ya? Aku janji, masalah ini pasti akan sampai ke meja hijau," ujar Al yakin dengan sorotan mata menahan amarah.

"Jangan, entar malah makin panjang urusannya."

"Kap!"

Belum juga Al merespons ucapan Felic, ada seorang pria muda dari kantor Rajawali Airline memanggilnya. Lantas Al berdiri, mendekat. Mereka tampak berbincang serius, Felic memerhatikan seksama, namun dia tidak bisa mendengar obrolan mereka.

"Fel, kita turun yuk! Aku antar kamu ke ruang kesehatan," ajak Ghea---teman sesama pramugari Felic.

"Iya, Ghe. Yuk!" Felic pun beranjak dari tempat duduknya, lantaran di depan ada Al dan seseorang sedang mengobrol, mereka pun keluar lewat pintu belakang.

Sudah menjadi rahasia umum hubungan Al dan Felic. Hampir semua sesama teman pilot dan pramugari tahu bahwa mereka memiliki hubungan khusus.

***

Hari mulai petang, penerbangan hari ini tertunda hingga besok siang. Al mengantar Felic pulang ke apartemennya.

"Kamu mau mandi dulu, Al?" tawar Felic setelah mereka masuk ke apartemen.

"Entar saja deh." Al duduk di sofa ruang tamu.

"Kamu mau minum apa?" tanya Felic sembari melepas pantofel-nya dan meletakkan di rak sepatu yang ada di samping pintu.

"Apa saja, yang penting hangat," jawab Al membaringkan badannya di sofa.

Tubuhnya terasa kaku dan matanya berat, Al kelelahan mengurus pekerjaannya hari ini dan juga mengurus laporan tindak kekerasan yang dialami Felic ke kantor polisi didampingi pengacara dan saksi dari pihak kantor Rajawali Airline.

Felic membuatkannya susu panas, setelah jadi, dia bawa ke ruang tamu. Dia menghela napas panjang, Al berbaring sambil bersedekap. Terdengar suara dengkuran kecil darinya yang menandakan dia sedang tertidur. Felic duduk di lantai depan kursi tempat Al berbaring. Dia mengelus rambut Al sayang, Felic memerhatikan lekuk wajah tampan itu.

"Makasih, kamu sudah sangat perhatian sama aku selama ini. Kamu juga sabar ngadepi aku dan menjagaku dengan sangat baik. Aku merasa nyaman dan aman sejak memiliki kamu, Al. Kamu pria yang selama ini aku cari. Aku sayang sama kamu." Felic mencium kening Al cukup lama.

Ada pergerakan dari Al, Felic cepat-cepat melepas bibirnya dari kening Al. Ternyata Al hanya bergeliat mengubah posisi tidurnya. Felic tersungging senyuman tipis, dia mengelus rambut Al lalu berdiri dan membersihkan diri di kamarnya.

Selang satu jam, setelah dia rapi, Felic keluar kamar. Dia melihat Al belum bangun, Felic pun ke dapur memasak sesuatu yang bisa mereka makan setelah nanti Al bangun.

Ketika Felic fokus memasak, sepasang tangan kekar melingkar di perutnya, bahu kanan terasa berat, dan bibirnya tersenyum tipis.

"Masak apa?" tanya Al pelan menyandarkan kepalanya di bahu Felic manja.

"Masak yang simpel saja buat kita makan. Nasi goreng sosis. Kamu mandi dulu gih!" titah Felic.

"Iya," sahut Al lalu mengecup pipi Felic lantas melenggang masuk ke kamar mandi yang ada didekat dapur.

Selama Al mandi, Felic menyelesaikan memasaknya. Al keluar kamar mandi dengan rambut basah dan wajah lebih segar, Felic sudah selesai menyiapkan nasi gorengnya di meja makan.

"Makan yuk!" ajak Felic menarikkan kursi untuk Al.

"Terima kasih," ucap Al lalu duduk.

Felic menuang air minum di gelas depan Al.

"Besok kamu nggak usah berangkat kerja dulu ya?" kata Al sembari menguyah.

"Kenapa?" Felic duduk di kursi depan Al.

"Aku sudah memasukkan berkas laporan penganiayaan ke kantor polisi. Kemungkinan mulai besok kasus dibuka dan penyelidikan dimulai."

Felic menghela napas panjang, sebenarnya dia malas jika harus berurusan dengan hukum yang pasti bakalan akan menyita banyak waktunya.

"Ck! Aku kan sudah bilang, nggak usah diperpanjang masalah ini. Pasti nanti bakalan ribet deh, Al."

"Sayang...." Al menggenggam tangan Felic yang ada di atas meja, "orang seperti itu harus dikasih pelajaran, biar dia nggak seenaknya saja sama orang."

"Tapi apa kamu yakin dengan membawa masalah ini ke ranah hukum, dia bakalan jera? Aku nggak yakin orang kayak dia bisa menyadari kesalahannya. Sudah angkuh, sombong, kasar lagi!"

Al berdiri, lalu jongkok di samping kursi Felic. Dia memutar tubuh Felic agar menghadapnya, digenggam kedua tangan Felic dan Al menatap teduh kedua bola mata Felic yang juga membalas tatapannya lembut.

"Aku sayang sama kamu." Al mencium kedua tangan Felic, lalu kembali menatapnya. "Aku nggak mau ada seorang pun menyakitimu apalagi sampai membuatmu menangis seperti tadi. Sakit rasanya hatiku melihat kamu meneteskan air mata. Jika aku membalasnya dengan kekerasan, apa bedanya aku sama dia? Aku melakukan ini karena ingin menuntut keadilan, biarkan hukum negara yang menyadarkannya."

"Tapi aku takut dia melakukan sesuatu sama kamu, Sayang." Felic mencubit kedua pipi Al.

"Biar saja kalau dia menyakiti aku, asal jangan kamu," balas Al menghangatkan perasaan Felic.

"Kalau dia nyuruh preman menghajar kamu gimana?" seloroh Felic tersenyum jahil sambil mengalungkan tangannya di leher Al.

Kedua tangan Al melingkar di pinggang Felic. "Emang berani preman menyakiti orang baik sepertiku? Mereka bakalan mikir-mikir juga kalau mau mukul wajah tampanku."

Tawa Felic pecah tak tertahankan, Al tersenyum lebar melihat cintanya bisa tertawa lepas.

"Ih, kamu PD banget sih!" Felic mencubit hidung mancung Al.

"Biarin!" balas Al lalu Felic memeluknya.

#######

Pada akhirnya Ebie menyerah duet di cerita ini. Hehehehe. Sabar ya temen-temen semuaaaaaa. Butuh waktu buat ngetik, soalnya sekarang sibuk masak.😂

Semoga saja setelah ini lancar ya update-nya. Aamiin. Terima kasih untuk vote dan komentarnya.😚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top