Part. 7 - Unlike others.
Selamat Hari Minggu 💜
Happy reading.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Luna tidak henti-hentinya mengusap bibir sambil merutuk dalam hati. Tatapannya menghunus tajam pada pria sialan yang sedang duduk bersama dengan seorang teman di sebrangnya.
Di saat Luna sudah lelah untuk menanggapi Jerome yang terus bertanya dan begitu bersemangat saat Luna menerima tawaran konyolnya, semesta seolah menambah bebannya untuk mendapatkan kenyataan tentang Cella yang mengenal teman dari Jerome.
Namanya Antonio, panggilannya Nio, match yang didapati Cella di aplikasi Madam Rose, tapi berakhir dengan menjalin hubungan dengan Byan, yaitu teman dari Nio.
Jujur saja, lelucon yang diberikan oleh semesta tidak lucu sama sekali. Keinginannya adalah menghindari chat Jerome sejak semalam, dan memikirkan cara baru untuk menolaknya karena penyesalan selalu datang terlambat.
"So, kalian adalah pasangan yang gagal. Why?" tanya Jerome dengan tatapan penuh simpati yang palsu.
"Emangnya kalian udah jadi?" tanya Cella balik, lalu melirik pada Luna dengan tatapan menuntut penjelasan.
"Belum sih, tapi akan," jawab Jerome penuh percaya diri.
"Heh? Jangan sembarangan!" hardik Luna galak.
"Sembarangan? Apa lu lupa apa yang udah kita lakuin semalam? Dan jangan lupa juga soal ke..."
Ucapan Jerome terhenti karena Luna sudah beranjak untuk mencondongkan tubuh sambil menjulurkan dua tangan guna membekap mulut Jerome yang tidak bisa diam.
"Sekali lagi lu ngomong sembarangan, gue nggak bakalan sopan kayak gini," ancam Luna dengan mata melotot tajam.
Jerome menatap Luna dengan tatapan yang tidak terbaca, tampak tertegun, dan diam selama beberapa saat. Sampai akhirnya, dia menganggukkan kepala dan Luna segera melepas bekapannya. Berdecak pelan, Luna menarik beberapa lembar tisu untuk mengusap telapak tangannya yang basah sambil meringis jijik. Rasanya begitu sial dengan harus mengalami hal seperti ini, juga kebetulan yang sama sekali tidak diperlukan.
"So, lu match sama temennya Antonio? Gitu?" tanya Cella yang masih berusaha untuk menuntut penjelasan.
"Keliatannya gimana? Lu bisa liat sendiri pake mata, kan?" desis Luna kesal.
Cella berdecak dan kembali menatap pria yang duduk di sebelah Jerome dengan tatapan menilai. "So, temen kamu itu kenal sama temenku?"
Antonio mengangkat bahu, tampak tidak nyaman untuk duduk di sana. "Baru tahu barusan, karena orangnya nggak ngomong apa-apa, dan nggak mau kenalin."
"Dia punya pengalaman jelek, yaitu incerannya disabet sama temennya sendiri," sahut Jerome sambil menunjuk Antonio tanpa beban, lalu mendapat toyoran kepala dari Antonio.
Luna menahan napas melihat Jerome meringis, sepertinya toyoran itu cukup menyakitkan karena Antonio melakukannya dengan keras.
"Well, jadi ghibahannya udah sampe ke temen, ya?" sindir Cella sambil menatap Antonio.
"But don't worry, I wont be sadboy. Kalau Nio cuma pasrah dan kasih kebahagiaan buat lu dan Byan, gue nggak akan kayak gitu." Jerome kembali berulah dengan mengambil alih jawaban.
"Emangnya apa yang bakal lu lakuin?" balas Cella ketus.
"Yah gue hancurin hubungan lu berdua karena bersama di atas penderitaan orang. Dan sebelum itu terjadi, lu udah habis gue mainin," sahut Jerome dengan satu alis terangkat menantang.
Luna bisa merasakan Cella menahan napas, entah takut atau kaget, yang pasti itu bukan hal baik. Dirinya juga tidak menyangka akan bertemu dalam satu kesempatan yang sangat tidak diinginkan. Guess what? Bahwa dunia begitu sempit. Bagaimana mungkin teman Jerome adalah orang yang memiliki momen yang tidak menyenangkan dengan sahabatnya, Cella? Entah sudah banyak rasa sesal yang dirasakan Luna saat ini, termasuk bermain aplikasi kencan itu.
"Enough, Jer! Lu nggak berhak ngomong gitu sama orang yang nggak lu kenal," tegur Antonio dengan tenang, tapi sorot matanya dingin.
"What? Dia nanya sama gue, ya gue jawab," elak Jerome tengil.
Antonio hendak membalas, tapi Cella sudah lebih dulu menimpali. "It's okay, gue yang nanya, bukan dia."
Antonio dan Cella saling bertatapan, membuat Luna dan Jerome memperhatikan keduanya dengan penuh penilaian. Bagi Luna, Antonio adalah sosok yang menyenangkan, baik hati, ramah, dan sopan. Apa yang dicari Cella sampai tidak memilihnya dan lebih memilih Byan yang workaholic? Dari visual saja, Antonio perwakilan pria baik.
"Apa kabar?" tanya Antonio kemudian.
"Baik. Kamu?" tanya Cella balik.
"Sama," jawab Antonio sambil mengangguk.
Keduanya melakukan obrolan yang terkesan kaku dan tidak nyaman satu sama lain. Cella hanya bercerita secara garis besar tentang kisah percintaannya, dan tidak secara detail. Namun, dilihat dari sorot mata yang tampak dari Antonio, sudah terlihat kecewa dan tidak terima. Entahlah.
Luna menoleh saat adanya ketukan jari tepat di atas tangannya yang berada di meja, dan mendapati Jerome sedang tersenyum sambil bertopang dagu. Heck! Rasa kesal Luna kembali menyergap begitu saja.
"They have reunion," ujar Jerome dengan nada suara yang hanya bisa didengar oleh Luna, selagi Antonio dan Cella melanjutkan obrolan mereka.
"So?" balas Luna ketus.
"So we are," sahut Jerome ceria. "Kenapa nggak balas chat gue? Padahal gue nungguin banget loh sampe nggak bisa makan."
Luna mendengus. "Nggak bisa makan? Don't you see? Waktu lu maksa buat semeja, berapa banyak piring yang dioper ke meja ini? Itu semua makanan lu."
"Gara-gara semalam nggak makan, dan baru bisa makan sekarang. Jadinya kan laper, Baby," elak Jerome santai.
"Bilang aja kalau lu nggak sempet karena abis kerja atau meeting, jadi baru sempet makan sekarang!" koreksi Luna gemas.
"Iya sih, tapi di sela-sela itu, gue juga mikirin lu. Jadi, bisa dibilang kalau lu jadi alasan kenapa gue nggak bisa makan," sahut Jerome sambil melebarkan cengiran yang menyebalkan.
"Mau lu apa sih?" desis Luna.
"Lu."
"Gue nggak mau."
"Nanti juga lu mau."
"Nggak usah pede."
"Gue emang pede."
"Lu itu gila."
"Memang."
"Dan bukan tipe gue."
"Kebanyakan, yang bukan tipe bisa jadian loh."
"Amit-amit!"
"Nanti jadi amin."
"Gue nggak suka sama lu."
"It's okay, nggak masalah buat gue."
"Tapi masalah banget buat gue."
"Nanti kita cari jalan keluar bareng-bareng."
"Ogah!"
Jerome tertawa keras setelahnya, lalu menggelengkan kepala sambil mengabaikan Antonio dan Cella yang sudah menoleh padanya. Tanpa mengalihkan tatapan, Jerome mencondongkan tubuh sambil menatap Luna tajam, namun senyuman tetap melekat di wajahnya.
"Let's end this shit, Baby. We got the deal last night, right? You. And. Me. Together," ucap Jerome sambil menunjuk dirinya, lalu ke Luna, dan melipat kedua tangan di atas meja. "So, what is the problem now? I told ya, playing hard to get doesn't work with me."
Luna mendengus kasar, melirik pada Antonio dan Cella yang sedang menatapnya dengan tatapan menunggu, lalu kembali pada Jerome yang masih tersenyum begitu lebar. Sepertinya, Jerome sangat tahu jika senyuman sialannya selalu sukses membuat kekesalan Luna semakin menjadi.
Dan sebelum Jerome semakin mempermalukan dirinya, terutama di depan Cella, juga temannya. Luna merasa perlu menyeret Jerome keluar dari situ. Tapi sebelumnya, ada hal yang perlu dilakukan Jerome saat ini.
"What do you want?" tanya Jerome dengan satu alis terangkat saat Luna mengulurkan satu tangan padanya.
"Minta dompet lu," jawab Luna.
Jerome tertegun, lalu tertawa. "Buat apa?"
"Kenapa? Nggak punya duit? Atau dompet lu lagi kosong dan nggak punya prestise buat banggain diri di depan cewek?" ejek Luna yang sukses membuat Jerome tersinggung, karena pria itu sudah merogoh sesuatu di saku belakang celananya.
"Kalau nggak karena teknik ciuman lu bagus, gue bakal jahit mulut sialan lu. Nih!" desis Jerome sambil menaruh dompet tepat di atas tangan Luna yang terulur.
Tanpa berkomentar lebih banyak, Luna membuka dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu, lalu menaruhnya di atas meja, kemudian mengoper kembali dompet itu.
"Itu duit buat apa?" tanya Cella bingung.
Luna menatap Jerome yang tampak kesal di sana. "Pay the bill before you leave."
"Leave?" tanya Antonio sambil menoleh pada Jerome yang masih menatap Luna.
Jerome mengambil dompetnya sambil beranjak dan memasukkan kembali ke saku belakang. Luna pun sudah beranjak sambil membawa tas tangannya.
"Heh, lu mau kemana?" tanya Cella yang semakin bingung.
"Bilang sama bos kalau gue lagi temu subcont di Eighteen," jawab Luna cepat.
"Tapi kok..."
"Jer!" panggil Antonio sambil beranjak, tapi Jerome mendorongnya untuk duduk kembali.
"Gue ada urusan bentar, lu di sini aja. Lanjutin reunian, atau kalau perlu rebutan sama temen lu," jawab Jerome.
Luna pun segera menarik tangan Jerome untuk mengikutinya, mengabaikan kebingungan Cella dan Antonio dengan keluar dari restoran itu secepatnya, dan melepas genggamannya setelah sudah berada di luar resto. Belum sempat mengoceh, kini giliran Jerome yang menarik tangannya untuk berjalan ke pelataran parkir.
"Heh, ini mau kemana?" seru Luna.
"Berhubung lu udah narik gue keluar, itu artinya lu mau jalan sama gue," balas Jerome tanpa menghentikan langkah.
"Gue nggak mau jalan sama lu! Gue cuma mau kita memperjelas soal urusan kita," sahut Luna yang berusaha menarik tangannya tapi genggaman Jerome menguat.
"Siapa yang ngajak lu jalan? Gue juga ogah, capek! Mendingan naik mobil," tukas Jerome sambil membuka pintu lalu mengarahkan dagu ke mobil. "Masuk!"
Luna menggelengkan kepala. "Nggak! Gue cuma..."
"Mau masuk sendiri atau gue yang masukin?" sela Jerome tegas.
Tertegun, Luna memperhatikan ekspresi Jerome yang tampak serius dan tidak main-main. Teringat tentang aksi nekatnya yang mencium di depan umum, tentu saja Luna tidak ingin mendapat tindakan gila seperti tadi, dengan masuk ke dalam mobil sambil mengerang kesal.
"Gue tuh nggak suka yah kalau lu main nyelonong boy kayak tadi. Cara lu itu kampungan banget tahu, gak?" omel Luna saat Jerome sudah masuk dan duduk di bangku kemudi.
Jerome menoleh dan memberikan senyuman setengah yang menyebalkan. "Jadi, lu sukanya main sembunyi-sembunyi atau cuma berduaan aja? Fine, I'll take that as a challenge. Gue jadi yakin kalau lu jago di ranjang dan sukanya main kasar. Ugh! Kenapa mukul?"
Luna memukul kepala Jerome dengan gemas sambil terus melotot galak padanya. "Tolong yah tuh mulut, kalau nggak bisa dijaga, yah ditutup aja!"
Jerome berdecak sambil menyalakan mesin, kemudian melajukan kemudi untuk keluar dari pelataran parkir.
"Kenapa sih harus kayak gini? Biasanya, cewek culun itu pemalu dan penakut, bukannya beringasan kayak lu," cetus Jerome sambil melirik Luna dengan sorot mata merendahkan.
"Apa hubungannya dengan penampilan dan sikap?" balas Luna sengit.
"Nggak ada sih, cuma biasanya kan gitu," sahut Jerome.
"Sayangnya, gue nggak biasa."
"Good, justru karena nggak biasa, gue pengen liat lebih jauh."
"Nggak ada yang bisa diliat. Gue nggak bakalan jadi liar, atau menggoda kayak otak jorok lu. Jadi, berhenti ngerjain gue!"
"Gue nggak niat buat ngerjain lu."
"Oh, yes, talk to my palm! Semuanya juga ngomong gitu kalau mau ngerjain orang. Lagian, nggak usah bersikap seolah cuma gue satu-satunya yang match sama lu di aplikasi deh."
Jerome menghela napas dan melirik Luna singkat, lalu kembali menatap ke depan sambil membelokkan kemudi. "Gue yakin lu nggak bakalan percaya, tapi lu memang satu-satunya match yang gue seriusin."
"Seriusin ngerjain? Abis gitu, niat buat mainin? Asal lu tahu, gue udah nggak punya hati buat lu mainin!" desis Luna tajam.
"Good! Itu yang gue suka! Sama gue, nggak perlu pake hati. Kita sepakat untuk FWB, right? That means no strings attached."
"Dan gue nggak punya waktu buat main-main sama lu. Gue nggak ada niat buang waktu untuk hal-hal semacam itu."
"Then, what? Alasan lu apa terima tawaran gue semalem?"
Luna memejamkan mata sambil merutuk dalam hati, merasa tidak suka dengan keharusan untuk menjelaskan sesuatu pada orang asing, terlebih lagi dengan urusan keluarga yang mendesaknya untuk segera mencari pasangan.
"See? Lu nggak mau jawab. Keliatan kan siapa yang niat buat mainin orang di sini?" celetuk Jerome yang berhasil membuat Luna tersinggung.
"Gue nggak jawab bukan berarti mau ngerjain, tapi milih dengan siapa gue harus jujur!" sewot Luna.
"Kita lagi nggak bahas orang lain, Lun. Kita bahas soal kesepakatan semalam. Lu terima tawaran gue, tapi lu sendiri yang berubah pikiran, dan jadi sensi hari ini. I didn't do anything wrong," balas Jerome.
"Hah! Ngelak aja terus! Siapa yang main nyosor kayak tadi dan bikin malu? Emangnya perlu banget kayak gitu?" sembur Luna yang semakin tidak terima melihat sikap Jerome yang begitu santai dan tanpa beban.
"Perlu dong, kan lagi ngincer, makanya harus gerak cepet," sahut Jerome sambil terkekeh geli.
Luna berdecak dan melemparkan pandangan ke luar jendela. Tadinya, dia berniat untuk menceritakan kejadian semalam dengan Cella dalam sesi makan siang hari ini. Tapi, belum sempat melakukan hal itu, Jerome sudah datang lebih dulu dan membuat ulah. Suasana hatinya sangat memburuk, terlebih soal Mama yang sudah mengingatkan tentang pertemuan Sabtu nanti saat sarapan tadi pagi.
"You seem so fucked up. What happened, Baby? Maybe I can help you," komentar Jerome yang membuat Luna spontan menoleh padanya.
Terdiam sejenak, Luna memperhatikan Jerome selama beberapa lama, menimbang dan menilai lebih jauh tentang apa yang akan dilakukan, lalu menarik napas sebagai peneguhan untuk keyakinan diri tentang keputusan yang akan diambilnya saat ini.
"Let's talk about benefit!" usul Luna yang langsung membuat Jerome menoleh dengan ekspresi sumringah.
"Ah, that lady who accepted the deal is back. My pleasure," ujar Jerome senang.
"We can do whatever we want, as long as we agreed," ucap Luna tegas.
"Accepted!" balas Jerome cepat.
"But no sex!" lanjut Luna yang langsung mendapat seruan kecewa dari Jerome.
"Why?" tanya Jerome kecewa.
"That's the rules! Seperti yang lu bilang kalau benefit, nggak melulu soal seks."
"So, what's exactly the meaning of FWB from you?"
"For chat, care, share, and be a good friend."
"Exactly what I thought. Chat for dirty talk, care for something neat, share like sharing bed or moan, all those things are make us being a good good friend, even in a deep sleep."
"Haish, capek banget yah ngomong sama Jerome!" keluh Luna dan membuat Jerome tertawa geli.
"Okay, kita udahan bercandanya. Sekarang serius. Alasan lu bersedia jadi FWB itu apa? Nggak mungkin karena alasan yang tadi lu sampaikan, karena semalam, lu udah terang-terangan bilang kalau lu nggak kepengen punya temen baru, apalagi cari pacar," ujar Jerome dengan lugas.
"Gue..."
"I'm a good guy and have manners, Luna. Trust me. Gue perlu tahu alasan lu yang sebenarnya, sebelum gue terima syarat yang lu ajukan kayak tadi," sela Jerome.
"Bisa lu kasih alasan yang sebenarnya kenapa bisa ngotot mau sama gue? I'm unlike others, not even pretty. But, why do you want me?" tanya Luna serius.
Jerome tidak langsung menjawab dan tampak berpikir sejenak. Untuk pertama kalinya, Luna menilai Jerome cukup serius dan tidak langsung membalas tanpa berpikir seperti biasa. Saat lampu merah menyala, Jerome menghentikan mobil dan segera menoleh pada Luna sambil tersenyum lebar, namun tatapannya tajam.
"Because you're unlike others, and it makes me feel like I don't have to be fake around you. Yes, I want you. Because I love to see how you embrace your weirdness without being bother of what people thought about you," ucap Jerome.
"Lu nggak mengenal siapa gue, dan nggak perlu keluarin kata-kata yang enak didengar untuk bisa membujuk gue," balas Luna.
"Gue nggak berusaha membujuk, gue hanya kasih jawaban yang sebenarnya, terlepas dari lu mau percaya atau nggak," sahut Jerome.
"Tapi, itu masih nggak masuk akal. Kita baru kenal selama seminggu dan belum cukup tahu siapa diri kita masing-masing."
Jerome terkekeh sambil memindahkan gigi, lalu melajukan kemudi kembali saat lampu hijau sudah menyala. "What is the different, Baby? Dengan lu udah bareng seumur hidup sama keluarga pun, mereka nggak tahu rahasia terbesar dalam hidup lu dengan alasan kebaikan mereka. Have you got the point? Mau seminggu, sebulan, setahun, atau baru beberapa jam, itu bukan patokan buat kita bisa mengenal seseorang."
Deg! Luna tertegun mendengar ucapan Jerome yang seketika merasa tertampar oleh kebenaran ucapan itu.
"Satu hal lagi," tambah Jerome sambil melirik singkat pada Luna. "Jangan menganggap aneh diri gue hanya karena lu kenal lewat aplikasi. Nggak gitu caranya dalam menilai atau menghakimi orang, Lun. Seperti halnya lu ketemu orang asing di lift atau elevator, lalu kalian bertegur sapa karena nggak sengaja saling liat-liatan, that's the same thing we met through the Apps."
Untuk kali ini, Luna tidak bisa memberi balasan, selain menatapnya dengan takjub. Jerome sudah mengalahkannya dengan telak, dan berhasil membawanya ke dalam kendali pria yang sedang bersenandung ria, seolah tidak terjadi apa-apa.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Sama cowok model Jerome, emang kudu panjang sabar ladeninnya.
Mau kesel atau marah, jatuhnya malah keki sendiri karena dia nggak bakal paham dengan apa yang kita rasain. 🙃
Berikut adalah chat dengan Nio saat bercerita tentang match-nya yang kecantol sama temennya.
Bless your kind heart, Nio.
Now you're happily with current gf now. Imma proud 💜
🌷🌷🌷
Percayalah, kalau kamu punya kenalan yang punya muka tengil dan ketus kayak ini, kamu bakalan kayak Luna yang capek ati dan kesel ladeninnya.
Sialnya, itu yang bikin sayang 🙃
31.01.21 (10.25 AM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top