TANDA ASAP & BUBUK KEMATIAN

PULUHAN SENJATA BERBAGAI JENIS BERJEJER RAPI DI DINDING. Siap untuk digunakan. Budi menatap mereka sambil tersenyum, tak sia-sia dia membersihkan semuanya.

Saat tangannya mengambil sekaleng amunisi dari rak, sebuah dadu jatuh ke lantai dan menggelinding ke arahnya. Dadu itu berwarna hitam, tidak seperti dadu pada umumnya yang berwarna putih.

"Dadu yang aneh. Tapi rasanya aku ingat sesuatu tentang dadu ini. Tapi apa ya?" Gumamnya sambil berpikir.

÷÷÷÷÷

Sementara itu, Ren dan Kirana tengah sibuk memperhatikan sebuah dadu berukuran serupa dengan warna yang sama.

"Apa guna dadu ini?" Tanya Kirana

"Entahlah, tapi sepertinya mungkin sebuah petunjuk." Sahut Ren

Mereka kembali terpaku pada pikiran masing-masing. Membuat suasana kamar menjadi sunyi, hingga suara teriakan wanita tak jauh dari kamar, mengejutkan keduanya.

"Apa itu?!" Tanya Kirana

"Ayo keluar!!" Teriak Ren "ada bau asap!"

Tak lama kemudian bunyi sirene tanda kebakaran berbunyi di setiap lantai hotel. Ren dan Kirana keluar dari kamar sambil membawa tas mereka serta surat dan dadu hitam itu.

"Lewat mana? Lift sudah terpakai!" Teriak Kirana, tangannya menutup mulut serta hidung karena di luar kamar asap sudah semakin menebal.

"Jangan pakai lift! Lewat tangga darurat saja." Balas Ren lalu menarik lengan Kirana dan berlari menuju pintu besi yang merupakan tangga darurat.

÷÷÷÷÷

Sesampainya mereka di bawah, sudah banyak orang yang berkumpul di sana. Bahkan ada seorang ibu yang hanya memakai selembar handuk sambil menggendong anaknya yang masih bayi.

Pemadam kebakaran sudah mulai memadamkan api yang ternyata menyala di lantai empat. Kirana merasa kakinya sudah selemas agar-agar.

Kebakaran itu terjadi di lantai atas kamar mereka.

Ren mengusap kepalanya sembari tersenyum "nanti kita cari tempat lain untuk menginap."

"Dimana?"

"Ke tempat yang tersembunyi." Ucap Ren sambil tersenyum misterius.

÷÷÷÷÷

Kedua remaja itu sudah check out dari hotel tempat mereka menginap dan berjalan di tengah kegelapan malam. Ren memegang tangan Kirana kuat-kuat saat gadis itu nyaris terperosok ke dalam lubang galian yang tidak ditutup di pinggir jalan. Jantung gadis itu berdegup kencang.

Bukan, bukan karena lubang tadi. Tapi karena genggaman tangan Ren yang membuat wajahnya memerah dan perasaannya membuncah.

Tangan lelaki itu tetap mengenggamnya hingga mereka sampai di sebuah jembatan. Jembatan itu berdiri kokoh melintasi sungai. Warna putih mendominasi jembatan dengan tiang-tiang kecil berwarna hijau tua.

Ren melepas genggamannya dan melompat ke bawah jembatan.

Kirana langsung berteriak panik "Ren!!"

Kemudian dia melongokkan kepalanya dan melihat Ren yang berdiri di bawah. Ternyata ada daratan di bawah sana.

"Ayo turun, jangan takut!" Ucapnya

Kirana mengayunkan sebelah kakinya ke pinggir jembatan dan menurunkan satunya lagi lalu melompat ke bawah dengan satu lompatan mantab. Lalu mendarat di samping Ren.

"Jadi....mana tempat yang kau maksud?"

Ren melangkahkan kakinya menuju kolong jembatan tanpa bicara apa-apa. Kirana mengikutinya, berjalan masuk ke dalam kegelapan yang pekat.

Ren menyalakan senter dan menunjukkan sebuah sumur tua yang anehnya ada di kolong jembatan. Ren membuka papan kayu dan seng yang menutupi sumur itu dan berpaling pada Kirana

"Setelah aku masuk, kau ikut masuk. Oke?"

Kirana mengangguk "baiklah"

Ren memanggul tasnya dan melompat masuk, Kirana menunggu Ren mendarat. Setelah mendapat sinyal senter dari Ren, barulah Kirana melompat masuk.

Dia merasa sangat terkejut saat melihat tempat yang ada dibalik lubang sumur tua itu.

Ini kota! Kota dibawah tanah!

÷÷÷÷÷

"Ini distrik 1, Kirana. Mari ku bawa kau ke tempat temanku, Gatekeeper Cafe!" Ucap Roni, semangat.

"Gatekeeper? Penjaga gerbang? Nama yang unik!" Seru Kirana sambil memanggul tasnya yang sempat melorot.

Saat keduanya berjalan, tiba-tiba dua pria menghalangi jalan mereka sambil mengacungkan senjata. Yang sebelah kiri berambut cokelat muda bermata biru, dan memakai senjata berbentuk bumerang berwarna merah. Yang satunya, berambut pirang dan memiliki mata hijau. Ditambah dengan kacamata yang berhasil  membuat mata Kirana jumpalitan.

Saat itu jualah Ren teringat bahwa disini....surganya cogan!

*cogan= COwok GANteng*

÷÷÷÷÷

Ren mengerucutkan bibirnya sepanjang perjalanan menuju cafe. Bagaimana tidak? Kirana sibuk memperhatikan kedua pria (yang diakui Ren) tampan. Ren semakin uring-uringan saat salah satu pria itu (dengan terang-terangan) menanyakan nomor telepon Kirana dan disambut dengan dehaman nyaring dari Ren.

Pemuda itu benar-benar marah.

Kirana menatap Ren yang merengut, senyum langsung tersungging saat melihat wajahnya yang merah karena marah.

"Kenapa? Cemburu?" Ucap Kirana sambil menyeringai

Ren memalingkan wajahnya "tidak, aku tidak cemburu."

"Ayo, jujur aja!" Kirana tertawa

"Tidak!" Seru Ren lagi

Perdebatan mereka baru dimulai saat mereka sudah sampai di tempat yang dimaksud. Ren membuka pintu besinya dan menyuruhnya untuk ikut.

"Jadi....ini tempat yang kau maksud?"

Ren mengangguk "permisi? Disini ada Simon?"

Seorang pemuda berambut merah bagaikan api dengan mata hijau yang sangat tidak sinkron dengan rambutnya, muncul dari balik meja bar.

"Ren?!" Teriaknya tak percaya, dia berjalan menghampiri Ren.

"Hei sobat! Ini aku!" Balas Ren sambil menjabat tangan Simon. Simon menengok dan melihat Kirana yang bersembunyi di balik punggung Ren.

"Hai! Kau temannya Ren?"

Kirana mengangguk tapi Ren langsung memotong

"Dia partnerku."

÷÷÷÷÷

Simon membelalak "benarkah?! Selamat!!"

Ren menyeringai dan melirik Kirana yang pipinya sudah merona lalu dia menghela nafas

"Tapi....kami belum mengikat janji."

"Apa?! Bagaimana bisa?!"

Ren menaruh telunjuknya di bibir "kau berteriak terlalu kencang!"

"Maaf" balas Simon

Kirana terlihat asik bermain dengan partner Simon, Aqua.
Seorang gadis yang memiliki rambut serta mata berwarna biru laut. Dia seorang healer.

"Jadi....kenapa kalian belum mengikat janji?"

Ren menghela nafas "dulu, dia pernah mengalami pelecehan."

"Lalu?"

"Dia masih trauma dengan kejadian itu. Aku bisa menyentuhnyapun sebetulnya merupakan suatu mukjizat!"

"Pantas saja, omong-omong ada urusan apa jadi kalian kemari?"

"Ada kasus, dan hotel yang kami tinggali terbakar tadi siang."

"Benarkah?! Kau beruntung, masih ada satu kamar di atas. Romeo pasti memberikan potongan harga khusus untukmu."

Ren menggeleng "jangan, aku akan bayar tarif penuh."

"Tapi..."

"Simon, terima kasih." Jawab Ren lagi sambil tersenyum.

÷÷÷÷÷

Ren membuka pintu kamar dan mempersilahkan Kirana untuk masuk duluan. Harapan gadis itu dengan kamar -yang memiliki dua kasur- langsung sirna karena lagi-lagi kasur disana hanya satu buah dengan ukuran king size.

Ren malah menyeringai senang. Karena itu berarti dia bisa mencuri kesempatan untuk menyentuh Kirana.

Di saat yang sama. Di tempat yang berbeda, sebuah hotel mewah tengah terancam ketika sebuah paket pos dengan tanda kissmark berlipstik merah terang datang.

Salah satu resepsionis hotel mengernyit bingung saat membuka paket itu. Sebuah dadu hitam menggelinding keluar dari kotak beserta selembar amplop.

Saat si resepsionis itu membuka amplopnya, seketika itu juga bubuk berwarna putih menyiram sekujur tubuhnya.

Bubuk putih itu bukan bubuk sembarangan. Benda itu adalah virus berbahaya...

÷÷÷÷÷

TO BE CONTINUED...

Vote dan komennya please!

Haleoo!!

Kalau ada yang baca karyaku yang judulnya Rio The Gatekeeper sama Black Hoodie, pasti tau sama Simon dan Aqua. Tapi karena ini genrenya action dan bukan fantasy, jadi mereka cuma terlibat sedikit aja kok.
Kalau ada saran dan kritik langsung aja kirim, saya terima!

Salam,
Hunyu (Lord Hamon From The Hamsterland)


















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top