THE POOR LITTLE GIRL

ERICK, JAMES, ANDI, DAN ROY SEDANG MENIKMATI LIBURAN GRATIS MEREKA.

Karena kasus kemarin selesai lebih cepat -dan masih ada sisa 2 hari-, mereka memanfaatkannya dengan berlibur.

Andi dan Roy sudah meluncur duluan menuju tempat makan yang sudah mereka rencanakan, sedangkan James pergi ke pameran buku di sebuah Mall. Yang tersisa di hotel hanya Erick yang sedang asik menonton televisi.

Hingga telepon hotel berdering.

Erick membuka teleponnya "Halo? Ini petugas hotel?"

Terdengar suara serak dari arah seberang "bukan."

"Sepertinya anda salah sambung, saya tutup ya..."

Tiba-tiba orang tersebut berteriak "JANGAN!"

Erick menggerutu kesal lalu menaruh gagang telepon ke dekat telinganya (lagi) "apa maumu?"

"A...aku hanya orang biasa. Aku disuruh wanita itu untuk menyampaikannya padamu."

"Menyampaikan apa?"

"Puisi ini, cepat catat!"

Dengan terburu-buru, Erick mengambil selembar kertas dan sebuah pensil "oke, aku siap."

Dari arah seberang, terdengar suara nafas yang memburu

Aku hanyalah si gadis kecil
Yang ditinggalkan
Yang dikucilkan
Dan dilupakan.

Semua orang menjauhiku
Aku tak tahu kenapa
Mereka menatapku
Seolah aku adalah hama

Ayah menyiksaku
Ibu meninggalkanku
Kakak meludahiku
Kakek dan nenek menjauhiku
Semua temanku mengejekku

Siapa yang mencintaiku?
Siapa yang menyayangiku?
Siapa yang menemaniku?
Siapa yang akan memelukku dengan penuh kasih sayang?

Tak ada!

Jika aku menangis, tak seorangpun akan iba padaku
Jika aku pergi, tak seorangpun mencariku
Jika aku sakit, tak seorangpun akan menjenguk
Jika aku mati, tak seorangpun akan bersedih karenanya

Tak seorangpun!

W.R

Erick tertegun setelah mendengar puisi itu. Seolah menariknya ke dalam lembah terdalam di pikirannya. Lembah yang tak ingin diingatnya lagi.

Bagaikan lembah kematian.

Setelah puisi tadi dibacakan tak ada lagi suara yang muncul dari telepon itu

"Halo?" Tanya Erick, sebenarnya dia ragu kalau dia akan mendapat suara lagi.

DUAAAAARRRR!!!!

Tapi yang didapatnya malah suara ledakan.

÷÷÷÷÷

Kirana baru terbangun saat merasakan sentuhan di wajahnya, tangannya menangkap tangan orang itu sekaligus membuka pandangannya lebar-lebar

"Ren?" Ucapnya, bingung.

Ren tersenyum riang, tangannya mengusap rambut Kirana "Morning, Kirana."

"Pagi..." ucap Kirana "kenapa kau jadi begini? Kejedot apa malam tadi?"

"Kejedot kakimu!" Balas Ren, marah "kau menendang anu ku malam tadi tau!"

Kirana mengernyitkan kening "jadi benda panjang, besar, dan keras yang kutendang malam tadi....anu mu?!"

Ren mengangguk, wajahnya memerah karena secuil marah dan sisanya malu "ya, benar sekali."

Sesaat kemudian, Kirana terhanyut dalam gelak tawa dan Ren hanya bisa mendengus kesal.

÷÷÷÷÷

Roni menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah puisi yang barusan dikirimkan ayahnya. Tangannya dengan sigap mengambil ponselnya yang satu lagi untuk menelpon Ren, dia punya dua ponsel karena dia tak mau ambil resiko disadap orang terutama ayahnya.

"Halo? Roni, ada apa?" Sahut Ren dari arah seberang

"Ren, kalian masih di Banjarmasin?"

"Iya, memang kenapa?"

"Berhati-hatilah, seseorang mengincar kalian."

"Aku tahu, tapi siapa?"

"Aku juga tak tahu, tapi nama samarannya adalah W.R."

"Siapa itu?"

"Menurut Budi, nama W.R itu artinya White Rose."

"Hah?!"

"White Rose adalah salah satu pembunuh yang namanya ada di buku hitam."

"Buku hitam? Yang The Killer itu?"

"Ya, tapi di buku hitam itu sendiri halamannya menghilang. Lebih tepatnya dirobek seseorang."

"Sial!" Ren menyumpah "Apa halaman itu sudah dicari?"

"Bahkan gudang sampai diobrak-abrik oleh Budi, sangat jarang sekali bagi seseorang yang cinta kebersihan kan?"

Ren tertawa keras hingga Roni menutup kedua telinga "jangan terlalu keras!" Teriak Roni

"Sori," ucap Ren sambil nyengir "saat ini kami terjebak dalam sebuah permainan, aku tak tahu apa kami bisa selamat."

"Permainan apa?! Kenapa tidak bilang?!" Sahut Roni, nada khawatir terdengar jelas dari suaranya.

"Aku tak mau kalian cemas, nama permainannya The Wicked Games."

Roni tertegun, tangannya yang memegang ponsel bergetar hebat. Keringat dingin mulai mengucur dari keningnya "Ren, kau tau arti dari permainan itu kan?"

Ren menganggukkan kepala "ya, tentu saja. The Wicked Games adalah Permainan Terjahat."

÷÷÷÷÷

Sebuah permainan terjahat....

Permainan yang
memainkan emosi, nyawa, dan mental pemainnya....

Permainan yang tak akan pernah membiarkan para pemainnya untuk tetap hidup....

Permainan yang akan terus menghantui....

Dan mengejarmu....

Ren terbangun di tengah malam dengan kondisi mengerikan, matanya membuka sangat lebar, keringat membasahi sekujur tubuhnya hingga kaos yang dipakainya basah kuyup, jantungnya berdegup sangat kencang seolah hendak melompat keluar dari tempatnya.

"Aldo?"

Ren menoleh dan mendapati Kirana yang menatapnya dengan tatapan ngeri

"Kenapa kau memanggilku dengan nama belakang?"

"Wajahmu seram sekali, apa yang terjadi?"

Ren mendengus "cuma mimpi buruk."

"Mimpi apa?"

"Tak perlu diceritakan, ayo cepat tidur!"

Kirana bergeser dan mendekati Ren yang tengah berbaring dengan wajah berpaling ke arah lain, senyum terukir di wajah gadis itu. Kedua tangannya merengkuh pinggang Ren dan menempelkan tubuhnya ke punggung lelaki itu hingga wajah Ren memerah.

"Sudah....jangan dipikirkan, cepat tidur."

"I, iya." Balas Ren dengan nada bergetar

Di saat Kirana tertidur pulas, Ren malah tak bisa tidur. Terutama karena ada pelukan hangat dari sang partner yang tertidur dibalik punggungnya.

÷÷÷÷÷

Meski sudah tengah malam, Erick masih tak bisa tidur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan putus asa, Andi dan Roy sudah tertidur pulas. Jangan tanya bagaimana kondisi James, saking nikmatnya dia tidur sampai ada iler yang mengalir di sudut bibirnya.

Erick yang melihatnya serasa ingin muntah.

Karena bosan, Erick berjalan keluar kamar. Tangannya meraba dinding, mencoba mencari tombol lampu. Ruangan terang benderang saat tombol lampu berhasil ditekannya.

Erick menghempaskan diri ke sofa dan menyalakan televisi. Baru saja dia ingin mengganti saluran televisi itu, sebuah berita berhasil menarik perhatiannya.

Setelah melihat berita itu, dengan sigap dia mengambil ponsel dan menelepon Roni

"Halo?" Ucap suara di seberang

"Roni, apa tempat kostmu kedatangan sebuah paket berisi boneka?"

"Kami nggak ada dikirimi siapapun sih, memang kenapa yah?"

"Ada berita tentang boneka berisi racun, jika kalian dikirimi benda seperti itu buang saja!"

"Oke, omong-omong ayah dimana?"

"Di Banjarmasin, ada tugas."

"Oohh, oke. Jangan cari istri baru yah!"

"Sialan kau!"

"Hehehe."

"Kau sendiri? Apa kau tidur sekamar dengan pacarmu?"

Roni tergelak "kami tidak sekamar, tapi kami seranjang."

Erick mendengus "belum kamu apa-apain kan?!"

"Ya nggak lah! Pikiranku gak kayak ayah yang mesum everyday."

"Anjirr kau nak!" Erick mendesis saat mendengar gelak tawa Roni

"Oke, ini sudah malam. Tidak baik tidur terlalu larut." Ucap Erick

Roni menguap "ya, Ayah benar. Selamat malam."

"Selamat malam, mimpi indah."

"Jangan sampai mimpi basah ya!" Seru Roni ditambah tawa kerasnya. Membuat wajah Erick merah padam

"Dasar, kenapa aku punya anak kayak dia sih?!?!" Gerutunya, kesal.

÷÷÷÷÷

Simon terbangun pagi-pagi sekali, jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Matanya menatap ke sekeliling, kafe tutup karena itulah lantai bawah sangat sepi.

Tangannya meraih pegangan pintu, dan di saat kakinya melangkah ke luar. Sebuah kotak menghalangi jalannya.

Dengan rasa penasaran yang sangat tinggi, tangannya membuka kotak itu. Simon merengut saat melihat bahwa di dalam kotak hanya ada sebuah boneka beruang kecil.

Tapi saat tangannya meraih boneka itu, jarinya secara tak sengaja tertusuk sesuatu.

"Ouch!" Pekiknya sambil mengangkat jarinya yang berdarah "sial, ada benda apa di dalam kotak ini?!"

Tapi saat dirinya ingin membalikkan kotak untuk mengeluarkan isinya, tiba-tiba pandangannya mengabur dan kepalanya terasa pening.

Setelahnya....gelap.

÷÷÷÷÷

TO BE CONTINUED....

Vote dan Komennya! :)




















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top