Chapter 4
Pagi itu Hazel terbangun oleh raungan keras Spencer dari luar kamarnya. Dia baru tidur selama dua jam dan itu membuat kantung matanya terbentuk dibawah matanya.
Dengan malas Hazel membuka pintunya. "Aku sedang berusaha untuk tidur dan kau membangunkan ku."
"Maaf, tapi ini darurat," mata Spencer juga terlihat seperti Hazel. Ada kantung mata dibawah matanya.
"Tidak bisakah menunggu hingga besok pagi?"
"Sekarang sudah pagi Hazel! Ayolah kita harus mengejar pesawat kita jam tujuh pagi."
"Apa? Kita mau kemana?"
"Begini, kami telah mencari informasi dari seluruh dunia. Mulai dari DNA bahkan foto wajah mu. Dan salah satu kembaranmu kami temukan berada di Indonesia."
"Indonesia? Dimana itu?" wajah Hazel sekarang semakin serius.
"Itu adalah sebuah Negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke tiga. Dan kami menemukan kembaraan mu disana. Karena itu kita harus segera kesana. Sebelum yang lainnya menemukannya terlebih dahulu." Spencer memegang rambutnya dan mengacak-acaknya. "Sekarang kau harus bersiap. Satu jam lagi kita akan bertemu diruang tiga puluh."
Spencerpun pergi, Hazel menutup pintunya. Sekarang matanya mulai tertutup kembali. Tapi dia bukan gadis pemalas yang tidak tepat waktu, jadi cepat-cepat Hazel mencuci mukanya, setelah itu menggosok gigi.
Sebenarnya dia tidak yakin apa yang harus dia bawa. Dia tidak punya koper atau tas besar. Lagipula baju bersih terakhirnya adalah baju yang sekarang dia pakai.
"Oke aku tidak perlu mengemas barang. Apa yang harus aku kemas? Ini baju terakhirku." Kemudian dia terjatuh dikasurnya dan tertidur lagi.
***
Diruangan lain Laura gadis kedua yang telah ditemukan sedang sibuk menyiapkan perjalanannya. Dia tidak ingin ada barang yang tertinggal, bahkan jika itu adalah jepitan rambutnya. Sudah pukul empat pagi saat dia selesai dengan pakaian-pakaiannya. Tapi dia tidak merasa mengantuk, hanya sedikit lelah.
Pintu terbuka saat dia sedang berdiri menatap bayangan dirinya dikaca. Spencer muncul dari balik pintu itu.
"Oh, maaf. Aku kira kau sudah tidur. Akan aku tutup kembali," ujar Spencer.
"Tidak apa-apa. Aku hanya sedang merapikan semuanya. Kau tahu semua wanita tidak ingin ada barang yang tertinggal." Laura mengangkat bahunya.
"Oke, kalau begitu aku tidak ingin mengganggumu. Selamat malam."
"Malam," ada perasaan hangat yang ia rasakan. Mungkinkah dia menyukai Spencer. Tapi dia sudah mempunyai pacar.
***
Hari semakin siang saat Hazel membuka matanya. Dia berjalan ke kamar mandi untuk menggosok giginya. Lima belas menit kemudian dia sudah siap lengkap dengan jaket dan sepatu sneakers nya. Jam ditangannya menunjukkan pukul lima tiga puluh, sebenarnya ini masih terlalu pagi. Tapi pesawatnya akan berangkat satu setengah jam lagi dan ia harus berada disana sebelum jam tujuh.
Hazel hanya membawa tas ranselnya yang hanya berisi beberapa peralatan yang ia butuhkan. Diruang tiga puluh semuanya sudah berkumpul, termasuk Laura. Dan sepertinya mereka hanya menunggu Hazel.
"Oke, semuanya sudah berkumpul. Dan kau Hazel kau terlambat tiga puluh menit." Spencer terlihat sedikit marah.
"Maaf, tapi tidak mudah untuk tidur saat seperti ini dan aku sangat lelah setelah seharian terus berlari," ucapan Hazel begitu santai namun setidaknya itu bisa membungkam Spencer untuk tidak marah padanya. Kemudian Hazel duduk dibangku kosong tepat disebelah Laura. Dia tersenyum sedikit.
"Semuanya sudah mengerti yang aku katakan?" tanya Spencer pada seisi ruangan, ada beberapa orang yang Hazel kenal namun ada juga yang tidak. Ada pria yang waktu itu membelikannya makanan dan membuatnya hampir mati. Tapi dia tidak marah terhadap orang itu.
"Ya, kami mengerti," ujar semua orang, terkecuali hazel karena ia baru saja datang.
"Semuanya boleh meninggalkan tempat ini, kita akan bertemu tiga puluh menit lagi menuju bandara."
Semua orangpun meninggalkan ruangan ini, kecuali Hazel. Spencer tidak menyuruhnya untuk pergi juga ataupun untuk tinggal juga, tapi ia belum tahu apa yang baru saja dibicarakan. Dan ia perlu tahu. Dia orang pertama yang ditemukan karena ayahnya. Tapi ia juga harus tahu karena ini menyangkut tentang kematian ayahnya.
"Apa yang kau bicarakan tadi?" tanya Hazel pada Spencer yang masih duduk tegap dikursinya.
"Kau telat tiga puluh menit dan kau masih mau tahu apa yang tadi dibicarakan?" suara Spencer meninggi. Tapi Hazel berusaha tidak terbawa suasana.
"Mr. Spencer," Hazel terdiam sejenak. "Aku tidak tahu apa yang terjadi sekarang ini, aku hanya tahu bahwa diluar sana aku masih harus mencari lima orang yang mirip dengan ku. Jujur saja, jika bukan karena ayah ku yang telah meninggal, aku tidak mau melakukan pekerjaan ini. Dan asal kau tahu sebenarnya ayahku tidak menginginkan ku, dia menginginkan anak laki-laki yang tangguh untuk bisa melanjutkan pekerjaannya ini. Tapi aku berusaha untuk menjadi gadis tangguh. Demi ayahku dan kau harus membiarkan ku menyelesaikan pekerjaan ini, oke!"
Spencer mengusap dagunya, kemudian dia bangun dari tempat duduknya dan mendekati Hazel. Spencer duduk di samping kursi Hazel, kemudian dia menarik kursi Hazel mendekat kearahnya dan mengahadap padanya.
Saat itu juga Hazel membetulkan posisi duduknya. Wajahnya menatap mata Spencer yang terus menatapnya.
"Hazel, kau itu gadis yang tangguh. Bahkan lebih tangguh dari pertama kali aku melihat mu. Semua orang saat ini sedang bergantung pada diri mu. Karena ayamu telah meninggal dan dia meninggalkan pesan yang tidak wajar. Kami tahu dia telah menyimpan rahasia yang belum pernah kami ketahui dan jika ada yang mengetahui rahasia itu maka bisa saja dunia menjadi miliknya."
"Aku tahu, tapi," Hazel tidak melanjutkan ucapannya. Matanya beradu dengan mata Spencer yang berwana biru. Mereka memiliki perpaduan yang sempurna, biru dengan hijau. Seperti laut dan padang rumput.
Spencer mendorong kursinya kebelakang, kemudian bediri. "Aku sudah mengatakan padamu bahwa hari ini kita akan pergi ke Indonesia. Negara itu merupakan Negara berkepulauan. Aku pernah sekali kesana saat ditugaskan untuk mengawal presiden kita. Tapi saat itu aku tidak resmi mengawal presiden, Negara itu tidak memiliki pengawasan yang ketat. Tapi kita juga perlu berhati-hati. Kota yang akan kita datangi adalah Jakarta, ibukota dari Indonesia." Spencer mengusap rambutnya.
"Apakah dia benar ada disana?"
"Kami belum tahu pasti, tapi menurut informasi yang kami dapat dari agen kami yang berada disana, orang ini tinggal di Jakartra. Dia juga mendapatkan alamat sekolahnya dan alamat rumahnya. Tapi kita tidak akan menjemputnya dirumahnya, itu terlalu bersesiko, kita akan menjemputnya di sekolahnya."
"Oke aku mengerti. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menemukan orang ini," Hazelpun berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pintu. Kemudian dia berbalik menatap Spencer yang sedang duduk. Pria itu tidak muda untuknya tapi juga tidak terlalu tua untuknya. Kemudian dia menutup pintunya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top