Chapter 8

"Bagaimana keadaannya?" tanya Spencer kepada para medis disana.

"Detak jantung mereka semua stabil, sepertinya mereka seperti mengalami tidur yang panjang. Namun mereka tersadar," jelas sang dokter.

"Maksudnya mereka sadar berada disini?" tanya Spencer lagi, yang merasa khawatir.

"Ya, tapi tidak dengan yang satu ini." Dokter itu mengarah kepada Hazel, wajah Spencer semakin khawatir karena Hazellah yang menjadi inti disini.

Spencer terus menatap kearah Hazel, dia berharap tidak terjadi sesuatu padanya. Apa yang akan dikatakan Hazel jika sekarang dia sedang mengawatirkannya. Hazel pasti akan tertawa karena tidak biasanya dia bersikap seperti itu.

Olivia yang memperhatikannya, mendekati Spencer. Dia menepuk punggung pria itu, tapi tidak mengatakan apa-apa. Kemudian dia pergi. Hari ini cukup melelahkan untuknya, mungkin dia perlu beristirahat atau jalan-jalan sebentar. Jadi, Spencer memutuskan untuk berjalan-jalan keluar, daripada dia harus terus berada disana dan melamun. Itu bukan tipenya untuk melamun.

Udara sore tidak begitu dingin, tapi saat malam akan terasa dingin. Spencer telah menanggalkan pakaian kerjanya sebelum dia pergi dengan hanya memakai t-shirt berlapis hoddie dan celana jeans yang longar. Banyak orang lain yang juga sedang berjalan-jalan sore untuk menuju taman. Begitu pula dengan Spencer, taman bisa menjadi tempat yang bagus untuk melepaskan lelahnya.

Spencer mendekati sebuah kursi taman yang kosong. Kemudian dia duduk disana, dibawah pepohonan yang rindang. Banyak anak-anak yang berlarian bahkan anak-anak muda yang sedang berduaan didekat kolam. Spencer hanya terdiam dikursinya, tatapan matanya tidak kosong, tapi pikirannya sedang melayang jauh disana.

Mencari-cari cara agar dia dapat mengetahui isi pikirannya Hazel. Secara jasmani Hazel seperti orang sekarat. Tubuhnya berada disini sedangkan arwahnya melayang jauh disana.

Pikiran Spencer mengenai Hazel terus menghantuinya. Namun, dia tahu dia harus melepaskan itu semua, dia hanya bagian dari pekerjaannya. Tapi dia sudah terlanjur mencintai gadis itu sejak mereka bertemu.

Pepohonan seakan membisikan kata-katanya kepada Spencer. Tapi Spencer tidak mengerti apa yang telah dikatakannya. Hari semakin sore dan dia terus-terusan memikirkan Hazel. Tiba-tiba terbenak olehnya untuk melakukan sesuatu. Spencer bangkit dari kursi taman, cepat-cepat dia berjalan menjauhi taman tersebut. Tujuannya kali ini adalah menuju rumah Hazel.

***

Hazel tebangun ketika mendengar suara-suara dari luar kamarnya. Dia mengecek jamnya, pukul tujuh malam. Dia tidak tahu apakah jam yang ia pakai sama dengan jam disini. Karena jam yang ia pakai menunjukkan waktu dizamannya. Tidak ada jendela ataupun lubang untuk melihat keadaan diluar, jadi Hazel memutuskan untuk beranjak dari kamarnya. Lantai logamnya terasa hangat, padahal seharusnya terasa dingin.

"Hai, tidur mu lelap sekali. Kau pasti lelah." Ujar sebuah suara di belakangnya.

"Oh, hai Josh. Pukul berapa sekarang?" tanya Hazel kepada Josh.

"Entahlah, aku rasa pukul tujuh. Kenapa? Kau butuh sesuatu?" tanyanya balik pada Hazel.

Pakaian Josh terlihat berantakan, tapi sejujurnya itulah yang membuat Hazel tertarik dengannya. Mungkin ini waktu yang tepat untuk melupakan Spencer. Walaupun dia tidak yakin apakah dia akan bertemu dengan Josh lagi setelah ini.

"Hey, kau butuh sesuatu?" tanya Josh lagi. Karena dari tadi Hazel hanya menatapnya.

"Oh, maaf. Tidak. Tapi aku rasa aku sedikit lapar."

"Baiklah, ikuti aku!"

Hazel mengikuti Josh dibelakangnya. Wangi Josh terasa seperti buah dan itu membuat Hazel suka berada didekatnya. "Ayah dan ibumu kemana?" tanya Hazel.

"Mereka sedang rapat keluarga. Sebenarnya hanya mereka berdua saja sih. Karena aku tidak ingin ikut untuk yang ini. Biasanya dicampur dengan pertengkaran."

"Apakah kalian selalu melakukan rapat keluarga?" tanya Hazel yang sepertinya bingung. Dia tidak pernah melakukan hal semacam itu dizamannya. Biasanya hanya diskusi biasa seperti uang jajannya akan dikurangi jika dia pulang telat dan semacamnya.

"Tidak juga, ini hanya dilakukan jika ada keadaan yang yang benar-benar harus dibicarakan. Memangnya keluarga mu tidak pernah melakukan rapat keluarga?"

Hazel menggigit bawah bibirnya. "Biasanya keluarga ku hanya melakukan diskusi biasa, tidak pernah sampai seserius ini."

Hazel dan Josh berdiri di halaman belakang rumahnya. Josh mentap langit malamnya. Hazel mengikuti Josh untuk melihat indahnya langit malam. Namun, Hazel baru menyadari sesuatu.

"Josh, dimana bulan dan bintangnya?" tanya Hazel.

"Aku tahu kau seorang pemimpi. Aku juga berharap bahwa bulan dan bintang bukanlah sebuah legenda." Josh tersenyum dan masuk ke dalam rumah.

Hazel hanya diam mendengar ucapan Joah. Entah penjelasannya itu terdengar aneh atau tidak. Hazel tidak tahu cara pikir dan kehidupan dizamannya yang sekarang. Mungkin dia orang purba satu-satunya yang tinggal disini, tentu saja dia berasal dari seribu tahun yang lalu. Siapa orang yang hidup diumurnya yang ke seribu. Jawabannya, tidak ada.

***

Spencer tepat berada didepan rumah Hazel. Rumah dimana ia pertama kali mengantar Hazel dan pertama kali dia bertemu dengan gadis itu, tempat pertama kali dia mengejar Hazel. Spencer menghembuskan nafasnya perlahan. Bahkan sudah lama Hazel juga tidak pulang kerumahnya. Entah apa yang harus Spencer katakan jika ibunya bertanya mengenai Hazel. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa Hazel baik-baik saja dan dia tidak bisa memberitahunya.

Spencer mengetuk pintunya. Tidak lama kemudian seorang wanita yang tentu saja ibunya Hazel. "Maaf apakah ini kediaman keluarga Skylar?"

"Ya, ada apa?" tanya wanita itu.

"Bisakah kau tunjukan dimana ruang kerja Mr. Skylar? Aku dari kepolisian." Spencer menunjukkan lencananya. "Aku harus mencari sesuatu disana."

"Tentu, silahkan!" ibunya mempersilahkan Spencer masuk. Kemudian Spencer mengikuti wanita itu. Dia membuka sebuah ruangan dan mempersilahkan Spencer masuk. Kemudian wanita itu meninggalkannya sendirian. Spencer menutup pintunya, dia memulai pencariannya.

Dia tidak tahu harus mulai dari mana, jadi dia membuka sebuah laci di meja kerjanya. Banyak sekali tumpukan kertas dan entah apakah kertas-kertas itu akan berguna atau tidak. Sebuah lukisan digantung didindingnya.

Lukisan itu menggambarkan seorang pria yang berdiri sendiri dan dibelakangnya terdapat banyak sekali orang terlihat sengsara. Dia bukan ahli lukisan, tapi dari bahan yang ia pegang dia bisa merasakan itu bukan kain kanvas, bahkan catnya terlihat masih baru. Spencer yakin lukisan ini pasti sudah lama, tetapi kenapa catnya masih baru.

"Aku rasa ini aneh," ujar Spencer. Kemudian dia menyentuh lukisan itu dan merabanya, tepat pada saat dia menyentuh dan menekan pada bagian orang yang terlihat berdiri sendiri, lukisan itu tiba-tiba masuk kedalam. Digantikan dengan sebuah lubang kecil berukuran jari tangan. Spencer mengira akan ada sesuatu didalamnya, jadi dia memasukkan jari telunjuknya.

"Aw, apa-apaan ini?" Spencer menarik kembali jarinya. Seperti ada sesuatu yang menggigitnya.

Tanpa dia sadari sebuah pintu terbuka. Spencer mendekati pintu itu, dia berusaha membuka tapi tidak bisa. Mungkin ada sebuah kunci yang tersembunyi untuk membuka pintu ini, tapi pintu itu tidak memiliki lubang kunci seperti pintu-pintu yang lain.

Spencerpun mengeledah tempat ini. Mulai dari laci, lemari bahkan tempat-tempat yang lain. Tapi dia tidak bisa menemukan kunci itu. Hanya ada sebuah gelang terbuat dari besi yang terlihat seperti gelang GPS yang biasa digunakan orang tua untuk anak-anak mereka agar tidak hilang. Tapi tidak mungkin ayahnya Hazel menyimpan ini untuk dirinya sendiri. Jika ini untuk Hazel tidak mungkin dia yang menyimpannya, sudah pasti dia akan menemukan ini dikamar Hazel, bukan diruang kerja Mr. Skylar.

Spencer mengambil gelang itu, kemudian mendekati pintu itu. Sebuah laser menyala dan mendeteksi gelang itu, pintu kemudian terbuka secara tiba-tiba. Spencer berjalan mendekati pintu itu. Mungkin itu adalah sebuah ruangan rahasia. Ayahnya Hazel memang bukan seorang mata-mata, tapi sebagai orang yang penting dalam Negara jelas dia harus memiliki ruangan rahasianya sendiri. Bahkan tidak satupun dari keluarganya yang tahu tempat ini.

Udara disekeliling Spencer berubah menjadi hangat. Dia tidak tahu, apakah suhu badannya yang tiba-tiba saja berubah secara drastis atau karena yang lain. Ruangan itu seperti lift, karena penasaran Spencer masuk kedalamnya. Ruangan itu cukup untuk lima orang, tapi entah apa kegunaannya.

Pintu tertutup secara tiba-tiba, tapi Spencer tidak mengelaknya. Dia hanya berdiri dan terdiam dalam ruangan itu. Sekarang ruangan itu serasa seperti bergoyang dan Spencer merasa mual. Tapi kakinya masih mantap untuk berdiri.

Tidak lama setelah itu, matanya terasa gelap. Kemudian dia terjatuh dan membentur sesuatu. Awalnya Spencer mengira ada sebuah benda besar dibawahnya yang terbuat dari besi. Karena pandangannya masih sedikit buram dia berusaha berdiri dan menyeimbangkan tubuhnya. Yang dia lihat sekarang adalah sebuah jalan yang terbuat dari campuran besi dan alumunium. Kuat tapi tidak terlalu keras. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top