Chapter 26

🎶Playlist🎶

EXO - Eldorado
.
.
.
🎉🎉KEJUTAN KEDUA!!🎉🎉
😂😂😂
.
.
.
Masih ada yang melek??? menanti???
YUK BACA SEKARANG!!!
😆😆😆
.
.
VOTE & KOMEN
JANGAN LUPA!!!!
.
.
BAGI YAN BELUM FOLLOW, CEPET FOLLOW YA
😅😅😅
.
.
.
SEBELUM BACA, AKU HARAP JIKA KALIAN MENEMUKAN BANYAK TYPO MOHON MAKLUM, AKU NGERJAIN 2 CHAPTER DAN SEKARANG TINGGAL NGANTUKNYA DOANK WKWKWK
.
.
.
.
🎡HAPPY READING🎡
📖📖📖🎆🎆📖📖📖
.
.
.
.

Egio island

Sinb menghabiskan waktunya untuk berkeliling, melihat kealamian Egio sekaligus membuat dirinya rileks. Beberapa saat lalu, Tristan mencoba menawarkan dirinya dan Sinb seperti biasanya, instingnya masih sangat tajam. Gadis ini menolak mentah-mentah tawaran Tristan.

Akhirnya ia berkeliling sendiri, mencoba menghirup udara segar, merasakan sensasi berbeda saat berada di planet lain. Ia masih tak menyangka jika tempat ini bukan bumi, padahal semuanya sama hanya teknologi dan beberapa tumbuhan saja yang berbeda. Sungguh, ia merasa nyaman berada disini, Enzio benar-benar menjamin keamanannya disini. Namun, jujur saja Sinb merasa ada yang kurang.

Tidak ada kedua saudarinya, Sinb begitu merindukan mereka dan selalu ingin menangis ketika mengingat keduanya. Semakin ia merasa nyaman disini, semakin membuat ia sedih.

"Bagaimana ini? Aku merindukan kalian," gumannya pada udara kosong.

Pandangannya teralih pada sosok Enzio yang sedang duduk disebuah bebatuan, menghadap kelautan lepas dengan tatapan dinginnya. Sungguh, Sinb merasa aneh, bukankah ia berpamitan untuk pergi ke Mozarky? kenapa ia kembali begitu cepat.

Hanya menatapnya dari samping saja Sinb merasakan aura suram keluar darinya. Seolah ia sedang terjebak di kedalaman fikiran dan dunianya. Apa yang membuatnya terlihat begitu sendirian, jauh dari jangkauan siapapun?

"Enzio..." Sinb memutuskan untuk memanggilnya.

Pria itu pun menoleh, menunjukkan senyuman ramah nan manisnya seperti biasa. "Kau sudah bangun?" tanyanya dan Sinb mengangguk, sebelum akhirnya berjalan mendekatinya.

"Kenapa kau disini? Saat semua orang membutuhkan teman untuk berbicara," tanya Sinb yang tentu membuat Enzio tersenyum. 

Enzio merasa beruntung memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi seseorang, meskipun ia harus terus menguras energinya untuk terus menambahkan pengaruhnya tiap Sinb terlelap dimalam hari. Hal ini sedikit berdampak pada kesehatannya yang menurun, baginya ini bukan masalah dan juga bisa ia manfaatkan untuk mengelabuhi semua orang. Karena, yang ia butuhkan saat ini adalah Sinb, gadis pemilik 12 kekuatan para ksatria yang mampu mewujudkan keinginannya.

"Kau tau, aku selalu merasa sendiri," lirih Enzio yang membuat Sinb mengirutkan keningnya.

"Kenapa? Kau punya Eliot, bahkan si tua bangka Adelar yang menyebalkan itu," oceh Sinb yang tentu saja membuat Enzio tertawa. Seperti ini lah yang ia suka dari sosok wanita asing yang dengan segala ucapan blak-blakannya. Segala yang Sinb keluarkan dari bibir mungilnya itu adalah sebuah hiburan yang cukup berharga untuk Enzio. Seorang yang cukup Enzio kagumi atas segala keberaniaannya dalam mengutarakan apa yang ada dalam fikirannya. Tidak seperti kebanyakan orang disekelilingnya, dalam setiap ucapan selalu memiliki makna tersirat. Selalu ada maksud dibalik semua tindakan dan Enzio cukup muak dengan semuanya.

"Apa kau rasa semua orang berada di pihakku?" tanya Enzio yang lagi-lagi membuat Sinb tak mengerti.

"Lalu, mereka di pihak siapa? Ayahmu yang menyebalkan itu? Bukankah itu wajar, mereka melindungimu karena di perintahkan olehnya dan semua itu karena kau adalah anaknya." Penjabaran yang cukup masuk akal seorang Sinb.

Enzio mengangguk sambil sedikit mengangkat sudut bibirnya, ia tentu bisa menduga jika Sinb akan langsung memahami perkataannya. "Namun, apa kau pernah mendengar jika Czar sang gila kekuasaan itu akan memberikan kekuasaannya pada orang lain?" Enzio mencoba untuk memberikan pertanyaan yang menjerumus dan ia sangat ingin tau, bagaimana pandangan gadis dihadapannya ini.

Kali ini Sinb menggeleng seolah tak percaya dengan pemikirannya sendiri. "Wah, bagaimana bisa? Dia begitu picik kepada anak-anaknya? Seolah memiliki planet ini tak cukup, ia seolah ingin menguasai seluruh galaxy sendiri? Apa dia bisa abadi?" tanya Sinb dan Enzio hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Sinb.

"Jadi dia abadi? Dan, kenapa ia harus memiliki keturunan jika pada akhirnya hanya ingin menguasai semua sendirian?" Sinb masih saja tak memahami cara berpikir Czar.

"Ia hanya ingin memperalat kami. Karena tetap saja, dari begitu banyak mainan kepercayaannya, ia hanya akan lebih mempercayai ikatan darah yang kental," terang Enzio dan Sinb menghela napas untuk itu.

"Aku tau, kebanyakan manusia di bumi juga berfikir seperti itu. Seberapa besar konflik yang terjadi di dalam keluarga, mereka tidak akan bisa lepas begitu saja dan semua alasan itu hanya karena kita memiliki ikatan darah," terang Sinb dan Enzio mengangguk, menyetujui ucapan Sinb.

"Tapi, aku tidak akan membiarkan pria tua serakah itu menguasai semuanya," tandas Sinb dan ia kini menatap mata Enzio dengan serius. "Meskipun kita memiliki hubungan spesial, kita memiliki tanggung jawab berbeda. Aku akan melindungi bumi dengan sebisaku, meskipun itu harus melukai ayahmu. Untuk itu, maafkan aku," lanjutnya dengan sungguh-sungguh.

Enzio pun mengangguk. "Kau tenang saja, aku sudah punya rencana. Kau tak perlu repot-repot untuk memikirkannya," ujar Enzio membuat Sinb memandangnya penuh tanya.

"Apa yang kau rencanakan?" tanya Sinb.

Enzio tersenyum dan tiba-tiba saja memeluk Sinb. "Sesuatu yang pasti tidak akan mereka duga," bisiknya sambil tersenyum penuh arti.

"Aku tau, kau tidak akan membiarkan semuanya terjadi. Tapi, tau kah kau? Aku merindukan saudariku. Bisakah kita bertemu?" Sinb merengek dan itu cukup membuat Enzio geli.

"Tentu tapi tidak sekarang," ucap Enzio dan Sinb pun hanya mampu mempoutkan bibirnya. Lucu dan menggemaskan, hanya kata itu yang mampu Enzio fikirkan sekarang untuk gadis dihadapannya ini. Ia tentu tidak ingin kehilangan momen indah seperti ini dan untuk mewujudkan kesenangan seperti ini, ia rela melakukan apapun.

"Tenang saja, mereka baik-baik saja. Aku akan membawamu kesana setelah rencanaku berhasil," lanjut Enzio dan Sinb hanya mampu menghela napas, pasrah.

Dari kejauhan, Tristan memperhatikannya dengan seksama. Nero, berdiri disampingnya.

"Kapten..." Nero tak melanjutkan perkataannya karena Tristan mengisyaratkan untuknya berhenti.

"Kita hanya perlu mengamati. Aku belum bisa mempercayainya, kita harus menangkap basah si tua bangka itu kalau-kalau ia benar-benar hanya ingin mengontrol pangeran Enzio," ujar Tristan.

"Tapi kenapa kapten? Kalau sejak awal, Yang Mulia tak berniat memberikan tahtanya kepada siapapun, kenapa ia mesti repot-repot menunjukkan keterpihakannya kepada pangeran Enzio?" tanya Nero yang masih belum memahami semua yang terjadi.

Tristan masih memandangi dua makhluk yang bercengkraman mesra tersebut. "Sudah ku katakan kan? Jika dari semua pangeran, hanya pangeran Enzio yang tak dapat di tebak. Kemungkinan Raja Czar mengetahui sesuatu yang membuatnya harus mengamankan pangeran Enzio dari pada pangeran lainnya." Duga Tristan.

"Lalu apa kita hanya akan diam saja?" tanya Nero.

"Menyusup ke Mozarky, berpura-puralah menemui pangeran Jeisson dan masuklah kedalam ruangan rahasia tanpa sepengetahuan siapapun," pinta Tristan dan Nero pun mengangguk.

"Baik kapten, akan ku lakasanakan!" Nero pun membalikkan badan dan pergi begitu saja.

"Jadi, kita hanya perlu melihat bukan? Siapa yang penuh intrik disini?" guman Tristan yang kini pun membalikkan badan, berjalan menjauh.

---***---

Mozarky island

Disebuah kamar dengan nuansa biru langit yang cerah, Jennie menggeliat merasa silau dengan kemilau mentari yang coba menembus matanya. Ia pun bertambah tak tenang saat merasa seseorang menggerak-gerakkan tubuhnya.

"Puteri..." Panggilan asing dari seseorang yang membuat Jennie terkesiap.

"SHIT! HOW ARE YOU!" Pekiknya heboh seperti biasanya.

Seorang wanita berpakaian yang nampak sama seperti dua wanita disampingnya dan Jennie menduga jika mereka adalah pelayan ditempat ini. Ah, seketika Jennie teringat apa yang terjadi sebelumnya.

Ia pun segera berdiri dan tanganya mencoba meraih baju sang pelayan. "Katakan! Tempat apa ini?" desaknya dan wanita pelayan itu pun ketakutan.

"Ampun puteri, anda sekarang berada di kerajaan Mozarky," ucapnya dengan terbata.

"WHAT?" Jennie terlihat shock dan tak tau harus bagaimana, hingga membuat pelayan itu segera melepaskan diri dari cengkramannya.

Bagaimana gadis ini tak merasa shock? Mozarky? Bukankah itu nama kerajaan yang ingin mereka serang? Bagaimana bisa ia berada disini? Jadi, pria yang membawanya kemarin itu adalah salah satu orang Mozarky?

SHIT! Jennie tak berhenti merapalkan makiannya. Ia masih sangat bingung dengan situasi ini. Bayangkan saja, ini pertama kalinya ia sendirian di planet yang asing ini. Tanpa Sinb, tanpa Mina atau ksatria lainnya. Benar-benar seperti seekor kumbang yang terjebak diantara kegelapan yang tak berujung.

Jennie pun menjambak rambutnya frustasi, ia menangis dalam bingung nan kekalutannya. Hingga, ia mendengarkan suara langkah kaki mendekat. Kewaspadaannya meningkat penuh.

"Kau? Bisakah kau tak membuat keributan di pagi hari?" ucap seseorang yang membuat Jennie menyembunyikan wajah khawatirnya, memberanikan diri untuk mendongak dan matanya seketika membulat saat menemukan sosok yang ia hadapi kemarin, saat ia masih berada di Baracky.

"Ka-u?" ucapnya terbata.

Sosok yang tak lain adalah Hellion kini menyeringai, membuat Jennie ingin sekali menendangnya.

Pria ini pun berjalan mendekat, membuat Jennie sangat-sangat waspada. Ia bersumpah akan menendangnya sampai mati kalau pria ini mencoba untuk menyentuh dirinya.

Namun, saat ia sudah semakin dekat jaraknya dengan Jennie, Hellion berhenti.

"Akan sangat berbahaya jika kau meremukkan tulangku saat ini, aku harus tetap sehat sampai ayahanda menentukan siapa yang akan menjadi pewarisnya," gumannya yang tentu tak di pedulikan oleh Jennie, gadis itu hanya terus membatu dengan tingkat kewaspadaan akut.

"Jadi, aku berharap kau tetap diam dengan manis disini. Jadi, aku tidak perlu melakukan hal sia-sia dengan melukaimu," kata Hellion dengan santai, sungguh pria licik ini pandai bersilat lidah.

"Kau sudah selesai bicara? Kalau begitu tinggalkan aku sendiri, aku juga bisa menggila jika kau terus memprovokasiku," balas Jennie yang tentu membuat Hellion tertawa. Balasan yang tidak buruk, pikir Hellion karena selama ini ia mengira jika Jennie hanya gadis manja nan pasif.

"Baiklah, aku akan membiarkanmu sendiri. Jadi, bersikaplah dengan manis," pesan Hellion sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi, meninggalkan Jennie yang menghela napas panjang.

Ia pun bangkit dan mulai menunjukkan kepanikannya, berjalan kesana-kemari dengan fikiran kacaunya.

"Jika mereka membawa ku kemari? Itu berarti Mina atau Sinb juga ada disini?" gerutunya, mencoba menduga.

Dan dugaan Jennie memang benar, tepatnya Mina berada beberapa meter dari ruangannya. Masih pingsan, entah apa yang telah Greggor lakukan kepadanya? Hingga, membuat Mina terus memejamkan matanya.

Greggor ditemani beberapa dayang yang merawat Mina, telah selesai mengejarkan tugasnya. "Kalian boleh pergi," perintah Greggor.

"Baik pangeran!" kata mereka serempak sebelum akhirnya merek pergi.

Greggor, memandangi wajah Mina dengan seksama. Ia cukup mengaguminya, sungguh cantik nan anggun meskipun dengan tertidur seperti ini.

"Saat, aku berhasil membuatmu menjadi milikku, kau akan ku jaga dengan nyawaku." Janji Greggor yang cukup tulus, tak memiliki pengalaman dengan seorang wanita. Sehingga, ketika ia menyadari perasaannya, Greggor pun langsung memiliki tekat kuat. Dipikirnya, jika seseorang memiliki tekat maka semuanya akan berubah tapi ia lupa jika ini masalah perasaan.

Pikiran, memang akan mudah berubah. Namun, tidak dengan perasaan. Mungkin saat ini Greggor, boleh bersenang-senang namun jika saatnya tiba Xeno tak akan membiarkan Mina jatuh ketangan pria mana pun.

---***---

Baracky city

Masih dengan keramaian orang-orang selepas penyerangan. Menata kembali kota bukan perkara mudah dan keberadaan para ksatria sangat membantu.

Bantuan pemulihan dari Aiden cukup melegakan para korban, sumbangan material yang berlebih dari kerajaan Magnum dan untuk urusan materi semelimpah ini Demian pakarnya. Seolah kerajaan Magnum terlahir dengan kekayaan melimpah.

Sementara Aaron, berhasil menstabilkan sumber daya yang menipis, energi cahaya dari Adisty mampu mencegah kelumpuhan kota. Genio memperbaiki banyak hal yang berhubungan dengan mekanik, Linux pun menjadi tim tersolidnya dan Xeno, mau pun Axel mereka menjadi menyumbangkan tenaga mereka untuk banyak hal. Sementara Denta masih membantu Raidon, seolah menjadi asistennya.

Zakline dan puteri Anora memantau semuanya, mereka harus cepat menyelesaikan masalah ini. Karena setelah ini, mereka harus segera mempersiapkan keberangkatan mereka ke Eldorado.

Lebih cepat, lebih baik. Itu pesan yang selalu puteri Anora katakan, cukup terngiang di kepala mereka membuat para ksatria ini mempercepat menyelesaikan pekerjaannya. Mereka tidak bisa membiarkan para puteri terlalu lama menjadi tawanan kerajaan Mozarky.

"Aaron, kau bisa menambah energi lagi? Kali ini untuk keberangkatan kita ke Eldorado," pinta Genio setelah Zakline memohon kepadanya untuk menyampaikan hal ini kepada Aaron.

Kini mereka berada di dalam pusat pengembangan energi.

"Tentu saja, sebanyak yang kau inginkan. Aku akan menghubungi Arriona," tukas Aaron yang kini mulai memencet benda yang menempel di tangannya dan muncul lah layar proyeksi dengan wajah Arriona memenuhi layar, mereka berbicara santai dan hanya menunggu beberapa jam saja energi itu akan di kirim.

"Berapa lama waktu yang kita butuhkan Genio?" Zakline yang semenjak tadi mengamati, angkat bicara.

"Kalau Aarriona dapat mengirimnya hari ini. Besok kita bisa pergi," jawab Genio.

"Bagus, kita tidak perlu menunggu lama. Kerja bagus anak-anak," puji puteri Anora yang tentu membuat mereka cukup puas. Akhirnya kerja keras ini tidak akan sia-sia.

"Apakah ini pilihan terakhir kita puteri?" Zakline bertanya dan puteri Anora mengangguk.

"Bagaimana persiapan kalian? Tidak ada yang membutuhkan sesuatu untuk dibeli?" Demian datang dengan memopong Aiden yang kelelahan, Xeno pun membantunya sementara Axel membawa tas Aiden yang begitu berat dengan beraneka macam ramuan.

"Tidak, semuanya sudah cukup, benarkan Genio?" kata Linux dan Genio pun mengangguk.

"Kalian pasti lelah, kemarilah anak-anak. Aku akan membuat kalian sedikit rileks," panggil puteri Anora dan mereka pun datang mendekat.

Puteri Anora pun membagi energinya serta mengobati rasa kelelahan mereka.

"Wah, ini sangat segar," ucap Demian.

"Bahkan sakit punggungku hilang." Axel memekik tak percaya.

"Ini benar-benar lebih baik, apa puteri Sierra akan seperti Yang Mulia kelak?" Tiba-tiba saja Xeno merindukan sosok Mina, membuat aura disekitar menjadi suram.

Mereka tentunya mengingat ketiga puteri yang entah bagaimana nasibnya sekarang?

"Dia akan berkembang," jawab Anora dan ia mulai memperhatikan mereka semua. "Jangan khawatirkan cucuku, mereka di didik untuk bertahan di kehidupan yang cukup keras ini. Aku bisa menjamin jika mereka tak akan menyerah begitu saja," ucap puteri Anora. "Dan mereka tak akan berani menyentuh cucuku sebelum tujuan mereka tercapai," lanjutnya.

"Energi dari Adisty telah tiba dan aku tidak menyangka proses pemindahannya lebih cepat. Ini sangat luar biasa dan aku dapat memastikan jika kita akan berangkat hari ini," ucap Genio.

"Kau yakin?" sahut Demian.

"Ya, ini sudah cukup untuk pengisihan daya energi." Kali ini Linux yang menjawabnya.

"Kalau begitu, kita akan berangkat sekarang?" Aaron mencoba tertanya.

"Ya, kita bisa berangkat sekarang!" jawab Genio.

"Bagus anak-anak," puji Zakline.

"Kalian memang para ksatria. Ayo kita berangkat!" kata puteri Anora yang sudah bersiap ditengah lingkaran. Mereka pun menyusul, berada ditengah lingkaran.

Mulut puteri Anora berkomat-kamit, cahaya keemasan mengkilat pun nampak keluar mengelilingi lingkaran dengan orang-orang didalamnya.

Dan mereka mulai menghilang satu persatu. Perjalan menuju Eldorado dimulai.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top