Unplaned Pregnant
Sudah setengah hari ini Lyla merasa tubuhnya lemas. Ia sudah sarapan dengan segelas susu dan sandwich isi danging pagi ini. Namun, tubuhnya serasa cepat lelah dan tak memiliki daya. Kepalanya berdenyut, sesekali Lyla memijit perlahan.
Itu sebab ia lebih memilih duduk di kursi admin dan mengizinkan Agus pergi menjemput paket bersama Radit. Widia yang duduk di sebelahnya mengernyit memperhatikan wajah Lyla yang pucat.
"Mbak Lyla nggak apa? Mau saya ambilkan teh hangat?" Widia menawarkan diri.
Lyla mendongak dan tersenyum. "Nggak usah, Wid. Aku nggak apa-apa kok. Cuma pusing sedikit. Akhir-akhir ini sering nggak enak badan," ujar Lyla sembari memijit pelipisnya.
Widia menyeret kursi lebih dekat ke sisi Lyla. "Mmm ... Mbak Lyla udah cek belum? Udah telat datang bulan?" lirih Widia hampir berbisik.
Pijitan di pelipis Lyla terhenti. Ia baru menyadari sesuatu setelah mencerna kata-kata rekan kerjanya. Disambarnya tas ransel yang tergantung pada sandaran kursi. "Wid, aku izin pulang awal, ya. Tolong bilang ke Pak Adam aku nggak enak badan, tapi jangan bilang ke Radit soal ini," pesan Lyla.
Widia mengerjap, namun ia lekas mengangguk dan meyakinkan Lyla semua aman bersamanya.
Tidak. Jangan sekarang, Tuhan. Sungguh aku tak menolak bila memang ia harus hadir. Tapi jangan di saat aku merasa gamang akan perasaan suamiku terhadapku.
Hati Lyla seolah tercubit dengan harapan yang ia lambungkan pada Tuhan. Sungguh. Lyla masih meragukan semua kesungguhan Radit selama laki-laki itu tak pernah mengatakan perasaannya secara lisan.
**
Hari ini agen mulai ramai. Radit dan Agus hampir kewalahan bolak-balik menjemput paket. Pelangggan mulai banyak mengenal Radit. Bisa dibilang para pengusaha wanita entah ibu-ibu maupun wanita muda yang mapan selalu rindu pada kurir tampan menjemput paket. Terutama hari ini, Radit menjadi tranding topik karena mereka bebas menggoda laki-laki itu tanpa ada sepasang mata yang mendelik mengawasi—istrinya. Agus bukanlah rintangan berat dibanding Lyla istri dari si kurir tampan. Tentu saja semua itu membuat Radit jengah. Andai Lyla tidak sakit hari ini, ia pasti tak selelah ini menyingkirkan ibu-ibu yang kecentilan menjawil sana-sini.
Radit melempar sneakers-nya ke sembarang arah di dapur. Ia bergegas mencuci tangan dan meraih sebotol air mineral dari kulkas. Tanpa gelas diteguknya air dingin itu dengan cepat hingga setengah tandas.
Ke mana Lyla?
Mata Radit mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Kaki jenjangnya melangkah cepat ke kamarnya. Ia tersenyum saat Lyla keluar dari arah kamar mandi. Radit menoleh saat Lyla menarik lengan kemeja.
"Dit," lirihnya.
"Ya?"
Lyla hampir membuka suara saat ponsel di meja—yang baru saja diletakkan Radit bersama tas ranselnya—berdering. Nama Anita tertera dari layar ponsel, membuat pemilik ponsel dan istrinya mendesah bersamaan.
"Ya udah, diangkat dulu. Barangkali Lita butuh elo dan Om Tio lagi sibuk di kantor," ucap Lyla.
Wanita itu keluar dari kamar, memberikan ruang privasi untuk suaminya bicara. Radit duduk di meja, mengangkat telepon dengan sedikit resah.
"Halo."
"Bisa temani aku keluar malam ini untuk menebus obat Lita?"
"Om Tio ke mana?" sahut Radit lirih.
"Dit, please ... aku masih belum bisa menerima dia," rintih Anita lelah.
"Baiklah, aku jemput ke apartemen sekalian tengokin Lita," pungkas Radit lalu memutus sambungan telepon.
Radit membanting ponsel ke ranjang. Selalu saja begini. Ia hampir saja frustrasi melepas Anita. Wajahnya yang kerap ketakutan dan terisak sendu selalu membayang dan menimbulkan rasa bersalah karena melukainya. Mau tidak mau, Radit mengakui dulu dirinyalah yang memulai semua kisah romansa dengan Anita. Andai dulu Radit tak meminta wanita itu untuk membuka pintu hati untuknya, pasti semua tak akan serumit ini.
**
Lyla mengencangkan jaketnya, berjalan menyusuri jalan kompleks menuju jalan raya. Rasa penasarannya menyeruak begitu saja saat tadi ia membiarkan Radit pergi menjenguk Lita sendiri. Suami Lyla itu sudah membujuk Lyla untuk ikut mulanya, tapi Lyla menolak dengan alasan tak enak badan meski alasan sebenarnya menghindari hal yang mungkin sanggup membuatnya cemburu dan sakit hati.
Akan tetapi, malam ini Lyla tak tahan lagi. Berulang kali Anita selalu begini, membuat ia jengah setengah mati, ingin mengakhiri semua malam ini juga. Lyla mendesah, berjalan pelan sembari menepuk-nepuk perutnya pelan. Positif. Ia hamil dan Lyla sudah yakin saat sore tadi memberanikan diri mengecek sendiri di rumah menggunakan test pack.
"Jika papamu tidak sanggup memberikan hidup seutuhnya pada kita, mari kita berjuang sendiri," lirih Lyla parau.
Taksi lewat dari arah kanan jalan. Lyla melambaikan tangan, menghentikan taksi dan mengucapkan alamat di mana apartemen Anita berada. Lyla tahu di mana apartemen Anita mengingat ia dulu bersama Riana pernah mengujungi dosen cantik itu dalam urusan konsultasi skripsi di awal penelitian.
Lampu jalanan telihat temaran, klakson kendaraan bersahutan menunjukkan kesemrawutan jalanan Kota Jakarta. Lyla menyadarkan kepala di jendela mobil. Jantungnya berdegup tak keruan. Ia seprti hidup dalam lingkungan orang asing sekarang, menjadi manusia yang tak tahu apa-apa di saat manusia yang lain tahu semua hal tentang suaminya. Tanpa sadar, air mata itu menetes, menganak sungai. Namun, tubuh Lyla masih sanggup bersikap tenang. Beberapa menit dilalui dengan pikiran bercabang.
"Sudah sampai, Mbak," ujar sang sopir menyadarkan Lyla.
Lyla mengeluarkan uang sesuai argo. Ia hampir membuka pengait kunci ketika tanpa sengaja matanya menangkap sosok wanita berlari dari pintu keluar lobi apartemen. Wanita itu berbinar dan menghambur dalam pelukan laki-laki yang tengah bersandar pada sisi mobil. Laki-laki yang ia dekap tersenyum kaku, dengan gerakan lambat ia mengulurkan tangan dan mengelus rambut ikal sebawah bahu.
"Pak, bisa antar saya kembali lagi," kata Lyla parau.
Sopir taksi di kursi kemudi itu mengangguk bingung melihat Lyla yang sudah tertunduk dengan wajah tertutup. Bahu Lyla bergetar hebat, tangisnya pecah.
Mari kita akhiri saja. Aku ... tak sanggup lagi.
**
01-10-2018
Halo, selamat berjumpa lagi dengan Radit yang makin ngeselin sampai pengen nyeburin dia ke empang. :v
Maaf, baru muncul lagi. Barusan dapat update dua cerita: Luna sama Radit. Lumayan deh. :"DLuna repost ulang, lho. Rencananya mau terbit mayor dan alhamdulillah dibolehin repost sampai naskah benar-benar fix mau terbit. Kalian sudah baca Luna belum? Ada yang bilang Luna juga enggak kalah seru, lho. :"D (Malah promo :v)
Oke, sampai jumpa di part selanjutnya. Jangan tanya update kapan, Kak. Saya nunggu mood balik soalnya. Maklum, hormon bumil kebawa-bawa ini. >.<
**
Terima kasih untuk vote dan komentarnya. Entar kalau komentarnya banyak saya pikir-pikir lagi deh buat up Radit. :"D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top