Si Pengkhianat

KIRANA MENATAP ORANG BERJUBAH ITU DENGAN MATA MELEBAR. Rasa tak percaya memenuhi benaknya hingga melewati ambang batas yang dapat ditampung seorang manusia.


"Tidak mungkin," Sergah Kirana. "kau masih hidup?!"


Orang itu membuka tudung jubahnya. Menampakkan seorang gadis berambut hitam pendek dengan tahi lalat dibawah mata dan pupilnya yang berwarna hijau.


"Ya, seperti yang kau lihat." Ucapnya sambil menyeringai. "Kau pikir aku sudah mati?"


Kirana mengangguk lalu berkata, "tapi bagaimana bisa?!"


Zikri menyeringai, hingga nyaris menyentuh mata.


"Sayang sekali Kirana, tapi aku bukanlah teman kalian lagi." Bisiknya dengan suara lirih.


Kirana mengernyitkan kening. "Apa maksudmu Zikri?!" Teriaknya.


Zikri berdiri dan menepuk-nepuk pakaiannya yang diselimuti pasir, lalu dia memandang Kirana dengan tatapan mencela.


"Aku adalah anggota The Killer."


÷÷÷÷÷


(Ren POV)


Dua jam berikutnya kuhabiskan dengan mengecek rekaman CCTV. Sayang, hasilnya nihil. Tak ada sesuatu yang mencurigakan.


Kupandang langit-langit kamar dengan lesu. Ponselku tergeletak di samping laptop. Aku baru saja memeriksa isinya, si wanita berengsek itu menyuruhku untuk menemuinya di gedung sultan suriansyah, besok tepat jam 4 dini hari.


Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah memikirkan bagaimana cara melawan dia. Itupun jika dia tidak membawa pasukan.


Kulihat pintu yang membuka, kemudian seorang wanita muncul dari baliknya.


"Ohh kak Lena, ada apa nih?" Tanyaku.


Yang ada di ambang pintu itu Lena Kinara, partner sekaligus istri Rio. Dia sangat cantik dan .... seksi. Sayang, mereka sudah nikah. Kalau nggak, aku mau aja sih Lena jadi partnerku. Tapi aku yakin kalau aku mengatakannya, Rio pasti akan memenggal tubuhku menjadi dua dengan sabitnya.


Toh, aku suka Kirana. FIX!


Lena mendekati kasurku dan mengangkat sebuah koper besar berwarna hitam. Lalu dia membuka koper itu di hadapanku, memperlihatkan sebuah shotgun berwarna hitam mengkilat.


"Apa itu?" Tanyaku


"Ini adalah Spas-12." Jawab Kirana.


Mataku melebar. "Yang benar saja!" Teriakku, "ini kombat shotgun buatan Italia! Produk dari tahun 1972."


Lena mengangguk. "Rio memberikannya padamu."


Aku menatap Lena dengan kaget. "Hah? Kau pasti bercanda."


Lena menggelengkan kepala. "Aku serius." Ucapnya.


"Tapi....ini barang langka. Produksinya dihentikan 10 tahun yang lalu!"


Lena meletakkan Spas-12 itu di atas kasur, lalu mengusap rambutku.


"Rio memberikannya karena dia menyayangimu. Kau tau tidak? Dia ingin kamu bahagia. Dia gak mau kamu balik lagi kayak Ren yang dulunya dingin, kejam, dan gak berperasaan." Ucapnya dengan lembut.


Oke, entah kenapa aku merasa jadi punya ayah dan ibu lagi.


Mataku memanas dan jantungku melompat-lompat didalam sana. Sialan, aku akan mengeluarkan itu. Demi bumi dan segala isinya, aku gak mau ngeluarin air mata didepan kak Lena.


"Kak Lena jangan khawatir." Ucapku, "aku gak bakalan balik lagi kayak dulu."


Kulihat kak Lena yang tersenyum, lalu dia beranjak dari bangku dan mendekatiku.


Dia mengecup kepalaku.


Sialan, air mata keparat ini semakin ingin keluar. Untunglah, kak Lena lalu berjalan keluar kamar dan setelah pintu tertutup aku kembali dalam kesunyian.


Tapi kali ini aku tak lagi merasa sendiri.


÷÷÷÷÷


Dengan penuh keyakinan, kucangklongkan koper berisi Spas-12 itu di bahu kanan. Bahu kiriku memang masih terasa nyeri, tapi sudah agak mendingan berkat obat penghilang rasa sakit buatan Aqua.


Rio menatapku dari ambang pintu, dibelakangnya ada Simon dan Lena. Kalau melihat ketiganya, aku seperti teringat keluargaku dulu.


"Ren, hati-hati." Ucap Lena sambil tersenyum.


Aku balas tersenyum. "Oke kak Lena!" Seruku.


"Jangan rusak motorku ya!" Teriak Rio yang dijawab dengan injakan kaki dari Lena.


"Kamu ini! Bukannya cemas soal Ren, malah motor yang dipikirin!" Ucap Lena dengan jengkel.


Rio mengusap kakinya. "Iya deh, Ren hati-hati ya. Bawa pulang Kirana dengan selamat. Kalau kamu luka karena si pelaku, tenang saja dia bakalan kuberi jurus kutukan!"


Aku tertawa terbahak-bahak, "oke deh kak Rio! Aku pergi dulu!!"


÷÷÷÷÷


(Author POV)


Suara motor membelah kesunyian malam. Ren memacu 'kuda hitamnya' dengan kecepatan tertinggi.


Kali ini dia tak boleh gagal. Ini kesempatan terakhirnya untuk mengambil kembali Kirana.


Ren mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.


"Halo? Kau masih bangun kan?" Ucap Ren


"Ya, memangnya kenapa Ren?" Sahut orang itu.


"Aku butuh bantuanmu. Tunggu beberapa menit lagi dan akan ada pesan yang masuk." Balas Ren.


"Oke."


÷÷÷÷÷


Erick mengernyitkan kening saat melihat pesan yang baru saja diberikan oleh Ren. Pesan itu hanya berisi dengan tanda titik (.) Yang sangat banyak.


......................................................................................................................................................................................................................................................................................................

(Ini contohnya)


"Halo? Ren?"


"Ya Erick, ada apa?"


"Sepertinya aku tahu apa arti pesan ini." Ucap Erick sambil menyeringai senang.


"Bagus, apa kau menyewa mobil atau motor?" Tanya Ren


"Aku menyewa mobil pagi tadi untuk jalan-jalan, kenapa memangnya?" Sahut Erick


"Apa kau bisa menjinakkan bom?"


Erick merasa darahnya surut dari tubuh. "Ya, aku bisa sih. Tapi.... apa kali ini akan ada ledakan?"


Ren berdeham, "bukannya orang yang memberitahumu soal puisi itu juga meledak?"


"Iya juga, tapi bagaimana denganmu?"


"Aku? Kenapa?"


"Maksudku, kau akan mengambil kembali partnermu kan? Bagaimana jika White Rose juga datang?"


"Itu sudah masuk dalam perhitunganku, kau tak perlu mengkhawatirkanku." Balas Ren "omong-omong apa arti dari pesan itu?"


Erick menyeringai. "Toko pakaian anak remaja, polkadot. Pesan itu tidak menunjuk pada manula, tapi remaja. Sepertinya White Rose punya kebencian yang sangat dalam pada kakaknya."


"Bukan sepertinya lagi Erick, tapi memang iya."


"Benarkah? Saat ini kau dimana?"


"Sedang berkendara di tengah kegelapan malam. Mumpung gak ada polisi!" Sahut Ren sambil menyeringai.


Erick mendengus, "kau ini, kelakuannya gak jauh dengan Roni."


"Benarkah? Aku merasa tersanjung."


"Itu sama sekali bukan pujian!!"


Ren tertawa terbahak-bahak. "Kalau begitu, tolong bantuannya ya!"


"Oke!!"


÷÷÷÷÷


Ren menghentikan motornya didepan sebuah bangunan besar yang terlihat megah dan mewah. Bangunan itu berpagar besi yang penuh dengan ukiran antik.


Ren mencoba membuka gerbang, tapi terkunci. Gembok besar bertengger di gerbang itu.


Setelah memperhatikan keadaan sekitar, Ren melompati gerbang hanya dalam sekali lompatan.


Jarinya menarik sabuk pistol yang mengikat di bahu untuk mengencangkannya. Lalu mengambil salah satu pistol untuk memeriksa isinya.


Setelah yakin semuanya sudah siap. Pistol itu dimasukkannya kembali dan dia berjalan memasuki lapangan gedung.


Pintu gedung sedikit terbuka, membiarkan seberkas cahaya keluar. Ren mendorong pintu itu dan melangkah masuk.


Udara dingin dari dalam gedung menampar wajahnya. Membuat dirinya merasa menggigil seketika.


Agak aneh memang, mengingat gedung ini tidak ada rencana untuk dipakai hari ini.


Lampu gantung besar dari kristal menyorotkan cahaya ke seluruh penjuru. Gedung ini memang luas, cukup untuk bermain sepak bola.


"Tak kusangka, kau benar-benar datang."


Ren menoleh ke sumber suara yang berasal dari tengah ruangan. Matanya membelalak dan rasa tak percaya memenuhi pikirannya saat melihat si empunya suara.


"Kau....Zikri?!" Teriaknya.


Seorang gadis dengan netra hijau terang muncul di balik salah satu tiang gedung. Matanya menatap Ren dengan tajam. Seringaian kejam tercetak jelas di wajahnya.


"Hai Ren, sudah lama sekali ya?" Ucap Zikri, "Bagaimana kabar Roni?"


"Roni sudah memiliki partnernya sendiri. Partner yang akan terus menemaninya. Tidak seperti kau!!" Teriak Ren, murka.


Zikri menyeringai. "Omong-omong tau dari mana kalau aku adalah salah satu dari mereka?"


"Matamu." Jawab Ren, "Pupil matamu berubah menjadi hijau. Dulu warnanya cokelat"


Zikri tertawa, suaranya menggelegar ke seantero gedung. Matanya menatap Ren dengan tajam


"Kau hebat juga Renaldo, apa kau baru menyadarinya?"


Ren menggeleng "seminggu setelah kematianmu, aku membuka file kasus The Killer dan melihat filemu disana." Dia menyeringai "namamu tertera dengan sangat jelas, White Rose."


Zikri mendengus lalu membuka jubahnya. Dari remaja gadis berubah menjadi wanita cantik nan rupawan.


"Kau memakai obat pengubah tubuh," teriak Ren "kau mencoba mencemarkan nama baik Zikri!!"


SRAATTT!!!


AAAAAARRGGHHH!!!


÷÷÷÷÷


TO BE CONTINUED....























Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top