Bagian ; 1.4

[Sudah tersedia part 8 di Karyakarsa kataromchick, ya. Silakan langsung meluncur bagi kalian yang udah gak sabar baca duluan. Happy reading!]

Marina selalu diajarkan oleh kedua orangtuanya untuk selalu berkomunikasi dengan baik. Dia tidak pernah menyalahi aturan dengan mengumpat, marah, atau lebih parahnya menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang salah tentunya. Tetapi belakangan, semenjak mengenal Tamran... Marina jadi lebih sering menyembunyikan dirinya sendiri. Tidak berkomunikasi apa-apa pada keluarganya, khususnya orangtua perempuan itu.

Kalau dipikir lagi, memang seharusnya begitu, kan? Marina sudah dewasa. Sebuah hubungan yang dirinya jalin dengan pria yang kini menjadi suaminya adalah wajar jika tidak disebarluaskan pada siapapun, bukan? Lalu, bagaimana dirinya bisa menjadi anak yang jujur, dan istri yang baik?

Ya ampun, menjadi dewasa itu rumit. Menekan ego sulit, tetapi tak ditekan juga terkadang dibutuhkan. Marina tidak benar-benar tahu dirinya harus melakukan apa sekarang.

Memang benar, pernikahan adalah hal yang tidak main-main. Marina sendiri menyadari hal tidak main-main yang harus dirinya pegang adalah bagaimana dia bisa menahan diri untuk tidak seenaknya saja menceritakan kehidupan rumah tangganya kepada siapapun, termasuk orangtuanya.

Kegiatannya selama di rumah dan menjadi istri yang selama dua puluh empat jam ada di rumah, Marina mengambil kesempatan untuk banyak belajar. Khususnya memasak. Menuju jam makan siang, Marina akan membuat makanan guna mengirimkannya ke kantor sang suami. Sayangnya, dia hanya bisa mengirimkan makanan menggunakan jasa driver online dan mengaku bahwa bekal tersebut berasal dari orangtua pria itu sendiri.

Satu lagi cobaan ini. Siapa bilang menjadi istri seorang Tamran bisa lebih tenang dari ini? Selain menemani masa sulit sang suami, Marina juga harus mau beradaptasi dengan ketentuan yang kantornya buat. Marina tidak tahu peraturan jenis apa yang tidak memperbolehkan karyawannya menikah jika belum melewati kontrak tujuh tahun. Sekarang masa kerja suaminya masih lima tahun, dan Marina belum tahu apakah dirinya benar-benar siap menunggu Tamran untuk selang waktu dua tahun tak diketahui orang kantor suaminya, bahwa Marina adalah istri dari seorang Tamran Rajakawana. Bagaimana jika banyak karyawan perempuan lain yang mendekati suaminya? Bagaimana jika ada kolega yang menginginkan Tamran menjadi menantu dari mereka yang jabatannya lebih tinggi di kantor? Bagaimana...

"Aww!" Marina mengaduh keras karena tangannya terkena cipratan minyak panas dari ikan yang dirinya goreng.

Mencoba untuk tidak panik, Marina mencari keberadaan sesuatu untuk mengoles kulit tangannya yang terasa panas dan perih. Ah, Marina tahu salah satu brand terkenal Korea Selatan yang memang cocok untuk luka bakar seperti ini. Perlahan Marina mengoleskannya, dan segera kembali ke dapur untuk melihat ikannya yang sudah dia balik lebih dulu sebelum berlari ke kamar tadi.

Segera dia memasak dengan cepat. Dia tidak akan membuat jam makan siang suaminya terundur hanya karena luka bakar ditangannya. Sebegitu mencintai pria yang menikahinya untuk menjaga segala keutuhan yang Marina miliki. Dalam bayangan Marina yang begitu menyanjung sang suami, banyak kelebihan yang suaminya miliki hingga membuatnya langsung mengiyakan ajakan pria itu untuk menikah lebih cepat dari perkiraan yang mereka buat.

Marina terlalu mencintai suaminya, Tamran.

*

Tamran mengambil bekal makan siang yang selalu dibuatkan sang istri, tetapi selalu dia dalihkan dari sang mama kepada teman-teman kantornya. Begitu akan memasuki lift dan kembali menuju ruangannya, senyum Tamran luntur karena keberadaan Dimas. Duh! Kenapa mesti sekarang, sih?

"Ke ruangan gue." Dimas berkata dengan angkuhnya. Kalau saja teman satu gank-nya itu bukan anak orang kaya, dan memiliki andil besar untuk keberlangsungannya untuk naik jabatan... Tamran mungkin sudah memilih menyudahi berdekatan dengan Dimas.

Kenapa? Dimas, kan temen kentel lo, Tam?  Tamran bertanya didalam hatinya sendiri. Dia juga bingung, kenapa rasa untuk menghindari Dimas semakin kesini semakin besar. Padahal, mereka berdua yang paling semangat awalnya untuk membuat kesepakatan dalam taruhan. Ada apa sama lo, Tam?

"Bekal dari mama lo?" Kata Dimas melirik sekilas pada kotak makanan yang Tamran bawa. Pria itu berdecih karena Tamran tak menjawabnya. "Bawa sini makanannya, Tam."

"Buat apaan?"

"Bawa sini aja dulu, jangan banyak nanya. Bisa?"

Dimas yang sangat arogan dengan segala titah dan ucapannya begini membuat Tamran benci sekali. Sebab rasanya seperti benar-benar menjadi kacung temannya itu. Meski begitu Tamran tetap menuruti ucapan Dimas, karena mengingat siapa Dimas di kantor itu.

Tamran mengamati setiap gerakan Dimas, mulai dari membuka tempat makanan itu sampai dengan beraninya menyantap masakan istrinya. Yang lebih parah adalah bagaimana Dimas tampak santai menghabiskannya begitu saja.

"Wow. Thanks, Tam. Masakan mama lo emang enak banget. Seenggaknya, sebelum bener-bener ngerasain Marina gue bisa rasain dulu masakannya." Seringai Dimas terbit. "Lo harus selalu inget, Tam. Apa yang lo punya sekarang dan nanti, semuanya ada hubungannya gue. Jadi, mulai nanti saat lo naik jabatan karena gue, jangan pernah berpikir menghabiskan apapun yang Marina buat... bahkan menghabiskan Marina sendirian. Lo harus inget, gue juga punya andil untuk ngerasain  Marina yang lo bilang terlalu lurus, dulu."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top