Bagian ; 1.3
[Part 7 sudah tayang di Karyakarsa kataromchick, ya. Jangan sampai ketinggalan, yups. Dan pastinya follow akun instagram freelancerauthor untuk bisa tahu info-info terkini cerita-ceritaku.]
Sepulang dari sesi bertemu dengan teman-teman satu gank-nya, Tamran pulanng dengan kondisi agak sedikit mabuk. Memang Tamran memiliki kebiasaan berkumpul dengan teman-temannya semasa kuliah. Marina tidak pernah protes akan hal itu, karena memang begitulah kebiasaan sang suami semenjak menjadi pasangan kekasih juga. Toh mereka memang tidak berniat saling mengekang, masa-masa awal pernikahan ini adalah untuk saling mengenal, menapaki kasih sayang satu sama lain.
"Mas, katanya nggak bakal mabuk? Ini apa?" Protes Marina yang tetap membopong bahu lelaki itu menuju kamar.
Memang tak terlalu mabuk parah, hanya saja Marina tak suka dengan gerakan suaminya yang agak sempoyongan. Setahu Marina, kadar jika membuat suaminya agak kelimpungan begini itu tandanya Tamran meminum banyak. Lelaki yang dia bantu masuk ke dalam rumah ini adalah peminum ulung. Walau sebenarnya sempat menjadi culun semasa kuliah, Marina memiliki pemikiran terbuka yang sangat bisa dijadikan patokan untuk siapapun melakukan apa yang mereka mau.
Tapi semakin kesini, Marina juga memikirkan apa yang akan tetangganya pikirkan jika melihat kebiasaan sang suami yang sudah seperti berandalan. Pulang malam, nongkrong, mabuk, dan keesokannya akan menyusahkan Marina dengan berteriak meminta pereda efek mabuknya semalam. Tetangga mereka pasti tahu hal itu, karena dinding mereka saling berhimpitan. Bahkan jika mendesah ketika berhubungan malam saja, mereka akan malu keesokannya karena ketika Marina mengantarkan suaminya ke depan tetangga mereka akan berkata dengan keras sebagai sindiran.
Kalau begini... Marina ingin sekali pergi dari sana. Bahkan jika bisa leluasa, dia akan bolak balik ke rumah orangtuanya. Tetapi ke rumah orangtuanya hanya akan menambah riwayat sindirian yang bisa tetangganya berikan. Disaat seperti ini, Marina inginnya segera pindah saja, tanpa memikirkan jabatan dan uang yang suaminya punya.
Marina menatap sang suami yang sudah mulai terlelap di ranjang mereka. Lalu langkahnya mantap menuju ruang kerjanya sendiri yang tidak diketahui oleh Tamran sama sekali. Diam-diam Marina mencari penghasilan sendiri yang bisa dia kembangkan dan pantau dari rumah, lalu penghasilannya luar biasa. Tamran tak pernah tahu jika Marina memiliki bisnis franchise yang dikembangkan Marina bersama adiknya.
"Iya, Dek?" sahut Marina dari sambungan telepon genggamnya.
"Baru pulang suami kakak?" tanya Arul.
Arul memang bukan adik kandung dari ayah dan ibu Marina, adik lelakinya itu hadir karena kesalahan adik ayah Marina yang kini sudah meninggal karena melakukan bunuh diri pasca Arul lahir. Sedangkan ayah kandung Arul yang seharusnya bertanggungjawab entah kabur kemana.
"Ya, namanya juga kumpul bareng temen. Pasti pulangnya malem begini."
"Kakak bela terus, lama-lama dia ngelunjak, tuh jadi suami."
Marina hanya tersenyum mendengar ucapan Arul yang sudah seperti ibu mereka. Mungkin karena terbiasa, dengan semua itu juga, jadi Marina tidak ambil pusing.
"Udahlah, daripada kamu ngurusin rumah tangga kakak, mendingan kamu urus gimana usaha yang kita bahas tadi."
Marina enggan membuka topik mengenai rumah tangganya pada orang lain, termasuk keluarganya yang sebenarnya tidak seharusnya ikut campur begitu saja. Kecuali ada hal buruk yang terjadi, itupun amit-amit jika benar terjadi. Marina jelas memiliki prinsip untuk tidak mengumbar rumah tangganya sendiri.
*
"Kamu marah, ya, Boo?"
Tamran yang baru keluar dari kamar mandi dan sudah rapi berdandan untuk ke kantor menyimpulkan jika sang istri memang marah padanya karena mendiamkannya begitu saja sejak bangun tidur. Memang salah Tamran juga, sudah pulang dalam keadaan setengah mabuk, pagi-pagi mengeluh dan berteriak minta ini itu, dan ujungnya sekarang harus didiamkan oleh Marina yang benar-benar enggan membalas ucapannya.
"Boo... aku minta maaf, ya, ya, ya? Jangan musuhin aku begini. Aku—"
"Aku mau kamu ngerti, Mas! Bukan Cuma aku yang merasa dirugikan karena tingkah kamu ini. Tapi juga orang lain!"
"Orang lain? Siapa? Aku cuma ngerepotin kamu, kok."
Marina menghela napasnya dengan keras. Lagi-lagi suaminya ini tidak peduli dengan sekitar jika menyangkut dengan masalah yang dirinya sendiri buat.
"Mas... ada tetangga yang dengar kalo malam-malam kamu baru pulang. Agak meracau, bahkan paginya kamu teriak-teriak, mereka terganggu."
"Makanya aku sering ngajak kamu pindah, kan?! Tapi kamu nggak mau. Salah siapa sekarang?!" balas Tamran yang justru balik bernada keras.
"Bukan masalah rumah, ini masalah kamu yang nggak peduli orang lain! Kamu bertingkah seolah kamu masih bujangan! Kamu seenaknya main malem dan pulang dalam keadaan yang—"
"Aku udah bilang sama kamu, Marina! Kamu izinkan aku keluar. Sekarang malah nyalahin aku, apa mau kamu?!"
"Aku nggak mau apapun. Aku Cuma mau kamu berpikir lebih dewasa. Bukan suka melimpahkan kesalahan sama orang lain!"
Marina membanting kain yang dia jadikan alat pembersih piring yang sudah dia cuci. Bergerak meninggalkan sang suami yang bersikap menyebalkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top