The Lunch
Eric membawa Amy ke sebuah ruangan di dalam Cafetaria tersebut. Sebuah ruangan dengan nuansa hitam dan abu. Begitu maskulin. Rapi dan menebarkan wangi khas. Wangi yang beberapa hari ini mulai akrab di indra penciumannya.
Amy menoleh Eric yang sedang merapikan beberapa berkas di atas meja. Lalu beralih menatap bingkai foto yang memajang dua wajah yang dikenalinya.
" Cafetaria ini milikmu?" Tanya Amy sambil menatap Eric yang sedang memandangi ponselnya, Pria itu hanya tersenyum.
" Bersihkanlah dirimu dulu, aku sudah meminta Hilda untuk mengambilkan pakaianmu di mobil, sebentar dia akan ke sini. Aku akan menunggumu diluar."
Pria itu meninggalkan Amy yang masih bergeming di tempatnya.
" Maaf Nona, ini pakaiannya."
Seorang perempuan memasuki ruangan dan membuat Amy sedikit terperanjat. Dia mengambil paper bag yang diserahkan wanita itu. Lalu tersenyum ramah.
" Ya, terima kasih. Eh, sebentar.."
Amy menatap wanita itu yang berhenti karena ucapannya.
" Ya, Nona?"
Wanita itu menatapnya dengan senyum. Amy terlihat sedikit ragu. Dia terlihat terdiam sejenak.
" Cafetaria ini milik Eric?" Tanyanya kemudian.
" Ya...Tuan Eric pemiliknya, juga beberapa Cafetaria di pusat kota dan juga Villa untuk resepsi pernikahan itu." Wanita itu menjawab dengan ringan. Amy mengangguk mengerti.
" Ada lagi Nona?" Tanya wanita itu lagi.
" Ah..Tidak, terima kasih."
Wanita itu tersenyum. Kemudian berlalu keluar ruangan sambil tak lupa menutup pintunya.
Amy segera menuju kamar mandi yang ada di dalam ruangan tersebut. Membasuh tubuhnya sebentar. Kemudian berpakaian.
Dia sedikit tersenyum menatap dirinya di cermin yang ada di dalam kamar mandi.
Dia meraba bibir mungilnya. Rona merah menjalari wajah cantiknya. Matanya berkilat memancarkan binar yang terang . Jantungnya berdegup tak beraturan.
Gelenyar aneh itu menyelusup tanpa permisi. Segera dia menggeleng dan membawa langkahnya yang ringan keluar dari ruangan.
Dia mendapati Eric yang sudah duduk di tempat tadi. Pria itu duduk memunggunginya.
Amy terdiam sebentar. Memandang dari belakang Pria yang kini telah berganti pakaian itu.
Kaos lengan pendek yang dipakainya menampakkan otot lengannya yang kekar.
Gagah sekali, batinnya. Amy tersenyum malu. Ketika tersadar bahwa hatinya mengagumi Pria tersebut. Dia melanjutkan langkah dan duduk di hadapan Pria itu.
" Hei, maaf menunggu." Ucapnya pelan.
" Hai, it's okay." Jawab Eric dengan gelengan dan senyuman.
Amy menatapnya lalu beralih menatap sajian di depannya.
" Semoga kamu menyukai apa yang kupilihkan untukmu." Ucap Eric dengan tangan terkembang.
Amy menatapi wajah Eric yang melembut. Mata hazelnya bersinar penuh perhatian. Amy terpukau. Dia tak lagi bisa berbohong.
Pria ini punya pesona dengan perhatian perhatian kecilnya yang selama ini tidak pernah Amy dapatkan dari Dex. Perhatian secara spontan yang terlihat sangat tulus.
" Dan...tidak pedas." Lanjutnya sambil menatap Amy yang terlihat ragu untuk mencicipi sajian itu.
Amy tersenyum tulus. Cantik sekali. Kini giliran Eric yang berteriak dalam hatinya. Jantungnya serasa melompat lompat tak karuan.
Mereka mulai menikmati sajian. Amy tampak puas dengan makanan yang dipilihkan Eric. Senyumnya tersungging disetiap suapannya. Eric senang sekali melihatnya. Dia semakin terpuruk dalam pesona gadis itu.
Suara panggilan masuk sedikit menyentakkan Amy. Dia melirik Eric yang mengangkat ponselnya. Dia jadi teringat akan ponselnya.
Entah dimana benda itu sekarang. Mungkin bersemayam di dalamnya danau. Amy sedikit tersenyum mendengar bisikkan hatinya.
" Aku sedang membetulkan ponselmu. Temanku yang membetulkannya. Maaf tadi aku tak meminta ijinmu dulu."
Seolah dapat membaca suara hati gadis itu, Eric menjawab pertanyaan hatinya. Amy tersenyum.
" Terima kasih." Ucapnya tulus.
Suara lembut itu mengalun merdu di telinga Eric. Pria itu menatapnya penuh senyum.
" Oh ya, Amanda dan Ben menuju ke sini." Ucapnya kemudian. Amy hanya mengangguk.
Mereka kembali menikmati makanannya dalam diam. Eric menikmati setiap gerak gerik gadis dihadapannya. Sangat menarik.
" Oh my God, Am. Kamu baik baik saja kan.."
Suara cemas Amanda mengusik mereka. Tapi tak urung senyum terkembang di bibir Amy mendapati sahabatnya itu datang dengan wajah khawatir.
Senyum gadis itu seolah berkata bahwa dia baik baik saja. Amanda terlihat menarik napas lega.
" Aku dengar kau terjatuh ke danau?" Ucap Amanda dengan mata meneliti Amy.
" Ya, tapi aku kini baik baik saja. Dari mana kau tahu?" Amy meyakinkan sahabatnya itu.
" Ayolah, Am. Ini kota kecil. Berita apa pun cepat sekali tersebar." Ucap Amanda tenang.
Amy menatap sahabatnya itu. Kini dia yang merasa cemas. Wajahnya menampakkan rona merah.
" Kenapa wajahmu memerah?" Tanya Amanda sambil menatap Amy. Ben dan Eric ikut menatapnya. Amy jadi salah tingkah.
" Kau tahu?...."
Pertanyaan itu menggantung. Amanda terdiam lalu ketika tersadar dia tergelak.
" Kau berterima kasih lagi?"
Suara Amanda terdengar menggoda disela tawanya. Amy menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
" Ya Tuhan.."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top