Chapter 30

Playlist 
EXO - Universe
.
.
.
.
Kejutan!!!
🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉
.
.
.
Moga kalian suka
😉😉😉
.
.
.
Happy Reading
📖📖📖
.
.
.

Apakah keinginan menjadikan planet EXO untuk menjadi sebuah planet yang damai itu hanya sebuah harapan? Bahkan jika berpikir tentang kedamaian alam semesta yang terlepas dari segala niat jahat Czar adalah sebuah mimpi semu?

Seperti ini lah yang saat ini Anora dan para ksatria pikirkan. Kekalahan telak yang membuat mereka sedikit putus asa. Bahkan ketiga putri masih belum bangun setelah beberapa kali Anora mencoba melepas pengaruh Enzio pada ketiga cucunya. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, Anora sudah tua dan tenaganya terkuras akibat pertempuran kemarin.

"Putri, Anda perlu beristirahat," seru Zakline yang merasa cukup khawatir pada Anora.

Wanita tua ini mencoba untuk tersenyum meskipun saat ini bukan waktu yang tepat untuk tersenyum. "Aku tidak punya waktu, aku harus segera membangunkan mereka dan barulah kita bisa merencanakan pencegahan untuk Czar menyerang galaxy. Tapi aku merasa mereka akan menyerang bumi terlebih dahulu.  Zakline, ini masalah yang sangat serius di seluruh Galaxy," ucap Anora dan Zakline pun cukup memahami ini.

Demian mendesah. "Apa tidak ada sebuah cara yang bisa kami usahakan selain kekuatan yang seperti kami miliki?" tanyanya.

"Ada, kalian pergi membantu makhluk bumi untuk memenangkannya," jawab Anora.

"Apa semua makhluk bumi memiliki kekuatan sebesar kita?" Linux bertanya.

Kali ini Anora menggeleng dan tersenyum dalam bersamaan. "Tapi, mereka tidak akan menolak dengan kecanggihan alat yang kalian temukan. Mereka memiliki ambisi dan pikiran terbuka terhadap sesuatu yang bertujuan untuk kemajuan peradaban mereka," lanjut Anora.

"Baiklah, sepertinya kami bisa mengusahakan itu, kalian semua harus bisa membantuku menciptakan sebuah pasukan yang mampu menandingi cybrog maupun Aido. Meskipun tidak sebanding, dapat membuat mereka sedikit kewalahan juga tidak terlalu buruk bukan?" ujar Genio yang mencoba menyemangati semua orang.

"Berapa lama perjalanan ke bumi? Berapa sisa waktu kita untuk membangun kekuatan dan membuat pasukan sekala besar?" Raidon yang selalu cakap dalam urusan taktik perang, ia akan memiliki pemikiran jauh.

"Ku rasa permasalahan Czar saat ini adalah membuat portal yang cukup besar agar memuat semua pasukan dan semua yang ia butuhkan untuk menyerang bumi." Demian benar, permasalah Czar adalah itu.

Anora pun tersenyum, sangat senang dengan Demian yang sangat tanggap ini. "Kita satu langkah lebih unggul dari mereka. Mereka tidak bisa membuat portal antar planet, jadi yang mereka bisa lakukan adalah perjalanan manual menuju bumi." kata Anora.

"Linux, bisakah kau menjelaskannya?" Axel bertanya pada Linux.

"Aku tidak pernah meneliti tentang planet, aku hanya spesialisasi penemuan alat-alat baru," ucap Linux.

"Ku rasa Genio lebih memiliki pengetahuan tentang hal ini." Denta bersuara.

Genio pun tersenyum. "Aku hanya beberapa kali membaca jurnal para ilmuan dari sana yang tidak sengaja dapat ku retas. Jarak planet mars dengan bumi 300 juta mil, bagaimana dengan jarak planet EXO? itu bisa 3 kali lipatnya dan saat itu kita sudah bisa menciptakan banyak hal disana," terang Genio yang membuat mereka semua mengangguk paham, sekaligus lega dalam bersamaan.

---***---

Di ruang yang gelap dengan seseorang yang nampak duduk di sebuah kursi besar. Ia meletakkan kepalanya menghadapi ke atas langit-langit yang dipenuhi dengan rangkaian bintang galaxy. Seseorang yang berada disampingnya ini nampak memperhatikannya. Sementar enam lainnya berada dihadapannya, menunggu keputusan darinya.

"Jadi Yang Mulia, bagaimana kita pergi ke bumi?" tanya Adelar yang berada disampingnya.

Czar pun mendesah. "Kalau saja kita  tidak kehilangan para putri itu ...." sesal Czar yang merasa rencananya sedikit berantakan.

Mate dan Ave langsung bersujud. "Maafkan kecerobohan kami Yang Mulia," mohon mereka dan Czar mengangkat tangannya.

"Berdirilah, ini bukan sepenuhnya salah kalian. Anora memang bukan tandingan kalian, aku tidak menyangka gadis itu mengembangkan kekuatannya di bumi meskipun beresiko dengan umurnya yang akan semakin terbatas. Ia mengorbankan keabadian untuk setara dengan pemimpin Mamsluky lainnya," ucap Czar menjeda. "Kumpulkan para pembuat portal seluruh planet ini, kita akan mencoba untuk menembusnya," perintah Czar.

"Baik Yang Mulia," ucap mereka serempak.

"Bumi adalah tempat yang ideal untuk kita jadikan sebagai tempat penelitian dengan sumber daya yang lebih baik di bandingkan disini. Jika kita berhasil, kita akan dapat memperkuat pasukan, menguasai seluruh planet EXO dengan mudah dan akan datang kejayaan kerajaan Mozarky," lanjut Czar dan mereka semua seketika tunduk.

"Jayalah kerajaan Mozarky!" Lagi, mereka mengucapkan kalimat ini serempak.

Sementara diluar Mozarky, terdapat banyak kendaraan terbang, beberapa kendaraan pengangkut barang dan pasukan yang terus hilir mudik. Beberapa budak perang yang bekerja ekstra hanya untuk mengangkut semua barang-barang tersebut.

Tristan dan Nero sudah berada di sini cukup lama, mengamati mereka secara diam-diam. Bahkan sampai detik ini, mereka masih saja mengamati. 

"Bumi itu planet dimana para putri berada?" Nero bertanya. Pria ini mencoba merakit sebuah senjata dan ini adalah salah satu kelebihan Nero.

"Ya, Czar akan mulai menjalankan rencananya dan sepertinya Bumi akan menjadi target pertamanya," terang Tristan yang kini mengotak atik layar hologram yang menunjukkan beberapa letak tempat seperti kamera cctv. Terlihat beberapa pasukan mengangkut barang-barang dan cybrog yang terus mondar-mandir.

"Apa para putri itu tahu? Apa mereka bisa mengatasinya?" tanya Nero yang entah mengapa merasa Czar benar-benar akan membantai semuanya.

Tristan menggeleng dan mendesah. "Aku tidak tahu, cepat atau lambat tua bangka itu akan mencari kita untuk membantunya," ucap Tristan yang kali ini membuat Nero mendongak.

"Jadi, apa kita harus bergabung dengan Czar, kapten? Untuk memusnakan semuanya," tanya Nero penuh keraguan.

Tristan terdiam, menunjukkan ekspresi serius. "Maka kita akan menyia-nyiakan hidup kita hanya untuk menyakiti banyak orang tanpa sebab. Galaxy tidak hanya menjadi milik kita, ada banyak suku dan ras. Nero, sejatinya kita adalah ksatria penjaga planet ini, tapi kita juga keturunan dari mereka yang bekerja untuk Czar. Sungguh, keputusan yang sangat sulit untuk diambil, tapi jika kita memaksankan diri untuk ikut menyerang seluruh Galaxy, itu berarti kita akan menjadi seseorang yang gila dan kejam," jelas Tristan panjang.

"Selama ini, kita sudah sangat patuh menjalankan segala tugas. Membunuh siapa pun yang mencoba untuk memberontak." Nero pun melihat tangannya. Tak menyangka jika tangannya ini telah berhasil membantai ribuan orang. "Tapi, akhir-akhir ini kita ditugaskan untuk menangkap putri, melakukan tugas seaneh itu dengan tujuan di luar dugaan." Nero mendesah dan merasa ini terlalu lucu, serta kejam dalam bersamaan. "Dan alasaan besar itu adalah menguasai seluruh Galaxy. Mereka merencanakan hal ini cukup lama, bahkan kelahiran kita juga karena rencana ini," lanjutnya.

Tristan pun menganggu. "Sekarang kau tahu kan? Berada di posisi mana kita seharusnya?" tanya Tristan dan Nero pun mengangguk.

"Jadi, kita akan ke Baracky?" Nero bertanya dan Tristan menjawabnya dengan anggukan. "Ya, kita harus melakukan semuanya semampu kita," katanya dan Nero mengangguk sambil tersenyum.

---***---

Baracky, masih tetap menjadi kota dengan malam lebih panjang dan kilatan petir yang menyambar-nyambar. Nampak tenang dan semarak dalam bersamaan. Jika penguasaan bumi oleh Czar telah berhasil, tidak menuntup kemungkinan semua negeri serta distrik di sini akan hilang, tunduk pada kekuasaan Czar yang diktator.

Raidon merasa ngeri hanya dengan membayangkannya saja. Pria ini duduk di balkon, menatap kota yang menjadi warisan turun temurun keluarganyan. Menggunakan segela kemampuannya untuk mempertahankannya selama ini.

"Kau disini?" Raidon menoleh dan mendapati Aaron berjalan mendekat.

Raidon menyambutnya dengan senyum ramahnya seperti biasa. Aneh, tidak biasanya Aaron mengajaknya bicara seperti ini. "Ada apa?" tanya Raidon.

Aaron pun duduk, menatap kota Baracky. "Aku sama khawatirnya denganmu, Adisty adalah rumahku dan Ariona. Kami mengalami banyak hal disana, jika Czar selalu berhasil dalam setiap rencananya, aku takut semua akan musnah." Aaron pun menyampaikan ke khawatirannya.

"Karena itu kita harus berhasil, kumpulan semua sumber daya yang bisa kita kirim ke bumi. Untuk saat ini, negeri kita yang paling memiliki banyak sumber daya," kata Raidon yang menepuk bahu Aaron membuatnya mengangguk paham.

Demian, pria ini semenjak tadi, hanya mendengarkan saja tanpa keduanya sadari keberadaannya yang hanya berjarak beberapa meter. Kini pria itu pergi, berjalan dengan segala kegelisahannya dan berhenti disebuah kamar, membuka pintunya dan menemukan sosok Sinb masih berbaring disana.

Demian pun mendesah, sedih dalam bersamaan. Ia pun duduk dan mulai menggapai tangan Sinb. "Bagunlah ... " lirihnya yang kini mulai mencium lembut tangan pucat Sinb. Dari segala hal yang mengganggu pikirannya, keadaan Sinb lebih dari membuatnya terganggu. Gadis ini sudah seperti tekanan yang membuatnya tergadang akan gila karena terus mengkhawatirkannya.

Demian, terdiam sesaat saat merasakan pergerakan pada jari-jari Sinb. "Reika ... " bisiknya dan mata gadis ini bergerak-gerak meskipun belum sepenuhnya terbuka.

Demian senang bukan main saat tiba-tiba mata coklat itu terbuka. Menunjukkan tanda kehidupan dengan kedipannya beberapa kali. "Demian ... " lirih Sinb dengan mata berkaca-kaca. Demian pun memeluknya.

"Akhirnya kau bangun, aku merindukanmu Reika ..." bisiknya dan Sinb hanya mampu menangis untuk alasan yang tak ia mengerti. Padahal baru kemarin berpisah, tapi kenapa ia merasa cukup lama?

"Kenapa aku juga merasa, kita telah lama berpisah?" tanya Sinb membuat Demian melepaskan pelukannya, tersenyum secerah sinar mentari, membuat jantung Sinb ingin melompat saja.

"Ceritanya sangat panjang, tapi aku rasa saat ini belum waktunya untuk menceritakannya kepadamu," kata Demian sedikit bermain teka-teki membuat Sinb mendengus.

"Kenapa kau suka sekali merahasiakan sesuatu dariku?" protesnya dan Demian pun tertawa sambil memeluk gadis ini.

Ini lah yang selalu Demian rindukan dari sosok Sinb. Begitu kritis dan terkadang keras kepala.

"Demian ...." panggil Sinb sambil mendongak, menatap ksatria tampan ini dengan segala ke kagumannya.

"Hm ...." jawabnya sambil menunduk. Mata mereka saling beradu, membuat getaran aneh ini semakin menjadi-jadi. Jatuh pada pengaguman yang membuat mereka tak dapat melepaskan satu sama lain.

Demian pun mendekatkan wajahnya pada Sinb, lebih dekat hingga hidung mereka bersentuhan, bahkan bibir mereka saling bertautan. Menghantarkan kehangatan yang merambat dalam relung hatinya, membuat tautan tersebut semakin cepat dan intens saja.

"Aku mencintaimu Demian, sangat," akui Sinb membuat mata Demian terbuka dan mereka tersenyum saat kedua bibir itu saling melumat kembali.

Mereka berhenti saat merasa kehabisan oksigen dan lagi-lagi tersenyum sambil berpelukan.

"Aku baru ingat, Enzio membawaku pergi saat itu. Bagaimana dengan yang lain?" Sinb terlihat mulai cemas.

Demian tersenyum. "Mereka baik-baik saja, kita akan menuju ke bumi dan putri Anora juga berada di sini," ucapnya yang membuat Sinb terdiam.

"Nenek? Maksudmu nenekku?" tanyanya dan Demian mengangguk.

Sinb menganga, tak percaya. "Kau serius?" Ia pun bertanya lagi untuk memastikannya.

Demian pun mengangguk membuat Sinb segera bangkit. "Kau masih lemah." Demian memperingatkan Sinb.

"Aku ingin tahu bagaimana keadaan nenek dan apa rencana kita selanjutnya Demian," ucap Sinb yang selalu memiliki keingin tahuan yang begitu besar.

Demian menahannya. "Kau baru pulih, istirahatlah. Aku, Genio dan putri Anora telah merancang sesuatu untuk menggagalkan semua rencana Czar," terangnya.

"Apa itu?" Sinb dengan kekeras kepalaannya.

"Reika!" sosok wanita tua bertongkat, berjalan mendekat.

Sinb terkejut sekaligus cukup senang. "Nenek!" serunya sambil berjalan sempoyongan mendekati neneknya.

Demian sedikit cemas melihat Sinb yang masih lemah.

"Sudah berapa lama Nenek berada disini?" tanya Sinb.

"Sedikit lebih lama, kau sudah lebih baik?" tanya Anora yang merapikan rambut Sinb yang berantakan.

"Reika ...." Lagi-lagi Anora memanggilnya dengan nama itu. Selama ini, ia lebih familiar di panggil dengan nama Koreanya, Sinb.

"Kenapa Nenek memanggilku dengan nama itu?" protesnya yang membuat sang nenek tersenyum.

"Ingat, kau sekarang berada di planet EXO, tempat seharusnya kita berasal. Kau harus menggunakan namamu yang sesungguhnya, Reika Petyay dan ini juga berlaku untuk ke dua saudarimu," terang Anora yang membuat Sinb mendesah.

"Bagaimana keadaan kedua orang tuaku, Nenek?" Tiba-tiba saja Sinb mengingatnya.

Anora pun diam, melangkah mendekati Demian yang semenjak tadi mengamati interaksi cucu dan nenek ini. "Aku mengatakan jika kalian sedang belajar melatih kekuatan kalian di pulau Jeju," terang Nenek yang entah membuat Reika ingin tertawa.

"Dan mereka percaya?" tanyanya membuat Anora mengangguk.

"Mereka sedikit cemas dengan keadaan kalian yang tak terkendali seiring bertambahnya usia kalian" ucapnya yang membuat Sinb memahaminya.

"Tapi tenang saja, kita akan kembali ke bumi dan kau bisa bertemu dengan orang tuamu," lanjut Nenek membuat Reika berpikir.

"Kenapa? Bukankah kita belum mengalahkan Czar? Atau aku ketinggalan sesuatu?" tanyanya memandang Demian dan Anora bergantian.

"Aku akan menceritakannya nanti, ini sudah jam makan siangmu. Ayo, Raidon telah menyiapkan masakan kesukaanmu," kata Demian sambil merangkul Reika.

Anora yang melihat interaksi keduanya pun menggeleng sambil tersenyum geli.

Saat di lorong, mereka berpapasan dengan Lexia dan Axel yang bercanda, bahkan beberapa kali berciuman tanpa rasa malu.

"Ada apa dengan mereka?" Reika menatap Demian dan bertanya dengan ekspresi terkejutnya.

Namun, pria ini menggendikkan bahunya dan membisikkan sesuatu kepadanya.
"Mereka sudah seperti itu semenjak beberapa hari yang lalu." Membuat Sinb kesal seketika. Jiwa pelindungnya mulai muncul dan tentunya ini membuat Demian geli sendiri.

"Yak! Kim Jennie, dimana sopan santunmu!" teriaknya membuat pasangan yang sedang berciuam itu pun terkejut.

"Reika!" Seketika Lexia berlari dan memeluk Reika.

"Kau! Apa kau tidak malu pada Nenek!" bisik Reika kesal.

"Why? Bahkan aku sudah memiliki rencana akan menikah dengannya jika kita sampai di bumi nanti," ungkap Lexia yang membuat Reika menganga.

"Apa kau gila? Kita masih harus sekolah!" tekannys.

"Hello, kau seharusnya bersyukur kalau aku memiliki rencana menikah. Di Amerika, kami bahkan tak akan repot-repot untuk berpikir menikah setelah kita melakukan banyak hal," ucapnya yang seketika membuat Reika menjitaknya.

"Hey! Kenapa kau menjitakku!" protesnya.

"Ikut denganku. Ingat Axel, kau tidak boleh mendekatinya!" tekan Reika yang kini menarik Lexia cepat.

Axel pun hendak memprotes, tapi Demian menahannya. "Sudah, biarkan saja," larangnya.

"Kalian harus menjaga sikap kalian mulai dari sekarang, agar ketika di bumi kalian bisa diterima oleh anak-anakku dan itu akan memudahkan kalian mendapatkan persetujuan untuk mendekati putri mereka," kata putri Anora yang membuat Demian dan Axel saling menatap.

Wanita tua ini pun pergi. Tinggal Demian yang nampak berpikir dan Axel yang mendesah.

"Apa orang tua mereka semengerikan Czar? Ah, ini membuatku gila," kata Axel yang kini pergi.

Demian mengikutinya. "Aku tidak peduli, selagi bisa membuat Reika berada disisiku, aku akan melakukan apa pun untuk mewujudkan itu," gumam Demian yang membuat Axel tertawa.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top