Bagian 1.2 ; Si 'Manja'
Si 'Manja'
1.2
[•]
Di dalam mobil, keduanya memakai sabuk pengaman dan Ocha masih dengan senyuman lebarnya memandangi sang suami yang gagah mengemudikan mobil menuju rumah. Ia tidak henti menggenggam tangan yang sebelumnya sudah menyentuh tangan hangat milik suaminya, tadi.
"Kak...," panggil Ocha.
"Kenapa?"
Ocha menggigit bibirnya, gugup. Dia tahu jika Erga tidak akan marah hanya karena dia ingin membahas masalah malam pertama mereka yang belum terjadi juga, tapi Ocha tidak mau membebani suaminya hanya untuk rasa penasaran Ocha sendiri.
"Uhm... kapan... uhm..."
"Kamu mau ngomong apa, sih, Cha?"
Ocha menguatkan tekadnya. Menghembuskan napas sekali, lalu berniat berucap dalam sekali tarikan napas.
"Kapan kita ngelakuin malam pertama?"
Erga yang super terkejut, langsung mengerem mobil dan sempat dimaki oleh beberapa pengendara yang lewat karena merasa terganggu oleh tindakan tiba-tiba Erga. Walau tidak saling mengenal, tapi Erga meringis malu karena dari jendela mobil dia melihat umpatan dari orang-orang tersebut.
Ocha tidak menyangka jika Erga akan sampai melakukan tindakan spontan seperti itu.
"Kak Erga... maaf... maaf. Aku nggak bermaksud bikin-"
"Nggak apa-apa. Saya cuma kaget aja kamu bahas hal seperti itu di mobil. Saat saya menyetir pula."
Erga adalah tipe laki-laki dewasa yang santun dalam berkata, maka sama hal nya saat menyindir. Sangat halus.
"Kak, maaf."
Erga menampakkan wajah biasa setelahnya.
Sampai di rumah, Ocha heran mendapati suaminya yang tidak ikut turun.
"Kak Erga nggak masuk?"
"Nanti saya pulang sekitar," Erga menjeda, seraya melihat jam tangannya. "jam delapan. Kamu mau apa? Nanti saya pulang bawain, kamu mau apa, Ocha?"
"Uhm... nasi goreng gila di deket kantor papa. Boleh?"
Erga mengeluarkan tangan kanannya, lalu mengusap rambut Ocha. "Sini," suruh Erga pada Ocha.
Mengerti kebiasaan suaminya yang sering kali mencium pucuk kepalanya.
"Jangan ke mana-mana kalo saya belum pulang. Kecuali kepepet, ya. Saya bawain nanti pesenan kamu, tapi harus kamu habisin. Nggak boleh nggak. Paham?"
Ocha mengangguk semangat. "Hati-hati, ya, Kak."
Ocha memandangi mobil suaminya hingga tak lagi terlihat.
*
"Wuaaaaahhhh... enak!" seru Ocha senang.
"Makan. Habisin."
Ocha menurut. Untuk seukuran badan Ocha yang kecil, daya tampung perutnya memang sangat besar. Erga jika mengikuti cara makan Ocha tanpa rajin olahraga sebelum ke kantor, bisa buncit dia sebagai laki-laki.
Erga memandangi wajah Ocha yang mungil. Rambut sebahu perempuan itu sebagian ada yang turun dan menutupi wajah Ocha.
"Kenyaaaanggg...."
Ocha terkesiap ketika jemari Erga mengusap pipinya, dan menyingsing rambut Ocha ke samping. Mendapati wajah memerah istrinya, Erga tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia berdiri, menarik tubuh Ocha agar ikut berdiri dari kursi makan.
"Udah kenyang?" Erga berbisik.
"Hmm, Kak." Ocha sudah seperti peliharaan yang mendapatkan kenyamanan dari pemiliknya.
"Sekarang... kamu yang harus mengenyangkan saya, Ocha. Kamu paham?"
Ocha tidak bodoh dengan hembusan berat nan panas milik Erga. Dianggukinya ucapan suaminya itu.
Erga memulainya dengan mengecupi seluruh bagian wajah Ocha. Bibir Erga menyentuhkan kulitnya dengan tengkuk Ocha, rintihan perempuan itu tanpa sadar menggema.
Erga tidak tinggal diam hanya dengan bibir, lelaki itu juga mengurut bagian dada Ocha dari balik pakaiannya, dan Erga hafal bahwa istrinya selalu alfa mengenakan bra ketika di rumah. Mata terpejam Ocha menambah gairah Erga, dipujanya puncak dada istrinya setelah menggigiti leher Ocha.
Rambut Ocha berantakan dengan jemari Erga, juga tangan Ocha dengan naluri alaminya menjambak-jambak rambut Erga.
Tanpa aba-aba, Erga menggendong tubuh Ocha yang bagian atas tubuh perempuan itu sudah terpampang dan membuat Ocha menyembunyikan wajah di dada suaminya, malu.
"Oceana... saya peringatkan kamu. Saya nggak akan berhenti setelah memulainya. Paham?"
Ocha mengangguk lemah dalam dekapan suaminya. "Iya, Kak."
Dan Erga Pratama menyukai bagaimana Ocha menuruti setiap perkataannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top