Bagian 1.3 ; Si 'Manja'
Si 'Manja'
1.3
[•]
Ocha masih menangis setelah pagi menjelang. Tidak menyangka jika rasa sakitnya akan sebegitu gila. Dia pikir, akan enak dan menyenangkan seperti kisah yang dia baca. Namun, bukan itu yang ia dapatkan.
"Ssttt. Maafkan, saya, ya?"
Erga dengan setia tetap menemani Ocha yang tidak mau tidur semalaman. Seperti anak kecil yang takut dengan perintah orangtuanya, Ocha tidak menghentikan aksi suaminya malam tadi. Ocha memang tipe yang penurut, karena selama ini selalu dituruti keinginannya.
Erga mengecupi tengkuk hingga sisi wajah istrinya. Mencoba menenangkan Ocha dari sensasi sakit kegiatan mereka menuai malam pertama.
"Harusnya kamu bilang kalo saya keterlaluan," ucap Erga yang sebenarnya merasa lelah.
Setelah semalam menunggangi istrinya, Erga memang sempat terlelap salam 30 menit. Merasa terpuaskan dan lelah, matanya langsung tertutup tanpa mampu diabaikan. Lalu, saat terbangun dia mendengar tangisan istrinya berlangsung hingga jam empat pagi ini.
"Turun, ya? Kita bersih-bersih. Kamu perlu dibasuh air hangat, supaya rileks."
Erga membalikkan tubuh Ocha, lalu menatap wajah kuyu perempuan itu.
"Saakiiittt...." rengekan Ocha menggema. "Sakiiitt... Kak Erga."
Erga memeluk tubuh istrinya. Mendekap sekuat tenaga agar Ocha merasa terlindungi. Sungguh, Erga tetap tidak tega dengan rintih kesakitan Ocha. Walau harus Erga akui, dirinya masih penasaran melakukan hubungan intim bersama Ocha tanpa ikut menahan sakit karena Ocha terlalu menahan miliknya hingga Erga harus mendorong lebih keras untuk membobol milik Ocha.
Sudah Erga katakan, dia tidak mau dihentikan ketika sudah memulai. Meski mengatakan pada Ocha-setelah berhubungan-untuk menegurnya ketika sudah sangat merasa sakit, tetap saja, ambisi gairah laki-lakinya ingin dipuaskan.
"Saya siapkan air hangat. Kamu di sini dulu."
Erga segera beranjak dari ranjang. Tidak peduli dengan keadaannya yang tanpa busana, berjalan ke sana ke mari untuk memastikan segala keperluan mandi dia dan istrinya siap, tanpa bantuan pembantu.
"Ayo," ajak Erga yang sudah menyelipkan tangannya di lipatan tangan serta lipatan kaki Ocha. Menggendong perempuan itu seperti saat akan melakukan malam pertama mereka.
"Jangan ditahan rasa sakitnya. Nangis saja. Saya nggak akan ngetawain kamu karena itu, kok."
Erga dengan telaten membasuh tubuh Ocha. Mandi berdua dalam keadaan yang menyadari ketelanjangan masing-masing memang masih agak canggung bagi Ocha, tapi menyadari bahwa suaminya sudah membiasakan diri, Ocha jadi ingin belajar hal yang sama.
"Kak...," panggil Ocha.
Meski Erga agaknya lelah dengan sikap Ocha yang selalu memanggilnya lebih dulu ketimbang langsung bersuara, tapi Erga juga membiasakan diri. Belajar memahami Ocha yang memang sangat kalem dan lembut terhadap sesuatu.
"Ya, Ocha?"
"Boleh... peluk?" tanya Ocha takut, takut.
Erga tidak menunggu lagi. Dilebarkan tangannya, hingga tempat Ocha bersandar terasa sangat nyaman.
Erga merasakan hidung Ocha mengendus-endus dadanya. "Kamu suka di sana?" tanya Erga melirik ke bawah, di mana istrinya bertengger aman.
"Iya," sahut Ocha tanpa malu. "Kak Erga wangiiii...." ucap Ocha seperti anak kecil.
"Kamu juga wangi. Pakai aroma apa?" tanya Erga, seraya mengelusi rambut cokelat Ocha.
"Kak Erga suka?" Ocha balik bertanya.
"Iya," jawab Erga bergantian tanpa malu.
Erga hanya berharap hubungan itu tetap terjaga selama kondisi perusahaan cabang makin berkembang pesat. Dia akan belajar menyamankan diri bersama Ocha, meski lelah meladeni sikap kekanakan perempuan itu.
Ocha terkekeh, lalu berkata, "Aku nggak mau kasih tau. Biar kak Erga nggak bosen cium wangi aku."
Kucing dikasih ikan tuna begini, mana bosen, Cha? Jangankan wanginya, dagingnya aja bikin nagih. Celetuk Erga dalam hati. Namun, di luar itu dia hanya tersenyum.
"Iya, jangan kasih tau, Cha. Biar saya nggak cepet bosen."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top