The Memories

Acara makan malam berjalan lancar. Semua menu yang disajikan begitu memuaskan. Ini adalah makan malam terhebat yang Amy alami selama beberapa tahun ini. Setelah Ayah dan Ibunya meninggal, dia tidak pernah lagi ikut bergabung dengan keluarga besarnya untuk merayakan apa pun. Dia selalu sendiri, atau dengan Claire. Dia seolah tidak ingin membuka kenangan saat orang tuanya masih ada.

Tapi malam ini seolah terasa lain. Amy merasa ternyata tidak terlalu buruk untuk kembali berkumpul dengan keluarga dan sahabatnya. Mereka mampu menghadirkan senyum ceria Amy yang dulu mereka kagumi. Tawa renyahnya yang selalu memukau dan pancaran rona bahagia dari mata bermanik amber itu. Dan yang paling terlihat mengagumi pesona itu adalah seorang pemilik mata hazel dengan rambut brunnetnya yang kini tertata rapi. Eric betul betul terjerat pesona itu.

Lalu ketika semua memutuskan untuk kembali ke kamar masing masing. Eric menghampiri Amy yang juga siap melangkah menuju kamarnya.

" Hei, mau menemaniku berjalan jalan sebentar?" Ajaknya ramah. Amy tersenyum dan mengangguk.

Mereka berjalan menyusuri sekitaran Villa yang sedikit sepi. Malam sedikit berangin yang menghadirkan hawa dingin yang membuat Amy memeluk dirinya sendiri. Dia merutuki diri, kenapa tadi tidak membawa jacket atau sweater. Eric yang menyadari itu segera membuka jacketnya dan memakaikannya ke tubuh Amy.

" Sedikit kebesaran, tapi tak apalah. Yang pasti kau tidak kedinginan." Eric merapikan jacket di tubuh Amy. Gadis itu tersenyum, lagi lagi menerima perlakuan manis pria itu.

" Terima kasih." Amy berucap lirih.

" Kenapa kau seolah menghindari untuk pulang dan berkumpul dengan keluarga dan sahabatmu?"

Pertanyaan Eric membuat Amy tidak nyaman. Sebenarnya dia malas untuk bercerita. Tapi tatapan mata pria itu membuatnya tenang. Dia mengulas senyum.

" Kau tidak bertanya kepada Ben atau Amanda?" Tanya Amy yang dijawab gelengan oleh Eric.

" Mereka menutup mulut rapat rapat." Jawab Eric dengan tangan membentuk garis di depan bibirnya.

Amy menatap wajah Eric ragu. Kemudian menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Eric meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya. Genggaman tangan Eric membuatnya tenang.

" Beberapa tahun lalu, mungkin kau belum berada disini, atau kau memang tidak menyadarinya. Ada perampokan di Bank Central, mereka membunuh beberapa karyawan dan nasabah. Ayah dan ibuku karyawan di sana dan mereka..."

Amy tak sanggup melanjutkannya. Air mata merebak membasahi pipinya. Eric yang melihat itu dengan segera membawa tubuh itu masuk ke dalam pelukannya. Ada rasa sesal terpancar di wajah pria itu.

" Hei..hei..jangan menangis. Maaf..maaf..aku membuatmu sedih."

Suara Eric terdengar penuh penyesalan. Amy terisak dipelukan pria itu. Ada rasa nyaman yang dia rasakan. Dia semakin ingin menenggelamkan dirinya dipelukan hangat itu.

Eric meregangkan pelukannya dia menatap lekat wajah bersimbah air mata di depannya. Dia mengusap lembut air matanya.

" Please..don't cry. Aku tidak suka melihatmu menangis. Dadaku rasanya sakit melihatnya. Sorry, it's my fault." Eric berkata lirih.

Amy menatap mata yang sedang menatapnya lekat. Ketulusan mengguar disana. Satu lagi yang Amy sadari. Dia tidak pernah melihat itu di mata Dex. Apakah benar yang Claire dan Amanda bilang, bahwa Dex tidak mencintainya atau cintanya itu sudah berkurang. Kesibukannya membuat dia lebih memprioritaskan pekerjaannya itu. Pertanyaan yang sering muncul dibenak Amy, kini datang lagi. Kali ini dia dihadapkan pada kenyataan, bahwa ada seseorang yang begitu penuh perhatian.

" Dengar, pulanglah sesering mungkin atau kau bisa tinggal disini. Aku yakin banyak orang yang akan membuatmu tersenyum. Aku tahu kejadian itu begitu membebanimu tapi terhanyut dalam kenangan itu juga tidak baik. Biarkan Ayah dan Ibumu tenang disana. Kau tidak harus menghindari kenyataan ini, Am. Hadapi dan jangan takut." Ucap Eric begitu lembut. Tangannya mengusap pipinya perlahan.

Amy kembali terpukau karenanya. Selama ini tidak ada seorang pun yang bisa meyakinkannya. Amy kembali menyurukkan kepalanya ke dalam pelukan yang membuatnya nyaman. Dia seolah ingin terus berada disana. Diantara kehangatan dan debaran halus yang didengarnya. Eric tidak menolak, tidak juga menutupi diri jika dia pun menikmati kebersamaan ini.

Lama saling diam, mereka tidak saling melepaskan pelukan. Hingga Eric melirik jam ditangannya. Dia meregangkan pelukan itu. Menatap wajah yang kini tersenyum dan tanpa ragu mengecup lama kening gadis itu. Amy tersipu dengan kembali menerima perlakuan manis dari Eric.

" Ayo aku antar ke kamar. Besok pagi kau harus ikut kelas Zumba kan." Eric tersenyum menatap Amy. Gadis itu mengangguk. Rangkulan tangan kokoh Eric di pundaknya membuatnya merasa nyaman.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top