200 ORANG YANG MATI SIA-SIA

REN MENATAP PEMANDANGAN DI HADAPANNYA DENGAN TANGAN BERGETAR HEBAT.

Kurang lebih 200 orang yang seluruhnya adalah orang dewasa, bergelimpangan tak bernyawa di tengah ruangan. Sedangkan para anak kecil mengintip kejadian itu dari balik meja dan sofa sambil terus menangis.

Ini....pembantaian.

Ren mendekati salah satu anak yang bersembunyi di bawah meja, seorang gadis kecil dengan pita besar di kepalanya

"Hai."

Gadis itu mendongak, tatapannya tertumbuk pada Ren

"Kakak siapa? Polisi?"

"Bukan."

"Lalu?"

"Hanya remaja labil yang nekat menerobos pengamanan polisi dan masuk ke sini."

Si gadis terkikik kecil lalu kembali muram

"Ada apa?" Tanya Ren

"Apa....orangtuaku masih bisa hidup?"

Pertanyaan si gadis serasa membuat dirinya hancur seketika. Gadis ini masih belum tahu kalau orangtuanya sudah meninggal.

"Kalau soal itu, aku tidak tahu."

BRAAAKKKK!!!

Ren menoleh ke asal suara, seseorang berjubah hitam berdiri di ambang pintu.

"Cepat pergi dari sini!!" Teriak Ren pada semua anak yang ada disana.

Orang berjubah hitam itu berlari mendekati si gadis berpita tadi dan mengeluarkan sebilah pisau

"Awas!!"

KRASHH!!

÷÷÷÷÷

Erick mendengar suara teriakan anak-anak dari walkie talkie, lalu dia menoleh ke arah James yang mengatur kamera cctv didalam hotel

"James!! Cepat cek kamera di restoran!"

"Oke!" Sahut James

James memilih layar nomor 14 dan men-zoom layarnya.

Di sana terlihat seorang gadis yang menangis disamping sesosok tubuh yang tergeletak bersimbah darah. Sementara itu, seseorang berjubah hitam mendekati dua orang itu.

"Sialan! Itu remaja yang tadi!"
Teriak James

Erick mengambil walkie-talkie dan langsung berteriak

"HEI! BANGUN BOCAH!"

÷÷÷÷÷

Di saat yang sama, Ren terbangun dari pingsan sesaatnya karena suara nyaring dari walkie-talkie. Rasa sakit mendera punggungnya yang terluka parah. Kelopak matanya terbuka, dan melihat si gadis berpita yang menangisi dirinya.

"Hei, jangan menangis." Bisik Ren, lirih.

"Kak....jangan mati." Bisik si gadis

DEG!!

Tiba-tiba, pikiran Ren beralih pada Kirana yang beberapa jam lalu sudah mewanti-wanti dirinya. Ren tersenyum tipis lalu perlahan-lahan mencoba bangkit.

"Pergilah dari sini." Bisik Ren, tangannya mengusap rambut gadis itu "aku janji akan mengeluarkan kalian semua dari sini. Oke?"

Si gadis mengusap pipinya yang basah "kakak janji?"

"Iya, aku janji."

Si gadis berlari keluar dari ruangan itu. Ren berbalik dan menatap orang berjubah hitam tersebut.

"Kau sudah berhasil menyelesaikan satu kasus, selamat!" Ucapnya

Ren berdeham "lalu kenapa?"

Orang itu mengangkat dua jari tangannya "masih ada dua kasus lagi yang harus kalian selesaikan. Semoga beruntung!"

Lalu, orang itu mengambil sebuah bola dari balik jubahnya. Melemparkan benda itu ke lantai yang kemudian menyemburkan asap tebal.

Setelah asap itu hilang, orang berjubah tadi juga menghilang. Sebagai gantinya, selembar kertas mendarat di lantai.

Di kertas itu tertulis:

ASAP TADI MENGHILANGKAN VIRUS. HOTEL SUDAH STERIL.

W.R

Ren melepaskan masker gas yang dipakainya lalu memasukkan benda itu ke dalam tas. Sambil tersenyum dia menyalakan senter dan menyorotkannya ke arah para polisi.

"Dia berhasil!!" Teriak Erick dengan penuh semangat. Lalu dia mengambil walkie-talkie

"Hei nak, terima kasih! Omong-omong siapa namamu?" Tanya Erick

Hening. Tak ada suara.

Erick melihat cctv yang menampilkan keadaan restoran. Tak ada seorangpun di sana, sebuah walkie-talkie teronggok di lantai serta secarik kertas.

"James, bisa lihat kertas itu lebih jelas lagi?"

James mengangguk "tentu saja!"

Setelah membaca kalimat yang tertera di kertas itu, para polisi langsung menyerbu masuk ke dalam hotel.

Ren berhasil keluar dari saluran udara dengan susah payah. Luka di punggungnya benar-benar menghambat. Rasa sakitnya terasa hingga ke kepala, membuat pandangannya mulai kabur.

Tangannya mengetuk jendela mobil Rio, si pemilik mobil masih tertidur di dalam. Tapi saat melihat Ren, dia langsung terbangun dan membuka pintu mobil.

"Hei, bagaimana kasusnya?" Tanya Rio

Ren hanya diam dan setelah masuk ke mobil tiba-tiba pandangannya berubah menjadi gelap.

÷÷÷÷÷

Ren tersadar saat mendengar suara sumpah serapahan Rio dari balik kemudi.

"Wah, sudah sadar ya?"

Ren mendongak dan melihat Rio yang tengah menatapnya sambil tersenyum

"Apa yang terjadi?"

"Kau pingsan, luka dipunggungmu lumayan parah."

Ren mencoba bangkit dari kursi belakang tempat dia berbaring. Punggung dan dadanya dibalut perban.

"Apa lukanya dalam?"

"Lumayan bagi luka tipe gores. Tapi tidak sampai perlu jahitan kok."

"Baguslah. Omong-omong kenapa kau menyumpah tadi?"

Rio menunjuk ke luar "jalanan macet. Entah karena apa."

Ren mengintip ke arah luar. Seperti kata Rio, di luar macet sekali. Tapi jauh lebih parah macet di Jakarta daripada di sini.

"Ini jam berapa?" Tanya Ren

Rio melihat jam tangannya "sudah jam 12 malam. Kenapa?"

"Tidak ada apa-apa, tapi..."

KRUYUK!!

Rio mati-matian menahan tawa saat mendengar suara perut Ren yang keroncongan.

"Kau lapar?"

Ren mendengus "dari suaranya saja sudah tau."

Roni tertawa terbahak-bahak "tenang saja, kau bisa makan di cafe. Kami buka layanan malam gratis."

"Benarkah?!"

Rio mengangguk "kau tamu spesial! Sudah lama kau tidak berkunjung ke sini."

"Yahh kau benar."

"Omong-omong, bagaimana kasusnya tadi?"

Ren menundukkan kepala "buruk."

"Apa semuanya tewas?!"

"Tidak, semua anak-anak selamat. Tapi....orangtua mereka tewas."

"Ya Tuhan, apa presiden salah satunya?"

Ren menggeleng "dia sebenarnya sedang tidak di dalam hotel. Itu hanya kabar bohong."

"What a lucky man!"

"Ya, dia memang beruntung."

"Oh ya, kau mau makan apa waktu di kafe nanti?"

Ren tak menjawab. Saat Rio menoleh, dia melihat bahwa remaja itu sudah tertidur pulas.

÷÷÷÷÷

Pintu kafe terbuka lebar, menampakkan sosok Rio yang "membawa" Ren di punggungnya. Mereka langsung di sambut oleh Kirana, Simon, dan yang lain.

"Astaga, apa dia terluka?," Tanya Aqua "aku bisa mengobatinya."

Rio tersenyum "aku sudah mengobatinya. Tapi sebaiknya diobati lagi, lukanya panjang sekali."

"Antar dia ke kamarnya, aku dan Kirana akan menyusul." Balas Aqua sambil berlari menuju dapur.

"Kirana. Ren dan Rio sudah kembali!" Ucap Aqua sambil menepuk bahu Kirana yang sedang membuat makanan

"Benarkah? Apa dia terluka?"
Tanya Kirana dengan nada cemas.

Aqua mengangguk "tapi tenang saja," katanya "dia selamat."

Kirana langsung berlari dari dapur, menuju kamar mereka yang ada di lantai 2.

Tangannya membuka pintu kamar pelan-pelan. Cahaya menyeruak masuk ke dalam kamar, menampakkan sesosok tubuh yang tengah terbaring di kasur.

"Ren?"

Kirana berjalan mengendap-endap, mendekati Ren yang masih terlelap. Dia bersimpuh di samping kasur itu dan menyentuh dada Ren dengan jarinya.

Sementara itu, Ren mati-matian menahan agar matanya tak terbuka. Sentuhan Kirana benar-benar membuatnya senang, dia tak menyangka gadis itu punya inisiatif sendiri.

Kirana menghela nafas "seandainya aku berani,"

"Berani akan apa?"

Ren membuka mata, menatapnya dengan tatapan heran. Seketika itu juga, wajah Kirana bersemu merah.

"Tak ada apa-apa. Omong-omong bagaimana kasusnya?"

"Buruk, aku tak mau membicarakannya. Kau bisa lihat beritanya besok."

Hening sejenak. Tak ada yang bicara di kedua belah pihak. Hingga Kirana menaiki kasur....

Dan memeluk Ren.

Pemuda itu mengusap rambut hitam Kirana, menahan gadis itu dalam rengkuhannya. Dia tak mau melepas gadis itu untuk hal apapun juga.

Kirana adalah partnernya. Meski tanpa ciuman.

÷÷÷÷÷

Ren terbangun di pagi hari dengan wajah memerah. Kirana bergelung dalam pelukannya hingga semalaman, membuat Simon menggodanya pagi ini.

"Ciee~~ yang tidur sama kekasih." Teriak Simon keras-keras saat Ren turun ke lantai bawah. Rio tertawa dan Aqua terkikik kecil.

"Huh! Memangnya kau sendiri tak tidur dengan Aqua?" Balas Ren

Rio tertawa terbahak-bahak "kalau itu sih, setiap malam mereka tidur seranjang!"

Simon menjulurkan lidahnya "Kak Rio sendiri? Tiap malam juga seranjang sama kak Lena! Waktu malam Jumat ada lolongan serigalanya lagi!" Balas Simon, sengit.

Ren terbahak saat menyadari maksud Simon "pasti suaranya nyaring sekali." Komentarnya

Rio mendecih "kami sudah menikah! Itu hal yang lumrah!"

"Tapi gak sehebohnya juga kaleee!! Lampu gantung di kamarku sampai goyang tau! Kupikir ada gempa, eh ternyata gempa buatan disebelah!" Sahut Simon

Rio mendengus "terserahlah, toh kalian bakal begitu juga saat besar nanti."

Ren dan Simon bertatapan, keduanya membuat ekspresi mual bersamaan. Hingga Rio melempari mereka dengan sendal. Membuat keduanya lari terbirit-birit.

÷÷÷÷÷

Sebuah kotak kayu berwarna hitam di taruh didepan sebuah rumah. Saat seorang gadis kecil mendekati kotak itu, tiba-tiba keluar boneka per besar berbentuk badut yang memeluk sebuah boneka beruang kecil.

Si gadis terlihat sangat senang saat melihat boneka beruang itu, terutama saat melihat secarik kertas yang bertuliskan 'Untukmu'.

Si gadis mengambil boneka itu dan berjalan masuk ke rumahnya. Tanpa menyadari ada sesuatu yang sangat berbahaya telah dimasukkan ke dalam boneka itu.

÷÷÷÷÷

TO BE CONTINUED....

Vote dan komentarnya ditunggu!!

Multimedianya itu gambar magnum yang dipakai Ren :)



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top