Chapter 6

Perjalanan mereka cukup panjang, sama seperti saat mereka berangkat. Tapi kali ini Hazel duduk disebelah Spencer, itu berkat Thania. Tapi ini membuat Hazel terlihat kaku dan dia tidak ingin bicara. Apalagi setelah Spencer dan Laura dia tinggalkan berdua.

"Jadi, bagaimana malammu dirumah Thania?" tanya Spencer akhirnya.

"Menyenangkan," ucap Hazel singkat, tanpa melihat ke Spencer.

"Oh ya? Aku juga. Kami makan malam berdua dan kami banyak bercerita tentang diri kita," lanjut Spencer.

Kali ini Hazel menatap Spencer. "Wow." Dalam hatinya Hazel ingin mengatakan ′aku tinggalkan kalian berdua dan kalian bersenang-senang?′ tapi Hazel mengunci mulutnya untuk berkata seperti itu dan dia lebih memilih mengatakan hal lain.

"Aku juga. Thania punya kakak laki-laki yang menyenangkan, dia baik dan ramah. Kami berbincang hingga larut malam dan aku sangat senang berada didekatnya," kata Hazel berbohong. Dia hanya berbincang sedikit dengan Akmal dan perbincangan mereka hanya tadi pagi saat sarapan.

Setelah itu Hazel dan Spencer tidak berbicara lagi. Hazel terus menyibukkan dirinya untuk terus berkontak batin dengan kembaraan yang lainnya, hingga sampai di Amerika. Spencer membantu Laura membawa barang-barangnya seperti biasa dan Hazel hanya menatap dengan kesal. Lagipula dia tidak ingin terlihat bodoh dan Thania butuh bantuan untuk membawakan tasnya. Hazel lebih suka menjadi kakak yang baik daripada menjadi gadis yang manja untuk dibawakan tasnya.

"Thania kau butuh bantuan? Biar aku bawakan tasmu." Hazel melirik kearah Spencer.

"Terima kasih," balas Thania.

"Dengan senang hati." Hazel tersenyum dengan senyum yang dibuat-buat tentunya.

Perjalanan mereka benar-benar terasa tegang. Tidak ada satu kata pun selama perjalanan menuju versatile. Bahkan Thania dan Laurapun tidak berbicara satu katapun. Tiga puluh menit kemudian mereka sampai dan Spencer pergi meninggalkan mereka semua. Entah kemana dia pergi, tapi Hazel tidak berniat mencarinya. Lagipula pasti dia masih berada digedung ini.

"Selamat datang kembali di versatile. Kerjamu sangat bagus Hazel. Sekarang kalian harus ikut dengan kami. Teman-teman mu sudah menunggu," seorang wanita yang sama seperti pertama kali dia lihat disini.

"Mrs? Selama ini aku sering melihatmu tapi aku belum tahu nama mu," ujar Hazel pada wanita itu. Mereka berjalan menuju ruang tiga puluh. Wanita itu berhenti tepat didepan ruangan itu dan berbalik menatap Hazel.

"Olivia Ford." Kemudian Olivia berbalik dan membuka pintunya.

"Ford?" tanya Hazel. Tapi Olivia tidak menjawabnya. Tentu saja dia punya nama belakang Ford, mungkin dia istrinya Spencer. Pantas dia selalu terlihat dekat dengan Spencer. Kali ini Hazel harus menyudahinya, awalnya dia mungkin menyukai Spencer, tapi saat dia tahu sudah memiliki istri, dia harus melupakannya.

Saat itu juga Hazel, Thania, dan Laura terdiam. Mereka melihat orang yang memiliki wajah yang mirip dengan mereka. Dan mereka pun sudah terkumpul.

"Bagaimana kau bisa sampai disini?" tanya Hazel ragu.

Mereka semua terlihat mirip, hanya perbedaan umur yang menjadikan mereka tidak terlalu terlihat kembar.

"Seseorang terus berbicara dikepalaku. Mengatakan versatile, dan memberikan sebuah alamat," gadis yang kelihatan seumuran dengan Thania mulai berbicara.

"Dan hal yang anehnya adalah, saat kau mendengar orang itu berbicara kau sedang tidak tidur atau bermimpi," lanjut yang lain. Dia terlihat lebih tua dari yang lainnya.

Semua menatap Hazel dan mereka yakin bahwa itu adalah suara Hazel yang ada dikepala mereka.

"Itu suara mu kan? Siapa namamu?" tanya gadis berambut pirang.

"Hazel Skylar," Hazel mengulurkan tangannya. Gadis itu menyambut tangan Hazel.

"Amber Kruger, 14 tahun."

Semua mengikuti gadis itu, mereka saling berkenalan.

"Carol William, 24 tahun." Dan dia adalah gadis tertua disini.

"Catherine Foster, 16 tahun."

"Rhona Lewis, 12 tahun. Aku paling muda disini," gadis itu tersenyum senang.

Perkenalan selesai, hari itu Hazel merasa lelah untuk berlatih. Lagipula dia sudah cukup terlatih untuk sekarang ini. Sementara teman-temannya sedang melakukan beberapa tes fisik dan psikologi, Hazel pergi ke kamarnya.

Dia melepas jaketnya dan menggantungkannya. Setelah itu dia mencuci mukanya dan berbaring dikasurnya. Matanya terasa mengantuk, dia memang kurang tidur. Apalagi saat dia berada diIndonesia dia harus bangun sangat pagi. Sekarang pikirannya melayang ke Spencer. Dia tidak melihatnya lagi setelah meniggalkannya saat tadi sampai di versatile. Dia berpikir untuk mencari Spencer, tapi akhirnya dia mengurungkan niatnya setelah dia mengingat apa yang sudah dikatakan Spencer padanya mengenai harinya saat berdua dengan Laura.

Hazel benci dengan gadis itu, dia lelalu bersikap seolah tidak berdaya dan rapuh. Dan itu selalu membuat Spencer terpedaya untuk membantunya. Sedangkan Hazel tidak akan melakukan hal semacam itu untuk mendapat perhatiannya. Menurutnya itu adalah hal murahan yang menjijikan.

"Dasar gadis murahan, kau harus dikirim ke neraka!" Hazel meninju bantalnya dan melemparkannya seolah itu adalah Laura.

Hazel terus melakukan hal itu dan berteriak tidak jelas. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintunya.

"Hazel, apa yang kau lakukan?" teriak Carol dari luar.

Cepat-cepat Hazel berlari dan membuka pintunya. "Olahraga ringan," jawab Hazel sambil mengatur nafasnya.

"Oh. Spencer menyuruh kita untuk latihan bersama. Sekarang!"

"Baiklah aku akan menyusul." Hazel menutup pintunya kembali, dia tidak bertanya dimana. Tapi dia tahu pasti dimana tempat latihan fisik.

Lima menit kemudian Hazel menyusuri koridor untuk mencari ruang latihan. Tidak begitu mudah, tapi dia masih ingat tempatnya. Saat sampai disana semua sedang melakukan pemanasan dan Hazel ikut bergabung dengan mereka. Spencer berdiri didepan mereka menyilangkan tangannya didada. Tapi bukan berarti dia sedang marah. Setelah menjelaskan apa latihan mereka hari ini Spencer memulainya.

"Hazel, karena kalian ganjil kau akan melawanku." Spencer masih menyilangkan tangannya.

"Apa? Itu tidak adil, aku disini juga untuk berlatih," bantah Hazel.

"Aku rasa kau cukup hebat untuk melawanku." Spencer menaikkan sebelah alisnya.

′Sial! Aku selalu tidak tahan saat dia menaikkan sebelah alisnya,′ batin Hazel dalam hati.

Setelah itu mereka memulai pertarungannya.

Latihan kali ini dibuat sebaik mungkin agar Spencer tahu apa saja kekurangan dan kelebihan dari mereka. Sebuah ruangan yang dibuat menjadi seperti labirin dan mereka harus mencari pistol untuk menembak musuhnya. Tentu saja tidak ditembak benar-benar, ini hanya latihan. Siapa yang dapat menembak pertama dialah yang menang.

Pertarungan dimulai oleh Carol dan Laura. Secara fisik Laura lebih bagus, tapi Carol punya strategi sendiri untuk menang. Detik pertama sudah terlihat bahwa Carol sangatlah lincah, sedangkan Laura terlihat binggung mencari jalan mana yang dia harus lalui. Tapi Laura lebih dulu menemukan senjatanya.

"Aku berani bertaruh Carol yang akan menang," bisik Hazel pada Thania yang sedang memperhatikan dengan serius.

"Aku rasa Laura juga hebat. Dia pintar bisa menemukan senjatanya lebih cepat," bisik Thania pada Hazel pelan.

Beberapa menit kemudian Carol muncul, Laura dibelakangnya dengan lima cat berwarna warni ditubuhnya. Wajahnya memperlihatkan kekesalannya.

"Sudah kubilang, pasti Carol," bisik Hazel lagi pada Thania dengan senyuman kepuasan.

Selanjutnya pertarungan antara Thania dan Rhona. Pertarungan berakhir dengan Thania sebagai pemenangnya. Selanjutnya Amber dan Catherine. Beberapa menit kemudian Catherine keluar dengan senyuman, tapi dia kalah. Amberlah yang menang. Dan akhirnya pertarungan yang paling ditunggu antara Hazel dan Spencer.

Hazel tidak yakin untuk melawan Spencer, walaupun dia pernah mengalahkannya saat pertama mereka bertemu. Saat itu Hazel berhasil meninju perutnya. Tapi belum tentu Hazel menang untuk kali ini. Tapi dia harus yakin karena saat inilah waktu yang tepat untuk menunjukkan bahwa Hazel lebih kuat dari yang dia kira.

"Baiklah Hazel, kau siap?" tanya Spencer yang sudah siap di garis depan.

"Kapan pun aku siap!"

Pertarunganpun dimulai. Spencer lebih dulu berada didepan, dan Hazel belum juga menemukan senjatanya.

Tiga puluh detik kemudian Spencer menemukan senjatanya, Hazel berlari mendekatinya secara diam-diam. Sebuah papan yang membatasi mereka Hazel tembus dengan melompatinya. Mereka bergulat disana. Pistol Spencer terjatuh, tapi dia berusaha mengambilnya. Hazel menendang pistol itu. Mereka bergulat lagi, Hazel berusaha berdiri untuk mencapai pistol itu, tapi Spencer menariknya. Pertarungan terjadi dengan begitu sengit. Entah siapa yang akan memenangkannya.

Saat Spencer menarik kakinya, Hazel menendangnya. Spencer terpental menjauh. Hazel kemudian berdiri dan berlari mendekati pistol. Spencer yang hampir kalah tersungkur dekat sebuah pohon. Didekat sana terdapat lubang, dan Spencer yakin ada sesuatu didalamnya. Spencer cepat-cepat memasukkan tangannya dan mendapatkan sebuah pistol. Itu pasti milik Hazel yang belum ditemukan.

Disaat bersamaan Hazel mendapat pistolnya dan menembakkannya, begitu pula dengan Spencer dia menembakkannya. Tembakkan mereka tepat mengenai dada masing-masing. Dan mereka seri.

Hazel berjalan perlahan mendekati Spencer yang masih duduk didekat pohon. Hazel mengulurkan tangannya dan mereka berjalan keluar bersama.

Semua teman-temannya menunggunya. Menanti siapa yang menang. Tapi saat Hazel dan Spencer keluar, mereka semua terdiam. Mereka sama-sama memiliki cat didada mereka.

"Kalain seri?" tanya Carol pada Hazel dan Spencer yang sedang berjalan bersamaan.

"Seharusnya aku yang menang, dia beruntung menemukan pistol yang belum aku temukan," jelas Hazel pada semuanya.

"Ya, aku beruntung. Tapi aku yang menemukan pistolnya terlebih dahulu."

"Sudahlah, sekarang bukan pertandingan lagi," ujar Rhona.

"Ya, latihan selesai dan ini latihan terakhir kalian." Spencer menaruh pistolnya dimeja.

"Yang benar saja, aku baru ini berlatih dan sekarang sudah selesai," ujar Catherine sedikit marah.

Hazel menaruh pistolnya dimeja. Mengikuti teman-temannya yang lain berdiri didepan Spencer.

"Ya aku tahu. Tapi waktu kalian tidak banyak. Besok kami akan mencoba melakukan prosedurnya."

"Prosedur apa? Apa yang kau maksudkan disini?" tanya Thania. Semua orang yang ada diruangan ini menanti jawaban Spencer, begitu juga Hazel.

Spencer menjilat bibirnya. Kemudian mulai berbicara. "Ayahnya Hazel telah meninggalkan rahasia yang tidak seorangpun tahu kecuali dia. Tapi kemudian dia meninggal secara tiba-tiba tanpa ada orang yang diberi tahu rahasianya. Dan kami yakin rahasia itu ada pada Hazel dan kalian semua."

Mereka semua terlihat sedang mencerna kata-kata Spencer. Wajah Amber dan Rhona terlihat tegang tapi mendengarkan. Sedangkan yang lain hanya terlihat wajah datar.

"Tujuh tahun yang lalu ayahnya Hazel membuat sebuah benda yang dapat menghubungkan pikiran ketujuh kembaraannya," Spencer melanjutkan.

"Tunggu! Ayahku juga pernah melakukan ini? dan bertemu dengan ketujuh kembarannya? Kenapa aku tidak tahu?" Hazel melipat tangannya.

"Ya, tapi setelah itu dia membuat suatu alat yang hanya bisa digunakan dengan satu orang. Ayahmu mengembangkan alat itu dan dia tidak perlu mencari keenam kembaraannya yang lain untuk membantunya. Hanya untuk permulaan."

"Jika ayahnya hazel telah mengembangkannya, lalu kenapa kita harus dilibatkan. Tentu dia bisa menggunakan alat itu kan?" tanya Carol.

"Itulah yang menjadi masalah. Kami tidak tahu dimana letak alat itu, yang kami temukan hanya alat yang pertama. Alat yang hanya bisa menggambungkan ketujuh kembaraan."

Semuanya telah mengerti dan mereka bersedia untuk menolong Hazel menemukan rahasia itu. Prosedur mereka akan berjalan besok, mereka semua harus berada dalam kondisi sehat.

Akhirnya latihan dibubarkan. Hazel dan yang lainnya menuju kamar mereka. Pertarungan tadi membuat Hazel lelah. Apalagi pertarungan tadi sangatlah sengit, dia harus menghadapi Spencer yang sudah terlatih.

Hazel mengunci pintu kamarnya, dia tidak ingin ada orang yang mengganggunya saat ini. Tidak terkecuali Spencer. Hazel menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya, kemudian dia mengganti pakaiannya. Kasurnya yang empuk membuatnya tidak menolak untuk terpejam beberapa saat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top