Chapter 22
🎶Playlist🎶
Bobby IKON, Mako, and The Word Alive - RISE Remix
.
.
.
Mozarky Island nampak begitu sepi. Raja Czar duduk disebuah bangku taman istana, disebelahnya sudah ada Elyana yang menemani.
"Aku sebenarnya menginginkan Enzio memenangkan kompetisi ini." Tiba-tiba saja Czar mengatakan hal itu kepada Elyana. Wanita paruh bayah ini nampak terkejut, tapi saat Czar memandangnya keterkejutan itu sirna, berganti dengan senyuman.
"Kenapa Yang Mulia?" Tanya Elyana dengan tenang.
"Mereka tidak memiliki kekuatan seperti klan ksatria. Enzio, selain ia memiliki kekuatan tapi anak itu cukup pintar dan berhati-hati. Ia sangat mirip denganku. Hellion penuh dengan ambisi dan Greggor selalu menurut kepadaku, Jession lebih menyukai dunianya dan segala penemuannya dan Morfeo, dia terlalu terobsesi dalam peperangan. Hanya Enzio yang tak mampu ku tebak pemikirannya. Mozarky membutuhkan pemimpin sepertinya dan jika saja Enzio bisa memperoleh hati gadis keturunan Lev, maka tanpa menunggu aku akan memberikan tahta ini kepadanya." Ungkap Czar yang tentu saja membuat Elyana menganga, tak mampu mengatakan apapun kecuali pandangan terkejutnya.
"Kenapa kau diam? Kau tak suka putramu menjadi penerusku? Apa kau berfikir akan membenciku selamanya?" Czar menghela nafas. "Elyana, Anzio sudah dewasa dan sudah saatnya ia mengembangkan dirinya untuk mencapai sesuatu yang lebih besar. Jangan sampai amarahmu menghalanginya." Kata Czar membuat Elyana terdiam.
Sepertinya ia nampak terkejut karena pria tua ini cukup tau apa yang ia fikirkan. Bagaimana bisa, ia membiarkan Elyana tetap tinggal didekatnya sementara Elyana masih menyimpan kebencian kepada Czar. "Bagaimana anda berbicara seperti itu? Masih ada Hellion, bukankah pangeran pertama lebih pantas untuk menggantikan anda yang mulia. Jangan sampai anda mengadu domba putra-putra anda hanya untuk mencari siapa yang lebih pantas menggantikan anda." Ucap Elyana yang hampir mirip seperti peringatan dan sindiran membuat Czar tertawa. Pria tua ini segera menarik istrinya dan mendudukkannya disampingnya, membelai lembut wajah cantik penuh syahdu itu.
"Dengar, aku hanya akan memberikan tahtaku pada mereka yang cukup bisa menyimpan fikirannya untuk dirinya sendiri. Hellion meskipun memiliki banyak kepicikan tapi amarahnya lebih besar. Hanya memanipulasinya sedikit saja, ia akan kehilangan kontrol untuk dirinya sendiri. Greggor, pemikirannya terlalu lurus. Ia tidak punya dugaan atau prasangka jauh, bagaimana bisa dia memimpin negeri ini jika pemikirannya terlalu sederhana seperti itu dan kedua putraku yang lain, mereka tidak pernah berminat dengan tahta ini." Kata Czar sembari menghela nafas. Elyana diam, nampak berfikir.
"Aku mendirikan kerajaan ini dengan susah payah dan aku tidak akan mengambil keputusan dengan gegabah, meskipun para ksatria itu mencoba untuk meruntuhkannya, mereka tidak akan mampu. Lagi pula, aku sudah memikirkan segala kemungkinannya. Tunggu sebentar lagi sampai pasukan kita dapat mengambil seluruh galaxy." Kata Czar.
"Jadi, jika kau menginginkan itu. Maka kau harus membuatnya menang. Hanya dengan cara itu membuatku memikirkan ulang, apakah aku harus membencimu seumur hidup atau mulai berdamai denganmu." Kata Elyana dengan tegas, melihat betapa malu dan menderitanya ia saat ini. Bagi klan ksatria ia sudah terlihat seperti pengkhianat, sementara untuk kalangan penduduk Mozarky kehadirannya seperti seseorang mata-mata yang kapan pun dapat berkhianat.
"Tenanglah, aku menyimpan Enzio dan melindunginya, biarkan putraku yang lain berjuang untuk sementara. Mereka hanya perlu menyadari jika mereka tak cukup hebat untuk memerintah Mozarky." Kata Czar dan Elyana nampak menghela nafas lega.
Dari semua hal yang Elyana benci dari Czar, setidaknya ia mempunyai satu hal yang bisa membuat dirinya berfikir bahwa ia dilahirkan bukan untuk kesia-siaan atau mendapatkan cemooh dari banyak klan. Elyana bersyukur bisa memiliki Enzio disisinya, putra yang begitu ia sayangi dan harapan satu-satunya yang dapat ia andalkan.
---***---
Tristan dan Nero masih berada di kediaman Enzio yaitu Egio island. Tristan semenjak kemarin ingin pergi dan Nero terus menahannya tanpa memberikan alasan yang pasti. Membuat Tristan terus-terusan merasa kesal.
"Sampai kapan kita akan berada disini Nero? Aku tidak bisa menunggu terlalu lama lagi dan juga aku cukup muak menghadapi tingkah pangeran kecil itu." Keluh Tristan yang sembari melatih kekuatan mereka.
"Tunggu, sebentar Kapten. Bersabarlah untuk saat ini, ku mohon." Mohon Nero yang terlihat benar-benar putus asa, sampai sosok pria tua datang mendekat.
"Kau sama sekali tidak belajar dari banyak hal Tristan." Sosok pria tua itu berjalan mendekati mereka. Membuat Tristan nampak terkejut, kemudian menghela nafas panjang. Sementara Nero langsung membungkuk, memberikan hormat sepenuhnya.
"Terima hormat saya Panglima besar Adelar." Seru Nero dan Adelar pun mengangguk.
Panglima besar kerajaan Mozarky, kepercayaan Czar, ia memiliki pasukan bayangan yang hanya diketahui Czar berapa banyaknya. Tidak pernah gagal dalam melakukan pembantaian terhadap kerajaan maupun menghuni galaxy lainnya yang mencoba menentang perintah Czar. Pemikir handal untuk macam-macam strategi perang.
Adelar memperhatikan Tristan kembali. "Kau bahkan tetap kurang ajar terhadap Ayahmu setelah lama kita tidak bertemu?" Omel Adelar yang akan terjadi jika ia berhadapan dengan putra satu-satunya ini. Sementara dalam medan tempur, ia bertingkah seperti malaikat kematian. Tak memiliki sisi seperti manusia sedikit pun, dingin, kokoh dan tak terkalahkan.
Tristan berdecak kesal. "Kenapa kau datang kemari? Apa lagi yang kau ingin kan dariku? Ada banyak daerah di planet ini, kenapa kau harus memilih tempat ini hanya untuk menunjukkan betapa arogannya dirimu." Kata Tristan dingin, ia tidak pernah menyukai ayahnya ini. Salah satu alasannya ia tetap menjadi Kapten dengan kekuatan seorang ksatria ini adalah karena ia harus menerima kenyataan bahwa ayahnya adalah seorang panglima besar dari kerajaan Mozarky yang menjadikan seorang wanita keturunan Klan Ksatria Levity sebagai selirnya. Seluruh Planet EXO cukup tau bahwa ia dilahirkan dengan cap mengkhianat dimata seluruh klan pendukung Raja Lev. Karena hal ini lah, ia lebih dekat dengan Nero yang juga mengalami hal yang sama sepertinya. Tapi anehnya ia tidak bisa dekat dengan Enzio? Entah Tristan merasa Enzio selalu berusaha menyembunyikan segala pemikirannya, tidak sama seperti dirinya dan Nero yang telah melalui banyak cemooh dari banyak orang.
Enzio bisa hidup dengan nyaman dengan segala perlindungan yang Czar berikan. Mungkin semua orang tidak tau, tapi Tristan dan Nero cukup memahami ini karena mereka tau semuanya dari Adelar.
"Jaga bicaramu, apa kau lupa kalau dia adalah Ayahmu!" Teriak seorang wanita berambut karamel, turun dari sebuah kendaraan terbangnya. Menatap tajam Tristan dan lagi-lagi membuat Tristan mendesah.
"Ave, sampai kapan kau membelanya? Bahkan kau terus mengikutinya, kau sungguh sangat tahan dengan kearoganannya." Cibir Tristan.
Kapten Ave adalah pengawal sekaligus bawahan Czar yang merupakan sepupu Tristan. Ia menjaga Tristan semenjak ditinggal pergi oleh ibunya.
Eve melangkah maju mendekati Tristan. Tanpa mengatakan apapun, ia langsung melayangkan pukulannya pada perut Tristan.
BUAK
"Arrrggghhhh" Tubuh Tristan melayang dan secepat mungkin berusaha mengontrol dirinya untuk tak terjatuh dengan buruk. Pukulan Eve yang kuat memang tak bisa dianggap remeh.
"KAPTEN!!!" Nero memekik, mengkhawatirkan Tristan yang belum pulih sepenuhnya.
Seseorang dari arah lain, melesat seperti bayangan. Wajahnya tertutupi oleh benda seperti helm, separuh wajahnya terbungkus kain, hanya meninggalkan mata tajam itu. Ia menarik tangan Nero dan membantingnya keras.
BRUG
"Arrggghh..." Kali ini Nero lah yang merintih.
"Dan kau selalu saja bertahan dengan kebodohanmu!" Seru pria itu, suara seraknya terdengar cukup menakutkan.
Nero memandangnya dan terkejut. "Ayah, tak bisakah kau datang dengan tidak memukul ku? Kenapa setiap kali datang selalu saja memukulku!" Protes Nero yang seketika membuat pria itu menghela nafas.
"Mate, bagaimana bisa kita membuat mereka menjaga Pangeran Enzio? Mereka sangat bodoh sampai aku tidak bisa mengatakan apapun." Sahut Adelar sembari menghela nafas panjang.
Kapten Mate adalah ayah Nero yang juga mengambil jalan yang sama dengan menikahi salah satu keturun klan ksatria Chrony.
"Aku rasa Ave perlu di sini untuk mendisiplinkan mereka." Komentar Mate.
"Kami tidak setuju!" Tristan turun dari atas dan membantu Nero bangun. "Lagi pula untuk apa kami melindungi pangeran kecil itu? Ia sudah memiliki Eliot dan Eldor bersamanya." Lanjut Tristan.
"Bisakah kau berhenti terus membantah?" Ucap Adelar yang merasa kepalanya pusing tiap kali mendengarkan perkataan sinis dari Tristan. "Ini perintah dari Yang Mulia Czar, mau atau tidak mau kalian berdua harus melakukannya. Sampai aku tau, kau bekerjasama dengan Pangeran lainnya, aku akan membunuh kalian saat itu juga." Tegas Adelar dengan tatapan yang tak terbantahkan itu. Ia adalah menganut paham pengikut setia Czar dan tidak akan segan-segan membunuh siapapun yang menentang Czar jika itu diperlukan.
Tristan tersenyum sinis. "Kenapa kau tak membunuhku saja sekarang? Ini lebih baik."
"TRISTAN!"
"KAPTEN!"
Eve dan Nero memekik, ia tak mau melihat Tristan mati sia-sia hanya karena kekeras kepalaannya.
Adelar terlihat begitu marah tapi Mate tiba-tiba mendekat dan menepuk bahunya, rupanya ia berusaha menenangkan pria tua ini.
"Mati itu sangat mudah nak. Jadi itu tidak pantas untuk kalian berdua. Kami bisa melakukan ide lain yang lebih membuat kalian akan tidak berkutik yaitu mengambil segala fasilitas. Setelah itu, kalian akan menjadi orang tak berguna." Kata Mate dan hal ini tentu sangat dibenci oleh Nero. Sering kali saat Mate mencoba menghukumnya, Nero akan menjadi gembel dalam beberapa bulan. Hukuman yang lebih mengerikan dari pada mati, itu menurut Nero.
"Ayolah Ayah! Baiklah aku akan menjaga Pangeran Enzio." Seperti perkiraan Mate, Nero akan langsung menyerah.
"Nero! Bagaimana bisa kau melakukan ini?" Protes Tristan.
"Maafkan aku Kapten. Lagi pula pangeran Enzio juga sudah menolong kita dan membiarkan kita tinggal disini." Bujuk Nero yang membuat Tristan diam tak mampu mengatakan apapun lagi.
"Eve, kau urus mereka. Aku bersama Mate akan mencari pangeran Enzio." Pinta Adelar.
"Baik panglima besar." Ucap Ave sembari membungkuk.
"Jadi...mulai dari sekarang. Turuti perintahku." Kata Eve memandang mereka berdua bergantian.
Tristan hanya mampu mendengus dan meninggalkan Eve begitu saja.
"Kapten tunggu!" Nero berlari mengejar Tristan.
---***---
Kota Baracky yang sama, lebih lama gelap dari pada terang. Lebih banyak kemilau cahaya petir dari pada lampu neon. Disinilah tempat dimana sembilan kesatria dan para puteri sedang menyantap beberapa hidangan makan malam.
"Raidon, setelah makan malam ini, bolehkan aku berkeliling kota. Mungkin saja ada beberapa hal yang dapat ku pelajari." Kata Linux yang terlihat penuh semangat.
"Sepertinya aku harus bergabung dengan mu Linux. Kurasa hanya kita yang memiliki hasrat yang sama disini." Celetuk Genio.
"Kenapa kalian tidak menikah sekarang saja." Cibir Axel.
"Are you stupid! Meskipun di bumi sudah terbiasa pernikahan sesama jenis tapi bagiku itu bukan hal yang masuk akal! Itu jelas kelainan!" Pekik Jennie yang selalu berlebihan seperti biasanya.
"Tenang saja Lexia, disini semua manusia normal. Kami tidak bisa menjalahi hubungan yang tanpa membuahkan keturunan. Tentu itu akan melanggar ketentuan dan aturan yang tertera selama ribuan tahun di pelanet ini." Kata Demian yang seketika membuat Jennie diam.
"Lagi pula itu hanya omongan Axel, bisakah kau tak berlebihan dalam menanggapi banyak hal? Aku sangat lelah mendengar pekikanmu!" Protes Sinb yang seketika membuat Jennie cemberut.
"Berfikirlah bagaimana cara meningkatkan kekuatan kalian. Apa kalian lupa dengan seruan yang Enzio berikan lewat Sinb?" Demian memperingatkan mereka.
"Kami tau, tapi kami juga membutuhkan istarahat. Setiap hari kami harus berlatih dan sekarang kami beristirahat sejenak." Kali ini Aaron angkat bicara.
"Baiklah...Hanya malam ini. Kalian harus waspada dimana pun kalian pergi. Karena mungkin mereka sudah ada disini." Duga Demian mencoba untuk memperingatkan semuanya.
"Dan sepertinya kau harus ikut dengan ku kepusat pelatihan Demian, ada beberapa hal yang harus ku periksa dan meminta pendapatmu, Eiden serta Denta." Kata Raidon.
"Tentu, jadi siapa yang menjaga ketiga putri?" Demian bertanya.
"Aku akan menjaganya." Xeno mengangkat tangannya.
"Aku juga!" Axel pun tak mau kalah.
"Aaron, kau bisa berjaga disini kan?" Tanya Demian dan Aaron pun membuang muka, sepertinya ia masih marah kepada Demian.
"Tidak! Aku harus menemui Arriona di Adisty." Katanya yang kini berjalan menjauh membuat Demian menghela nafas.
"Kami juga pergi!" Seru Linux dan Genio bersamaan.
"Ayo Demian, sebelum malam semakin larut." Ajak Raidon, Denta serta Aiden pun masih menanti.
Demian menoleh, memandang Sinb, seolah enggan meninggalkan gadis yang baru saja beberapa waktu lalu menjadi kekasihnya itu. Sinb yang memahami kekhawatiran Demian tersenyum dan mengangguk, seolah berusaha meyakinkan Demian untuk pergi bersama yang lain.
"Tunggu lah diluar, aku ingin membicarakan sesuatu dengan Reika." Pinta Demian.
"Baiklah..." Kata Raidon yang kini berjalan dengan Denta serta Aiden.
Demian pun menghampiri Sinb dan menariknya pergi. Pergi ke atap dan kini mereka saling berhadapan.
"Kenapa?" Tanya Sinb penuh perhatian. Sungguh, kalian tidak akan pernah membayangkan jika Sinb akan berkata selembut ini. Mengingat bagaimana mereka tak berhentinya mereka berdebat.
"Aku khawatir padamu." Akui Demian dengan jujur, merapikan rambut Sinb yang melayang tertepa angin malam.
"Sudah ada Xeno dan Axel. Kemampuanku juga meningkat, lihatlah ini." Sinb menunjukkan tangannya yang bisa mengeluarkan cahaya sama seperti Aaron. Demian tersenyum sebelum meraih tangan itu dan menciumnya lama.
Pipi Sinb merona seketika. Merasa senang dan malu dalam bersamaan.
"Demian..." Panggil Raidon membuat Sinb segera menarik tangannya dengan cepat. Takut-takut kalau Raidon melihatnya.
Demian tidak marah, malah tersenyum. "Apa sekarang kau malu?" Tanyanya yang sebenarnya Demian hanya ingin menggoda Sinb.
"Ah entahlah. Kau jangan coba-coba menggodaku lagi." Kesal Sinb seperti biasanya.
Demian tertawa tanpa suara. Ia segera menarik Sinb dalam pelukannya.
"Kau harus tetap berhati-hati. Aku tak ingin kehilangan mu untuk kedua kalinya." Kata Demian, mencoba memperingatkan Sinb.
"Baik, kau tak perlu khawatirkan hal ini." Kata Sinb.
Demian melepaskan pelukannya dan menarik tangan Sinb. "Ayo masuk, disini dingin."
Mereka pun masuk kedalam dan Demian pun segera pergi bersama Raidon. Meninggalkan Sinb, Mina, Jennie dan Axel, serta Xeno.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Axel yang terlihat bosan bertanya.
"Lakukan apa saja yang kamu mau, aku tidak peduli!" Pekik Jennie yang merasa risih dengan Axel yang terus saja mengikutinya.
"Aku ingin berkeliling kota dengan menaiki awan, ku pikir Xeno bisa melakukan itu." Entah apa yang membuat fikiran Mina seperti ini, menjadi sedikit konyol.
Xeno tersenyum. "Benarkah, ayo kalau begitu." Ucap Xeno bersemangat.
Sinb menghela nafas. "Lakukan apapun yang kalian mau, aku akan kebalkon." Ucapnya yang merasa malas dengan dua ksatria itu yang hanya ingin berdua saja dengan kedua saudarinya. Bahkan sekarang saja Mina terlihat lebih menikmati kebersamaannya dengan Xeno ketimbang dengannya atau Jennie. Sementara Jennie, Sinb tidak bisa membuat gadis itu memikirkan terlalu jauh, bahkan untuk sekedar peka, dia selalu menjadi gadis kecil yang manis.
Mungkin saat ini, hanya dirinya saja dan Demian yang jelas begitu cemas, sangat cemas malah. Bukannya ia mempercayai perkataan Enzio tapi berhati-hati lebih baik bukan?
"Puteri Reika!" Suara itu? Sinb mengedarkan pandangannya dan menemukan sebuah benda seperti pesawat besar tiba-tiba muncul melewati portal besar.
"Astaga! Apa ini penyerangannya?" Duganya yang segera berbalik akan pergi tapi seseorang menariknya dengan cepat.
"KAU!" Suara Sinb meninggi saat tau siapa yang dengan lancangnya mendekapnya sekarang.
"LEPASKAN AKU ENZIO!" Sinb meronta, berteriak keras.
"Aku tidak punya pilihan selain membawamu pergi. Mereka akan segera datang." Kata Enzio yang nampak serius.
"Aku tidak mau!" Sinb mendorong tubuh Enzio membuatnya terpental jauh tapi seseorang segera menahannya.
Mata Sinb melebar saat mengenali sosok dibelakang Enzio tersebut. "Kau pria yang berusaha melukai nenekku!" Kali ini Sinb terlihat marah.
Seketikan petir menggelegar.
BLEEDDAAR
"Selama malam puteri. Saya Adelar." Pria tua itu memperkenalkan dirinya membuat Sinb menjadi semakin marah saja.
"Kau harus membayar apa yang telah kau perbuat kepada nenek ku!" Kesal Sinb.
"Selesaikan segera Ave, Mate. Jangan sampai melukainya!" Seru Enzio.
"Baik Pangeran Enzio." Kata mereka serempak. Sosok wanita berambut karamel datang dengan seorang pria memakai benda seperti helm dan separuh wajahnya tertutup masker, hanya tersisa mata dengan tatapan tajam itu.
Kedua Kapten itu melesat cepat, bebas tanpa mampu Sinb prediksi. Sekali lagi, pengalaman bertarung itu selalu menjadi penentu kemenangan atau kekalahan.
Brug
Sinb terjatuh saat Ave berhasil menyerangnya.
"Mate bawa dia!" Kata Adelar. "Ayo kita sudah tak memiliki waktu lagi. Rombongan pangeran Hellion dan Greggor akan segera sampai." Lanjut Adelar.
"Baik panglima." Kata Mate yang kini mengambil tubuh Sinb yang berhasil dilumpuhkan dalam satu serangan.
"Kita pergi sekarang."
Wosshhh
Mereka menghilang bersama kendaraan terbang mereka. Namun kemudian, lingkaran portal tiba-tiba saja menjadi biru dan semakin berkilauan saat dua benda terbang mencoba keluar dari dalamnya.
Seperti perkataan Enzio barusan. Dua benda terbang itu adalah kendaraan milik Hellion dan Greggor yang akan berburu para Puteri keturunan Lev.
-Tbc-
Hi...Seharian ngerjain ini untuk memenuhi keinginan kalian 😉😂😉
Sebagai ucapan terima kasih jangan lupa VOTE and KOMEN YA!!!
Thanks bagi yang menunggu FF abal-abal ini 😂😂😂
Salam cinta dariku 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top