GEMINI

SEBUTIR PELURU MELESAT, MENEMBUS KULIT DAN DAGING HINGGA MEMUNCRATKAN DARAH.

Budi terbangun dengan rasa nyeri di tubuhnya. Membuat keningnya mengernyit. Tangannya terasa sulit dan sakit saat digerakkan.

"Pelurunya sudah diambil."

Budi menengok ke arah suara dan melihat Elena yang tersenyum sambil memperlihatkan sebutir peluru tajam.

"Ya Tuhan....kupikir benda itu hanya menyerempet perut." Ucap Budi ditambah ekspresi kagetnya.

Roni yang baru masuk kekamar langsung menjawab

"Bukan, ini kami temukan di samping tubuhmu. Omong-omong mana Ren dan Kirana?"

"Mereka sedang liburan!!" Sahut Budi dengan girangnya

"Liburan?!" Teriak Roni dan Elena, kaget.

"Kenapa memangnya?"

"Tak masalah sih, omong-omong kenapa kau sampai ditembak?"

Wajah Budi berubah dalam sekejap, raut dingin dan keras menggantikan wajah yang hangat dan ceria.

"Kalian pernah dengar seorang wanita bernama Rose?"

Elena menggelengkan kepalanya, Roni malah mengangguk

"Apa maksudmu White Rose? Bukannya dia istri dari Anonymous Killer?"

Budi menepuk keningnya "White Rose itu kembar! Mereka saudara! Si kakak yang menikah dengan Anonymous."

"Kalau begitu....si adik masih hidup?" Tanya Elena

Budi mengangguk "ya, dan jadi buronan sampai sekarang."

"Apa White Rose yang menembakmu?" Ucap Roni

"Mungkin, karena aku tak melihat si penembak. Hanya seseorang berjubah hitam. Sosok itu muncul di terowongan."

Roni mengernyit "jadi kau tidak ditembak disini?"

"Ya, aku ditembak di terowongan UG nomor 7."

"Sedang apa kau kesana? Lalu siapa yang jaga markas?" Balas Roni

"Aku pergi karena melihat kamera cctv saluran nomor dua, ada seseorang yang muncul disana. Sangat dekat dengan markas."

"Apa dia sampai ke sini?"

Budi menggeleng "tidak, aku berhasil mengelabuinya. Tapi dia malah balas menembakku. Untungnya aku berhasil kabur dan sampai ke sini." Wajahnya berubah gusar sambil menunjuk perutnya

Roni terkekeh "anggap saja itu suvenir." Yang dibalas dengan jotosan Budi.

"Kalian lihat berita hari ini?"

Roni dan Budi baru saja akan memulai perang dunia ke sekian saat Elena bertanya. Roni mengedikkan bahu, dan malah mendekati gadis itu. Mengecup bibirnya tanpa menghiraukan Budi.

Wajah Elena langsung memerah, Roni berpaling dan nyengir sambil menatap Budi

"Maaf bung, sengaja."

Budi mendecih "Huh, terserah!" Sahutnya dengan nada gusar, membuat Roni tertawa terbahak-bahak.

"Memangnya berita apa?" Tanya Budi

Elena mengambil sebuah koran dari dalam tasnya "Berita dari Banjarmasin, ada virus aneh yang dikirim ke sebuah hotel. Ratusan orang terancam nyawanya."

"Apa?!" Teriak Budi, kaget.

÷÷÷÷÷

Lampu-lampu hias yang digantung masih menyala terang, menerangi ruangan megah seluas lapangan bola. Meski begitu, tak ada seorangpun yang terlihat beraktivitas disana. Meja resepsionis yang biasanya penuh dengan para tamu yang hendak menyewa kamar, kosong melompong ditinggal penghuninya.

Di balik sebuah sofa, seorang wanita tergeletak. Pakaiannya penuh dengan bubuk berwarna putih. Wajahnya memucat, nafasnya tersendat-sendat.

Mulut wanita itu terbuka lebar, mencoba mengambil udara sebanyak yang dia bisa. Sayang setelah 12 jam menahan rasa sesak yang semakin kuat, akhirnya dia menyerah.

Seseorang berpakaian tertutup mendekati wanita itu dan memegang leher dan tangan si wanita, kemudian dia menggeleng.

"Sudah tewas."

÷÷÷÷÷

Ren menatap ke luar jendela mobil dengan segunung pikiran di kepalanya. Masih terbayang di benaknya saat Kirana mendekapnya erat-erat, seolah tak mau melepasnya untuk pergi. Juga ucapan gadis itu.

"Berjanjilah! Kembali hidup-hidup!"

Senyum mengembang di wajah Ren, tangannya mengusap tas hitam miliknya.

"Kenapa senyum sendiri?"

Ren menoleh dan menatap Rio yang sedang menyetir. Pria itu tersenyum dan melirik Ren

"Kenapa? Masih mikirin yang tadi?"

Ren memalingkan wajah, kedua pipinya memerah "Ya."

Rio tertawa pelan "ikatan partner memang kuat ya?"

Ren menggeleng "kami belum membuat ikatan."

"Apa?!" Teriak Rio, matanya melotot seolah hendak keluar.

"Hei! Setirnya! Setirnya!" Teriak Ren, panik. Mobil yang mereka kendarai oleng hingga nyaris menabrak pembatas jalan.

Rio berhasil mengatasi keadaan dan malah terkekeh riang "hehehe, maaf ya!"

Ren mencengkeram sabuk pengaman kuat-kuat "aku....tak apa-apa."

Rio berhasil menstabilkan kecepatan mobil dan kembali berbicara "kenapa kalian belum mengikat janji?"

Ren menundukkan kepala "dia pernah mengalami pelecehan seksual."

Rio membelalak, oke itu cukup mengejutkan.

÷÷÷÷÷

"Jadi....dia pernah mengalami pelecahan, lalu?"

Ren menghela nafas "akibatnya dia trauma dengan laki-laki."

"Tapi dia memelukmu."

"Meskipun begitu, dia menolak ciumanku. Bukannya ciuman adalah syarat utama?"

"Tidak."

Ren terdiam "tunggu, apa maksudmu dengan tidak?"

"Itu adalah syarat nomor 2."

"Apa?!"

Rio mengangkat sebelah tangannya "biar kujelaskan"

"Begini, ikatan antar partner hampir menyamai ikatan pernikahan. Apa aku benar?"

"Ya, lalu?"

"Bedanya sih, kamu gak bisa yang "iya-iya" dulu." Ucap Rio sambil tersenyum kecut

Ren tertawa "memang."

"Nah, syarat pertamanya adalah cinta dan kesetiaan."

"Cinta? Setia? Jadi....cuma itu?"

"Cuma itu kau bilang?! Keduanya sangat sulit dicari tau! Cewek yang setia dan cinta pada partnernya adalah spesies yang nyaris punah!"

"Spesies? Kau pikir cewek itu hewan?"

"Sudahlah, omong-omong kita sampai."

Ren melihat gedung hotel mewah bertingkat 16 itu dari kejauhan. Rio memarkirkan mobilnya sekitar 7 meter dari lokasi hotel untuk menghindari polisi.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan? Maju sendirian?" Tanya Rio

Ren menggeleng "tidak, tidak akan pernah."

÷÷÷÷÷

Ren berjalan mendekati sekumpulan polisi yang sedang berseliweran di sekitar hotel. Hingga seseorang menepuk bahunya.

"Hei, anak kecil jangan berkeliaran disini." Ucap orang itu. Dari seragamnya, orang ini adalah polisi yang berpangkat cukup tinggi.

Ren mencengkeram tangan si polisi lalu menyeringai "sayang sekali, tapi aku bukan anak kecil." Lalu dia memelintir tangan orang itu dan berlari menembus kerumunan.

"KEJAR ANAK ITU!!" Teriak si polisi sambil memegangi tangannya yang kesakitan. Ren tak peduli dan pelan-pelan mengambil topeng gas yang ada di tasnya, memasang topeng itu sambil menghindari kejaran polisi.

Dengan sigap, dia berlari ke arah belakang gedung. Sepucuk Magnum pemberian Rio sangat berguna, karena walaupun sudah rusak tapi pistol itu masih bisa dipakai untuk membobol saluran udara.

Dengan cekatan, Ren mengait pelat besi itu dan menariknya kuat-kuat. Saat Ren masuk ke dalam, barulah kerumunan polisi tadi sampai.

"Sial! Dia sudah masuk!" Ucap salah satu polisi dengan nada geram

"Lemparkan walkie-talkie ke dalam saluran itu, biarkan dia terhubung pada kita."

Kerumunan itu menoleh serentak dan melihat seseorang berpakaian santai muncul dari depan hotel,orang itulah yang tadi bicara.

"Siapa kau?"

"Erick Siswanto dari kepolisian Jakarta."

÷÷÷÷÷

Ren menyalakan pulpen VPD (Virus and Poison Detector) sambil terus merangkak di dalam saluran udara. Sudah sepuluh menit dia menyalakan pulpen itu tapi masih belum ada reaksi apapun.

"Aneh sekali dari tadi masih netral. Kenapa ya? "

KLONTANG!! Glutuk-glutuk...

Ren menoleh dan merangkak ke asal suara, ternyata suara itu berasal dari pintu saluran udara. Sebuah walkie-talkie tergeletak disana.

Ren mengambil walkie-talkie dan sesaat kemudian terdengar suara gemerisik

"Kresekk....halo? Apa kau mendengarku?"

"Ya, aku dengar." Balas Ren

Erick berdeham lalu kembali bicara "nak, siapa kau?"

Ren tersenyum lebar "aku hanya seorang bocah yang penasaran."

"Apa kau Underground Bullet?"

"Bukan."

"Jangan berbohong!"

"Untuk apa aku bohong? Tak penting apa aku Underground Bullet atau bukan, tapi yang jelas bantu aku dari luar untuk menyelesaikan hal ini."

Erick terdiam sebentar, lalu kembali melanjutkan "Baiklah, kau satu-satunya harapan kami. Karena berdasarkan salah satu peneliti, virus itu hanya menyerang orang dewasa."

"Jadi virus itu tak berpengaruh pada anak-anak dan remaja?"

"Kurang lebih begitu, orang dewasa yang terjangkit virus ini akan merasa sesak nafas yang bertahap."

"Bertahap? Maksudmu perlahan-lahan?"

"Ya, betul sekali. Kebanyakan korban tewas tidak menyadari sama sekali bahwa mereka sudah terjangkit. Mereka baru sadar saat dada mereka terasa sangat sesak."

"Aku paham. Apakah serum dari virus ini ada?"

"Sayangnya....belum ada."

Ren terdiam, tangannya yang memegang pulpen bergetar hebat "apa maksudmu dengan belum ada?"

"Virus itu kemungkinan seperti asma yang direkayasa secara genetik dan berubah menjadi ganas."

"Apa kau yakin hanya orang dewasa saja yang terjangkit virus ini?"

"Para peneliti mengambil kesimpulan begitu karena sampai sekarang belum ada anak-anak yang tewas."

Ren sampai di penghujung saluran dan membuka pelat besi di sisi kanannya, tiba-tiba lampu pulpen yang dipegangnya menyala  hingga berwarna merah terang.

"Ini level yang tinggi! Virusnya pasti sangat kuat disini."

Kemudian dia melompat masuk ke ruangan itu.

÷÷÷÷÷

TO BE CONTINUED....

Vote dan komentar kalian selalu kutunggu!! :)

Banjarmasin, 4 Oktober 2015. Jam 20:15 WITA. (Unik kan?)
#UlangtahungurutikomSmp
Wkwkkwk..






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top