Bagian ; 1.2
[Di Karyakarsa sudah sampai part 4 lengkap. Silakan langsung mampir aja yang udah gak sabar baca kisah ini dengan cepat. Aku update setiap hari di Karyakarsa, kok. Jangan khawatir dan berikan dukungan kalian supaya kisah ini semangat untuk aku selesaikan.]
Pulang ke rumah dengan sambutan dari sang istri yang begitu menawan dengan tampilan cantik, rapi, dan wangi membuat Tamran tidak bisa mengalihkan mata dan rasa lelahnya sirna begitu saja.
"Apa aku pernah bilang kamu sangat cantik?" puji Tamran seraya memeluk pinggan Marina dan mencari aroma manis dileher sang istri.
"Aku memang selalu cantik buat kamu, kok." Percaya diri. Ya, semenjak Marina bisa bersanding dengan Tamran, dia merasa begitu percaya diri.
Jelas saja. Bagaimana tak percaya diri, jika lelaki yang menikahinya itu lebih dari yang ia bayangkan nanti ketika memiliki pasangan. Tamran adalah sosok tampan taka da celah, sedangkan Marina... baru-baru ini saja berpenampilan sangat cantik karena sibuk mengurus diri agar suaminya tidak melirik wanita muda lain.
"Makan dulu." Kata Marina berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Tamran.
"Makan kamu aja..." balas lelaki itu dengan manja.
"Masss..."
Untungnya memang mereka tidak menyewa jasa pembantu. Kalau tingkah mereka setiap hari seperti ini, bisa jadi mereka akan ketahuan oleh pembantu rumah tangga yang bekerja nantinya.
"Aku suka wangi kamu. Beda dari parfum biasanya, kan? Kamu pakai apa ini?" tanya Tamran yang masih saja membaui aroma Marina.
"Beneran suka?"
"Hm. Suka." Lidah lelaki itu membelai tengkuk Marina.
"Mas!" seru Marina yang merasa geli sekaligus suka. Bagaimana dia bisa menghindar jika begini yang selalu dirinya dapatkan dari sang suami?
"Jawab dulu, kamu pakai parfum apa?"
"Parfum dari Dimas. Hadiah pernikahan—"
"Dia ngasih parfum? Kapan?"
Marina tahu jika ada yang salah dengan nada bicara suaminya. Tamran akan marah akan sesuatu jika sudah berkata dengan gaya sat ugaris bibir yang terbuka.
"Waktu ijab selesai. Apa Dimas nggak bilang sama kamu?"
"Selain ngasih parfum, dia bilang apa aja?"
Marina mengedipkan mata lebih dari sekali. "Mas... pertanyaan kamu, kok nggak masuk akal, sih? Memangnya apa yang akan temen kamu bilang sama istrimu kalo ketemu? Jelas Dimas ngucapin selamat, dia berdoa yang terbaik buat pernikahan kita. Apalagi?"
Dalam keadaan biasa, mungkin Tamran akan merasa lega. Namun, berbeda kasus jika itu menyangkut Dimas dan teman-temannya yang lain. Bisa saja rencananya akan buyar karena ulah teman-teman semasa kuliahnya. Menghembus napas pelan, Tamran mengakhiri debat mereka dengan mengecup bibir Marina cepat.
"Maaf, ya. Aku cuma cemas aja kalo dia ungkit-ungkit masalah dandananmu dulu sewaktu kuliah." Tamran menyatukan kening mereka. "Aku tahu kamu akan sakit hati kalo denger ejekan mereka. Apa lagi itu masa lalu kamu."
Marina memang tak pernah suka jika ada yang membahas masa kuliahnya dulu. Dia tipe perempuan yang kuat dengan pendirian, cerdas, tapi tak begitu memedulikan penampilan. Dia bahkan lebih gendut disbanding sekarang. Begitu dekat dengan Tamran, dia merubah penampilan perlahan. Bentuk tubuhnya yang memang berisi semakin terlihat proporsional dengan riasan wajah sedikit demi sedikit memolesi wajahnya.
"Makasih, Mas. Tapi Dimas nggak bicara aneh-aneh, kok. Aku juga mulai menerima kalo ada yang membicarakan soal masa laluku. Memang aku jelek."
"Marina... kamu sama sekali nggak jelek, Sayang. Itu pendapat mereka, bukan aku."
Mendengar kalimat itu, Marina merasakan bunga-bunga dihati dan kupu-kupu bertebangan hingga menimbulkan sensasi menggelitik sekali. "Aku cinta kamu, Mas."
Tamran selalu tersentak dengan ungkapan hati Marina, tetapi untungnya dia bisa menguasai diri.
"Ya, aku juga."
*
"Lo beneran mau lanjut, Tam?" Waru bertanya.
"Iya. Emangnya lo kuat pura-pura terus?" tambah Yogi.
Kedua temannya itu saling memandang mencoba melihat keyakinan yang terpancar dari Tamran. Sedangkan Dimas hanya sibuk mencari mangsa di kelab tersebut.
"Gue nggak tahu."
Waru dan Yogi hanya mengedikkan bahu atas jawaban Tamran. "Kapan gue bisa coba si Marina?" celetukan Dimas membuat Waru dan Yogi menyemburkan minuman mereka secara bersamaan.
"Lo gila, Dim?" Yogi berucap. "Marina mau lo coba?"
"Ya... karena si kunyuk udah tahu jawaban dari taruhan kita, kan? Buat apa nunggu lama-lama? Gue penasaran sama service-nya Marina sampe si kunyuk nggak mau ninggalin Marina secepatnya begini. Gue yakin, ada bagian yang paling enak makanya kenapa Tamran nggak mau buru-buru bisa."
"Di otak lo cuma isi selangkangan aja, Bro?" sahut Tamran dengan santai. Lebih tepatnya berusaha santai. Merinding juga mendengar Dimas ingin mencicipi Marina seperti yang kedua temannya khawatirkan.
"Oh. Nggak. Di otak gue juga ada banyak bagian, dada, paha, leher, daun telinga, bahkan lubang belakangnya gue suka."
"Brengsek lo, Dim! Masih malem, nih. Belum pagi, kenapa udah bahas begituan, sih?!" kata Waru yang menggelengkan kepala tak percaya. "Eh, Tam. Gue kasih saran aja, daripada lo terlanjur jatoh, mendingan udahan aja. Kasihan si Marina, dia kelihatan cinta banget sama lo. Udah lo dapetin juga, tuh hasil taruhan semasa kuliah kita. Mau nyari apalagi?"
Dimas mendengus keras, membuat ketiganya menoleh kepadanya. "Udahan apanya, Ru? Si kunyuk ini masih punya satu taruhan sama gue. Lihat aja, sampe dia ingkar, jabatannya nggak akan kemana-mana."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top