Hide and Seek

Lyla mengerucutkan bibir, melipat kedua tangan di dada seraya bersandar di dinding. Pun sama dengan Radit. Laki-laki yang tengah duduk di kursi admin itu berdecak kesal saat Pak Adam memberikan setumpuk poster promosi program antar-jemput paket. Untuk hari ini, Radit dan Lyla harus menjemput beberapa paket di beberapa rumah yang membuka online shop. Ditambah dengan tugas menyebar poster program antar-jemput paket.

"Kenapa kita lagi sih, Pak? Agus sama Widia ke mana?" protes Radit dengan punggung tersandar lemas di kursi.

"Maaf, Tuan, bukan kami yang meminta, tapi Eyang Kasih sendiri. Beliau juga sudah memindahkan posisi Agus dan Widia sebagai admin," terang Pak Adam seraya menggelengkan kepala tak habis pikir.

Agus yang baru turun dari lantai dua menyodorkan kunci kemeja di hadapan Radit. Ia hanya menampilkan deretan giginya dan mengangguk sungkan. Laki-laki dengan tahi lalat kecil di dagu sebelah kiri itu sudah lama bekerja sebagai kurir di agen ini. Sementara Widia, wanita berusia belum genap 20 tahun lulusan SMK memang sengaja dipekerjakan menjadi admin yang menerima paket masuk, untuk kemudian diklasifikasikan oleh Pak Adam di warehouse sebelum di-pick up oleh kantor cabang.

"Baru kali ini ada cewek jadi kurir," gumam Lyla. Namun, meski harus menggerutu pada mulanya, wanita berhidung mancung itu tetap meraih setumpuk poster dan berlalu lebih dahulu ke parkiran.

Dengan rahang mengeras menahan marah, Radit menyambar kunci mobil. Sungguh, ia tak ada bayangan Eyang Kasih setega ini padanya.

**

"Nggak ada bawel lagi," celetuk Radit seraya menyalakan mesin mobil box berwarna hitam elegan.

"Iya," sahut Lyla dengan kepala tersandar di kaca jendela mobil.

"Nggak ada acara bikin berisik pake kaki di dalam mobil."

"Iya."

"Nggak ada muka ditekuk di depan gue."

"Iya ... gue tahu. Bawel banget sih lo!" Lyla menggeram kesal. Sepertinya justru Radit yang bawel dan suka membuat keributan kali ini.

"Oke. Jadi anak baik, jangan bikin gue kesel," pungkas Radit. Sebelah tangannya terulur, meraih kepala istrinya yang selama ini belum pernah ia jamah, kemudian mengecup puncak kepala Lyla.

Lyla yang tentu saja belum siap secara spontan menjauhkan diri dengan cara mendorong dada Radit. Namun, laki-laki di sisinya itu hanya menyeringai samar dan memilih fokus menjalankan mobil.

**

Lyla hampir kelima kalinya menghela napas saat berdekatan dengan laki-laki yang tengah sibuk memasukkan beberapa paket ke dalam mobil. Lyla yang menghitung jumlah paket tentu saja terkadang tidak fokus. Beberapa kali pula jantungnya berdebar saat tanpa sengaja tangannya bersentuhan ketika Lyla menyerahkan paket pada Radit secara estafet.

"Semua ada sepuluh ya, Mbak. Isinya makanan ringan, tolong jangan sampai jatuh," pesan pemilik perusahaan keripik. Wanita dengan tubuh gempal itu berpesan sembari sesekali melirik ke arah Radit.

Lyla yang semula tak peduli saat wanita itu melirik terakhir kali dengan tatapan intens terang saja menjadi risi. Wanita berlipstik merah menyala dengan dress selutut mengerling genit. Melihat hal itu membuat Lyla menggigit pipi bagian dalamnya, menghela napas kasar, lalu ia embuskan sama kasarnya.

"Maaf, Bu, silakan tanda tangan di sini," pinta Lyla memotong keasyikan ibu-ibu pengusaha keripik itu mengerling pada suaminya.

Ibu-ibu itu sontak menipiskan bibir, menggoreskan tanda tangan di atas kertas resi dengan tekanan dan sedikit kasar. "Iya, makasih," ketusnya sinis. Wanita itu lantas berlalu begitu saja, masuk ke dalam toko snack miliknya.

Lyla mendengkus marah mendekati Radit yang sedang menutup pintu box mobil. "Kenapa lo senyum waktu ibu-ibu itu ngedipin mata ke elo?" cecarnya dengan kedua tangan terkepal di samping tubuh.

Kedua alis Radit berkerut, merasa bingung dengan kekesalan Lyla yang tak semestinya. Namun, beberapa detik kemudian, Radit tersenyum tipis menyadari gelagat tak suka dari kedua bola mata hazel milik Lyla. "Eh, ibu-ibu itu yang genit ngedipin mata ke gue. Kenapa elo marah? Kan, gue nggak ada maksud genitin dia balik," terang Radit. Sebelah bahunya tersandar santai di sisi pintu box mobil.

Wanita yang tengah memeluk map merah di depan dada itu terdiam. Beberapa detik ia mengerjapkan mata, memikirkan emosinya yang tiba-tiba tersentil mendadak karena ulah genit seseorang pada suaminya.

"So?" Radit mencondongkan tubuh ke depan, membuat Lyla refleks ikut mencondongkan tubuh berlawanan arah ke belakang.

"Gu-gue ...." Lyla berpikir keras, mencari alasan yang tepat untuk membenarkan sikapnya.

Radit menegakkan tubuh kembali, melipat kedua tangan di dada seraya menghela napas.

"Gue kan istri sah elo. Ya ... menurut gue wajarlah begitu. Emang ada gitu, istri yang ngebiarin suaminya digenitin orang?" sambung Lyla cepat. Wanita berambut kecokelatan hampir pirang itu mengibaskan rambut, merasa menemukan jawaban yang tepat.

Melihat gelagat sok menang Lyla, Radit terkikik seraya menutup mulut dengan punggung tangannya. Lyla yang semula berekspresi santai perlahan kembali kikuk. Ia hampir berkelit lagi. Namun, saat Radit membuat gerakan kilat meraih pergelangan tangan Lyla dan menariknya lebih dekat dengan satu kali sentakan, mulutnya terkatup rapat. Sialnya lagi, debaran jantung di dada kiri wanita yang mengenakan kemeja kembaran dengan suaminya itu, membuat Lyla gugup setengah mati.

"Boleh nggak, gue sederhanain maksud lo?" Radit berkata lirih dengan kepala sedikit tertunduk.

Lyla hanya mengerutkan kedua alis, lalu mengangguk cepat saking gugupnya.

"Cemburu," lanjut Radit, membuat rona merah di kedua pipi istrinya kentara.

Merasakan tubuh dan wajah yang memanas, Lyla berdeham sembari melepas cekalan tangan Radit di pergelangan tangannya. Namun, baru saja ia merasa berhasil meguasai diri, Radit sudah kembali melakukan gerakan spontan tak terduga. Laki-laki berlesung pipi itu merangkul bahu Lyla dan membawanya berjalan cepat ke samping kanan mobil.

Ah, sialan! Seharusnya Lyla bisa bersikap kasar saja pada laki-laki yang seenaknya begini. Akan tetapi, sungguh tak dibenarkan, bukan, bersikap kasar pada suaminya sendiri yang bersikap manis pada sang istri? Tubuh Lyla menegang dalam rangkulan Radit. Lyla bisa mendengar degup jantungnya yang berirama, mencium aroma maskulin dari parfum bermerek yang menguar dari balik kemeja Radit, dan merasakan hangat saat Lyla menyadari ada dalam dekapan suaminya.

"Njir, itu Dimas sama Riana kenapa bisa ada di sini sih?" keluh Radit seraya mengintip dari balik mobil.

Mendengar dua nama yang dikenal, Lyla ikut melongokkan kepala sedikit. Benar saja, dari ujung jalan ia melihat Dimas yang menggandeng tangan kanan Riana menyusuri trotoar, kemudian masuk ke toko snack.

Lyla berdecak pelan sembari mendongak. "Wajarlah, si Riana doyan keripik. Mau beli keripik mungkin," terka Lyla.

Radit yang masih mengintip melonggarkan rangkulannya dan menunduk. "Gitu, ya?"

Lyla mengangguk cepat.

"Ya udah, buruan kita pergi. Nggak keren juga kalo kita ketahuan pake baju begini," gerutu Radit.

Keduanya memilih bertindak cepat menghindar dari dua orang yang memang ingin mereka hindari. Dua temannya itu memang belum ada yang tahu pernikahan mereka yang termata rumit untuk dijelaskan, meski Radit dan Lyla tahu pastilah ada kecurigaan dari mereka. Belum lagi Riana sempat memergoki cincin di jari manis tangan Lyla. Beruntung gadis energik dan cerewet itu tak menyadari cincin yang sama di jari manis Radit, mengingat kemarin ada Bu Dosen hadir di tengah kekeruhan obrolan mereka.

Teringat Bu Dosen Cantik itu, Lyla mendesah samar. Entah kenapa ada rasa bimbang dan takut bila teringat wanita anggun itu. Lyla melirik Radit dengan ujung matanya seraya bersandar di kaca jendela mobil. Lagi-lagi, desahan samar itu muncul tanpa ia sadari.

**

Sudah pukul 11 siang dan Radit bersama Lyla masih menjemput paket. Kali ini kedua kurir berwajah tampan dan cantik itu berada di sebuah toko buku di mana toko tersebut melayani penjualan online. Hanya saja posisi toko itu berdekatan dengan apartemen Riana. Terang saja hal tersebut membuat pasangan pengantin baru itu tak tenang, sesekali menengok ke arah pintu masuk mengingat toko itu tak terlampau besar.

Sembari menunggu pemilik toko menyelesaikan beberapa paket yang belum sempat terbungkus rapi, Radit dan Lyla berkeliling melihat jajaran rak buku. Namun, hari ini mungkin hati keduanya sedang tertaut dengan kedua sahabat yang tengah memasuki pintu masuk toko buku. Riana tampak bergelayut manja pada lengan Dimas dan sesekali tertawa lepas mendengar lelucon kekasihnya.

Begitu mendengar tawa khas mereka, Radit dan Lyla merunduk dengan cepat, berjalan merangkak menjauh dari jarak terdekat pintu masuk. Rak buku di toko itu memang rendah, hanya sebatas bahu wanita dewasa. Hal tersebut pula yang membuat dua kurir itu terus berjalan merangkak dengan cepat.

"Ya ampun, kenapa mereka berdua pake ke sini sih?" geram Lyla dengan suara berbisik.

"Wajar aja sih, Dimas kadang kutu buku," sambar Radit asal dan sama berbisik.

Insiden itu benar-benar mirip bermain petak umpet. Radit dan Lyla terus berusaha menjauh, saling berbicara dengan suara berbisik. Hingga sebuah tragedi membuat mereka harus menelan pil pahit. Tanpa sengaja Lyla menyenggol rak berbentuk tabung yang berisi gantungan kunci dan pin bergambar cover buku. Rak itu terguling, menimbulkan suara gaduh dan gemerincing gantungan kunci yang berjatuhan ke lantai, bahkan ada beberapa pin yang menggelinding jauh entah ke mana.

Lyla lemas seketika, ia bersimpuh seraya memukul keningnya sendiri, lalu tertunduk dan menggigit buku jarinya karena cemasa.

"Astaga ... tamat udah riwayat Mas Kurir Ganteng ini," gumam Radit seraya memejamkan mata sembari menggeretakkan gigi karena geram dengan kecerobohan istrinya.

"Lho, Radit? Lyla?" Suara bingung itu menginterupsi dua manusia yang masih merunduk.

**

Riana tampak duduk di kursi yang berseberangan dengan Lyla dan Radit. Ia meraih segelas jus jeruk di meja, menyelipkan sedotan di celah bibir. Namun, kedua bola matanya masih menyelidik pada pasangan yang jengah dan sesekali berdecak pelan—menyesali pertemuan ini.

Pun sama dengan Dimas yang duduk bersisian dengan Riana. Laki-laki dengan kemeja kotak-kotak berwarna abu-abu itu melipat kedua tangan di dada, menanti penjelasan. "So ... apa yang mau elo jelasin ke gue?" tanyanya sambil mengedikkan alis sekali.

Radit mengembuskan napas perlahan, menggenggan telak tangan kanan Lyla dan mengangkatnya tinggi ke depan wajah Dimas dan Riana. Sepasang cincin itu tampak berkilau dari jari manis keduanya. Lyla mendesah pasrah, menyangga kepala dengan tangan kiri di atas meja.

Bibir Riana membuka hingga sedotan itu terlepas. Sementara Dimas mengerjap tak percaya. Mereka syok dengan kenyataan bahwa sahabat terdekat telah menikah tanpa kabar.

"Kalian udah nikah?!" pekik Riana sedikit tak terima menerima kabar ini.

"Jadi, waktu lo berantem sama Angga sampai babak belur tengah malem itu, karena lo minta Angga lepas Lyla buat lo?" terka Dimas spontan.

Lyla yang semula tergolek lemas mendadak mendelik. Ia segera menegakkan tubuh, menatap Dimas dan Radit bergantian. Begitu juga Riana, ia ikut menatap kekasihnya dan Radit bergantian.

"Berantem? Tengah malem? Gue?" Lyla menunjuk wajahnya sendiri saking tak percayanya.

"Ya ampun, mulut elo udah mirip ember aja kek mulut cewek," decak Radit kesal. Dilemparnya topi biru dongker—bertuliskan Kasih Ekspres dengan huruf berwarna oranye—ke arah Dimas.

Riana mengibaskan kedua tangan ke udara. Merasa tak dihargai? Tentu saja! Sahabat mana yang tak kesal saat sahabatnya menyembunyikan pernikahan darinya? Riana kecewa berat atas kenyataan yang disembunyikan Lyla dan Radit.

"Terus, lo berdua kenapa pake pakaian kayak gini?" cecar Riana.

Siapa pun tahu seragam biru tua bertuliskan Kasih Ekspres merupakan seragam kurir dari perusahaan eyang Radit.

"Kerja, lah!" sambar Radit cepat dengan tekanan, membuat Riana sedikit tersentak.

"Serius lo? Jadi ... kurir?" Dimas berusaha memastikan. Ia memelankan kata kurir, takut Radit tersinggung.

"Menurut lo, kalo orang udah nikah, dan nggak punya kerjaan, harus gimana? Gue butuh duit buat hidup, sementara Eyang kasih kerjaan begini!" terang Radit sedikit sewot.

"Lah, gimana lagi, kan, elo belum lulus sarjana," bela Dimas dengan ringisan miris.

"Lagian kenapa juga kalian mau dikawinin?" Pertanyaan Riana sontak membuat Lyla terperangah.

"Lo pikir, gue bisa apa waktu bangun pagi dan sadar tidur satu ranjang sama cowok, hah? Dan lagi elonya bego, pake kasih tahu bokap gue!" Lyla menggebrak meja sekali, kemudian memijit kedua pelipisnya. Manusia tolol mana yang sedang ia hadapi sekarang? Sungguh ia tak habis pikir.

Riana menggigit bibir, menatap Dimas dengan wajah nelangsa. Radit mendesah pasrah dan lelah.

"Sorry, deh ...." Riana tertunduk sejenak, tetapi kemudian ia mendongak antusias. "Tapi kalian berdua nggak ngelakuin apa-apa, kan? Elo nggak ...." Riana menatap Lyla dan memperagakan perut membesar.

"Nggak!" sambar Lyla cepat dan tegas.

Namun, tunggu! Tidur? Perut membesar? Lyla merasa ada ganjalan dengan dua hal itu. Mungkinkah .... Lyla menggelengkan kepala kuat-kuat. Ia buru-buru bangkit dari duduk dan berlalu dengan tergesa.

"Dih, itu bocah kenapa?" Dimas menatap kepergian Lyla, heran.

Radit mendecakkan lidah. Namun, dalam otaknya juga muncul pertanyaan yang membuatnya penasaran. Ia memilih ikut bangkit, meninggalkan dua sahabatnya yang masih terheran.

**

(09-08-2018)

Halo, selamat pagi. :)

Enaknya up Radit-Lyla itu pagi, siang, apa sore, apa malam ya? Survei aja sih. Barangkali saya perlu menyesuaikan waktu. Takutnya lagi sibuk kerja terus notif Radit mengganggu secara masal karena bakal sering up. :"D

Terima kasih sudah vote, ya, Kak. :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top