Part. 5 - The Offer

Back here to write Mr. Dirty.
Happy Sunday, Genks 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Luna sudah ingin cepat menyingkir dari tempat itu, atau jika bisa menghilang saja. Entah datang darimana ide gila yang sempat terbersit dalam pikirannya untuk melakukan hal yang tidak diperlukan sekitar satu jam yang lalu. Nekat melakukan pembuktian karena tidak terima atas ucapan Jerome yang secara tidak langsung menyebutnya sebagai penyuka sesama sejenis. Mengingat hal itu, Luna kembali mengisi gelas kosongnya dengan wine, lalu meneguknya dengan cepat dan berharap untuk segera melupakan kejadian memalukan seperti itu.

"Jadi, lu main Madam Rose itu buat apa kalau bukan cari selingan? Kalau pacar, rasanya nggak mungkin kalau dilihat dari sikap lu yang terkesan jaga jarak dan menarik diri," tanya Jerome santai.

Luna mengangkat tatapan untuk melihat Jerome yang asik memotong daging steak, lalu menikmati makan malamnya dengan lahap. Sial, seharusnya Luna yang bisa menikmati sesi makan malam seperti itu, dan bukannya membatin tidak karuan seperti saat ini.

"Cuma sekedar cari tahu aja," jawab Luna ketus.

"Cari tahu?" tanya Jerome dengan kening berkerut.

"Temen gue main aplikasi gituan, dan berhasil dapetin cowoknya yang sekarang," jawab Luna sambil teringat dengan Cella.

"Sampe nikah?"

"Sebentar lagi. Kenapa?"

Jerome mengangkat bahu. "Nggak kenapa-napa. Dan lu juga punya niat yang sama kayak temen lu untuk dapetin..."

"No! Nggak. Maksud gue, nasib orang tuh beda-beda. Untung di dia, nggak mungkin untung di gue juga," sela Luna cepat.

"Maksud lu soal untung itu apa? Nasib beda, itu memang bener. Tapi soal untung, menurut gue tergantung dari ketentuan dan keinginan diri sendiri. Dimulai dari niat," balas Jerome.

Untuk pertama kalinya, Luna merasa pembicaraan dengan Jerome cukup menarik untuk dilanjutkan, hingga masalah ciuman itu terlupakan.

"Jadi, niat lu adalah..."

"No! It wasn't like that, to be honest. Bosen, that's all," sela Jerome sambil terkekeh.

Luna mengangguk paham. "Gue juga udah yakin kalau aplikasi itu nggak banyak membantu, selain dapetin kenalan kayak lu."

Jerome tertawa pelan. "Kenalan kayak gue? Nggak gitu, Baby. Hanya karena lu baru temuin satu kampret kayak gue, nggak berarti isian aplikasi itu adalah sekelompok kampret semua."

"Tahu darimana?" tanya Luna sambil mengangkat alis.

"Dari cerita lu soal temen yang berhasil dapetin cowok dan jadi nikah," jawab Jerome sambil tertawa geli melihat Luna yang langsung merengut cemberut. "Actually, there are a lot of happy ending story through the Apps, Dear."

"Oh yeah?"

"Yeah," balas Jerome sambil mengangkat satu bahu dengan acuh. "For an example, my sister. She got her husband through this kind of dating apps."

Luna tertegun dan menatap Jerome sambil menopang dagu. "Serius? Kok bisa dapetin cowok di sana? Gimana ceritanya?"

"Kayak yang tadi gue bilang, semua tergantung niat. Kalau niat lu serius cari cowok, mungkin aja bisa."

"Oh, jadi karena gue nggak niat, makanya dapetin model kayak lu gitu yah?" cibir Luna.

Bukannya tersinggung, Jerome justru tertawa geli. "Anggap aja pengalaman. Ciuman di parkiran sama orang asing, bisa jadi hal yang seru untuk diingat dan dilakukan berulang, kalo lu mau."

"Are you always be like this to stranger, Dude?" tanya Luna heran.

"Only to certain people, to be exact," jawab Jerome.

"Dan gue yang kena sial?"

"Nggak gitu, Baby. Menurut gue, lu itu beda. Katakanlah, gue penasaran. Yeah, namanya juga cowok, yang kalau belum dapetin, pasti semangat buat usaha."

"Dan kalau udah dapetin, bye gitu aja?"

"You're so funny," balas Jerome sambil tertawa geli. '

Luna menggelengkan kepala sambil menghela napas lelah. Apa yang katanya soal usaha untuk mencari dan mencoba? Luna yakin jika sehabis ini, dia tidak akan menanggapi pesan atau telepon apapun dari pria bermasalah yang kembali asik menikmati sisa makan malamnya.

Saat Luna hendak melanjutkan makan malam, ponselnya berbunyi. Mendengus kasar, Luna mengambil ponsel dari dalam tas, dan melihat jika adiknya, Leon, menelepon.

"Kenapa?" tanya Luna masam saat mengangkat telepon.

"Saran gue, mendingan jangan pulang dulu," jawab Leon di sebrang sana.

"Hah? Emangnya kenapa?" tanya Luna bingung.

"Biasa lah, temen nyokap yang nggak tahu namanya siapa, dateng sambil bawa anaknya ke rumah. Kayaknya mau kenalin lu, katanya seumuran dan pengen kalian jodoh," jawab Leon lagi.

"Apa?" pekik Luna kaget, dan segera membekap mulutnya karena sukses membuat semua orang melihat ke arahnya, termasuk Jerome.

"Makanya, mendingan jangan pulang dulu. Cowoknya kurang oke. Kayaknya udah forty something gitu. Gue yang cowok aja liatnya males, apalagi lu, meski kalian sama-sama culun," balas Leon santai, dan membuat Luna mendengus kesal.

"Jangan sembarangan sama kakak lu sendiri. Pokoknya lu liat situasi di sana, yah. Kalau mereka udah balik, kabarin," cetus Luna dan segera mematikan telepon.

"Why? Ada masalah?" tanya Jerome kemudian.

Luna menggelengkan kepala sambil memasukkan ponsel ke dalam tas. Orangtuanya benar-benar serius untuk melancarkan aksi dalam mencarikan pasangan untuknya. Pantas saja, Mama sempat menelepon agar dirinya cepat pulang saat baru tiba di restoran tadi.

"Kayaknya ada masalah," komentar Jerome.

"Kalaupun iya, itu bukan urusan lu," balas Luna.

"Haruskah sesinis itu sama orang? Padahal gue udah temenin lu makan dan ngobrol bareng. Ditambah lagi, tadi sempet cipokan bareng. Apa kurang baik jadi orang sampe harus dianggap jelek terus sama lu?" cetus Jerome dengan ekspresi terluka yang palsu.

Luna menatap Jerome dengan penuh penilaian. Terlalu santai, pandai bergaul, dan sepertinya sangat tahu bagaimana caranya bersenang-senang walau dalam situasi yang tidak menyenangkan. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang cenderung serius, tertutup, dan tidak pandai bersosialisasi.

"Gue nggak niat buat cari pacar, juga nggak kepengen punya temen baru," ujar Luna jujur.

Jerome mengangguk sambil tersenyum. "Okay."

"Gue cuma coba-coba, bukan karena iseng, tapi temen yang kasih ide buat cari kenalan," lanjut Luna, dan Jerome kembali mengangguk.

"I see," komentar Jerome maklum.

"Jadi, gue sama sekali nggak berminat dengan apapun yang lu tawarkan," sahut Luna tegas.

"I know," balas Jerome santai. "Tapi, bukan berarti lu nggak bisa berubah pikiran, kan?"

Kening Luna berkerut dan menatap Jerome bingung. "Maksudnya?"

"Kita dipertemukan dalam aplikasi dengan kondisi gue yang bosen, dan lu yang nggak niat. Bisa jadi cocok karena kebetulan, atau nggak disengaja, who knows?"

"What do you offer actually, Jer?"

"FWB, of course. What else? Lu nggak niat buat cari pacar atau kenalan, kan? Gue bersedia jadi selingan, contohnya kayak sekarang. Lu butuh temen buat minum, gue ada buat lu. Begitu juga sebaliknya."

Luna tertegun. "Lu... bener-bener berpikir kalau gue adalah cewek yang bisa lu..."

"Oh, no! Nggak gitu. Tawaran FWB nggak berarti lu adalah cewek gampangan. Lu bisa menolak kalau nggak mau. Benefit itu nggak melulu soal seks. Tapi, kalau bisa dapet, yah kenapa nggak?"

Luna melongo tidak percaya, lalu kembali menggelengkan kepala karena merasa sudah terlalu banyak meneguk wine malam ini. Sepertinya, dia harus segera menyingkir dari situ sekarang juga.

"Gue nggak minat," tolak Luna langsung.

"It's okay, masih ada waktu buat pikir-pikir. Kalau lu berubah pikiran, lu bisa hubungi gue kapan aja," ujar Jerome santai.

"You're crazy badass," cetus Luna yang dibalas Jerome dengan kekehan geli.

"Thanks," sahut Jerome bangga.

"Inikah yang selalu lu tawarin sama cewek kenalan dari aplikasi? Seinget gue, Madam Rose punya standart kualifikasi untuk member-nya deh," ujar Luna kemudian.

"Di setiap peraturan, selalu ada pelanggaran. Dalam standarisasi, pasti ada kurangnya realisasi. It's just a system, Babe. You can fake anything you want, just to look perfect and make some interest. Lagian, obrolan kita udah di luar aplikasi, in case kalau lu lupa," balas Jerome sambil menyeringai licik.

"Jadi, apa bisa dibilang gue kena tipu?"

"No, lu nggak kena tipu. It called Madamgasm. Semacam teknik bercinta yang kalau mainnya mantep, lu bakalan keluar alias orgasme. Sama halnya kayak lu main aplikasi. We swiped, we matched, we chatted, exchanged numbers, and we can do whatever we want. As simple as that."

Sepertinya kepala Luna terasa semakin pening saat berbicara dengan Jerome sekarang. Apa hubungan antara bermain aplikasi dengan bercinta? Sama sekali tidak ada. Tapi lucunya, Luna merasa ucapan Jerome ada benarnya.

"Good luck with that, Jerome," ucap Luna sambil beranjak berdiri setelah menandaskan sisa wine-nya.

Jerome ikut berdiri dan masih tersenyum lebar di sana.

"So, cuma gini aja untuk malam ini?" tanyanya.

Luna mengangguk sambil memakai tasnya. "In case kalau lu lupa, tujuan kita ketemu adalah untuk dinner."

"Nggak ada lanjutan buat sesi di parkiran?" tanya Jerome dengan nada menggoda.

"Sorry, gue cuma bisa kasih lu test drive," jawab Luna sambil memamerkan cengiran.

"Abis test drive, biasanya ada negosiasi dan reservasi," balas Jerome yang sudah berjalan di samping Luna untuk sama-sama berjalan menuju ke meja kasir.

"Sayangnya, gue nggak minat jualan, cuma kepengen pamer keahlian," sahut Luna kalem.

Luna hendak membuka tas, tapi Jerome segera menahan gerakannya, dan mengeluarkan dompet dari saku belakang. "My treat."

"Oh, thank you. Padahal, lu nggak perlu bayar karena gue yang kepengen makan dan minum malam ini," ujar Luna sambil memperhatikan Jerome yang sedang membayar makan malam mereka.

"Gue yang ngajak," tambah Jerome sambil menoleh untuk memberi senyuman, lalu kembali pada kasir untuk menandatangani bukti tagihan.

"Tapi gue nggak punya waktu lain buat balas budi. Gimana kalau gue bayar setengah untuk bill ini?" usul Luna yang dibalas dengan decakan pelan Jerome.

"Seriously, Baby? Nggak usah kebanyakan berpikir buruk soal bayar membayar. FYI, gue udah dapet hal yang menarik dari lu tadi," ujar Jerome sambil menerima kartu, menyelipkan kembali ke dompet, dan memasukkan ke saku belakang.

"Hal menarik?" tanya Luna sambil berjalan saat Jerome mempersilakannya untuk keluar lebih dulu.

"Your time. Your story. Your senseless of humor. And most important is, your lips," jawab Jerome santai.

Luna memutar bola mata, lalu berhenti untuk berdiri berhadapan dengan Jeroma saat sudah berada di depan resto.

"Thanks for the dinner," ucap Luna tulus.

"Most welcome. So, is this a farewell?" balas Jerome.

"I guess so," sahut Luna.

Satu hal menarik dari Jerome adalah pria itu selalu tersenyum lebar dan sangat ramah. Sikap dan gesturnya membuktikan jika dirinya tahu bagaimana memperlakukan wanita dengan istimewa.

"Well, gue masih menunggu saat dimana lu berubah pikiran. Whenever you're ready, just text me. I'm only one text away, Baby," ucap Jerome sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Thanks buat tawarannya. Good night, Jerome," ujar Luna sambil bergerak untuk mendekati Jerome yang begitu menjulang di hadapannya. "Give me your big hug."

Jerome langsung membuka kedua tangan untuk membawa Luna dalam pelukan yang erat, lalu terkekeh saat pelukan itu terlepas.

"See you later, Aligator," ujar Jerome hangat.

Setelah mengucapkan perpisahan, Luna segera berjalan menuju ke pelataran parkir. Sepanjang perjalanan menuju ke mobil, Luna terus tersenyum dan perasaannya menjadi ringan. Hal itu dirasakan sampai tiba di rumah.

Namun, rasa penat dan lelah yang sempat menghilang itu, kini kembali saat Luna melihat ada dua orang asing yang bertandang ke rumah. Tampaknya, Luna melupakan soal tamu tak diinginkan sedang berada dirumahnya, dan Leon belum memberi kabar tentang situasi terkini.

"Luna, akhirnya kamu pulang. Ini loh, tante Joice udah datang daritadi nungguin. Trus ini ada Yosan, anaknya tante Joice yang baru aja balik dari Bangkok," seru Mama antusias saat melihat Luna tiba.

Luna melihat sosok Yosan yang persis seperti apa yang diceritakan Leon di telepon. Tidak terlalu tinggi, sedikit gemuk, pipi chubby, berkacamata tebal, dan sangat jauh jika dibandingkan dengan teman dinner yang baru saja menemaninya.

Saat ini, kepala Luna justru terasa berat, tidak mampu berpikir, dan rasanya ingin cepat lari dari sana.

"Kamu darimana aja, jam segini baru pulang?" tanya Mama sambil tersenyum, tapi sorot matanya tajam.

"Abis dinner, Ma," jawab Luna sambil melirik risih pada pria yang bernama Yosan, yang entah kenapa senyumannya membuat Luna tidak nyaman.

"Sama siapa?" tanya Mama lagi.

"Sama pacar," jawab Luna tanpa berpikir, lalu tersentak kaget dengan jawabannya sendiri, dan merutuk dalam hati karena ekspresi Mama menggelap. 

"Pacar? Lah, katanya Luna nggak punya pacar?" seru tante Joice sambil menatap Mama dengan tatapan menuntut penjelasan.

"Memang nggak punya. Ini juga nggak tahu kenapa tiba-tiba punya pacar. Luna, kamu bohong, kan?" hardik Mama.

"Luna baru aja punya. Kita baru jadian," balas Luna yakin.

"Apa?" seru Mama kaget.

"Buat apa saya nunggu kalau anak kamu udah ada yang punya? Kasian Yosan, sampai harus nunggu lama dan lewatin jam tidur awalnya. Anak saya nggak bisa tidur kalau udah lewat dari jam delapan," sewot tante Joice yang sukses membuat Luna bergigik sambil menatap Yosan.

Nggak bisa tidur kalau lewat dari jam delapan? Omaigat, anak Mami banget, batin Luna jijik.

Meski tante Joice dan Yosan akhirnya berlalu pergi, tapi itu tidak berarti masalah selesai begitu saja. Sebab, ultimatum dari Mama sudah dikeluarkan dan membuat Luna melongo tidak percaya.

"Mama jangan bercanda," ucap Luna yang berusaha tenang, meski dalam hati sudah sangat panik.

"Emangnya Mama keliatan bercanda? Mama serius, Luna! Kalau udah punya pacar, sini bawa pulang, kenalin sama Mama dan Papa. Inget ya, umur kamu udah nggak muda. Udah harus mikir serius dan nggak ada waktu buat pacar-pacaran," omel Mama.

"Ya tapi nggak bisa langsung gitu dong, Ma. Aku mesti kenal lebih jauh dan..."

"Justru itu lebih bagus! Mumpung baru kenal, sekalian aja kenalan. Kita sama-sama kenal lebih jauh, sekalian Mama mau liat apa pacar kamu itu serius atau nggak!"

"Tapi, Ma..."

"Nggak ada tapi! Besok Papa pulang dari luar kota, jadi kamu bisa bawa pacar untuk kenalan sama kami di Sabtu ini."

Luna tidak mampu membalas atau mengelak karena tidak memiliki jawaban yang tepat. Sampai akhirnya, Luna hanya bisa berdiam diri di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa.

Sabtu, pikir Luna. Itu berarti tiga hari dimulai dari sekarang. Menghela napas berat, Luna merasa semakin kacau dengan pikiran yang berkecamuk. Hingga sebuah ide terbersit, dan itu membuat Luna mengerang tidak karuan. Rasanya ingin menangis, tapi tidak bisa.

Dengan perasaan yang semakin tidak karuan, Luna mengambil ponsel dan melakukan panggilan. Telepon diangkat setelah dering pertama.

"Well, udah kangen banget sampai harus telepon semalam ini?" kekeh Jerome di sebrang sana.

"Tawaran lu... masih berlaku?" tanya Luna tanpa basa basi.

Jeda sejenak. Mungkin Jerome kaget, atau sedang berpikir, tapi Luna tidak peduli. Satu-satunya orang yang bisa dimintai pertolongan untuk saat ini hanyalah Jerome.

"Lu minat jadi FWB?" tanya Jerome dengan nada hati-hati.

"Kenapa? Lu takut?" hardik Luna dengan nada sok menantang, meski dadanya berdegup kencang sambil mengumpat dalam hati.

"Of course, not. Tapi gue perlu tahu alasannya kenapa tiba-tiba lu bersedia padahal tadi menolak mentah-mentah," balas Jerome tegas.

"I did some thinking," ujar Luna mencoba mencari alasan.

"Oh yeah? What was that?"

"I won't tell ya."

"What?"

"Let's meet again. I'll tell you later."

Kekehan Jerome terdengar, lalu seperti bergumam seorang diri karena Luna tidak bisa mendengar apa-apa.

"Okay, kalau itu mau lu. Jadi, lu mau ketemu kapan? Dan dimana?" tanya Jerome kemudian.

"Sabtu ini, bisa?"

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Jerome menjawab, dan itu sukses membuat Luna ingin tenggelam saat ini juga.

"Sure, I'm always ready for you, Baby. But, I need my payback, and it's you."




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Seturut dengan pengalaman main aplikasi, nggak ada yang sulit asalkan kita bisa mengambil kendali.
Biasanya, kalau kita tahu trik untuk mencari topik, maka obrolan itu akan jadi menarik.

Pada intinya sih, buat pengalihan.
Misalkan arah obrolan udah mulai nyasar dan berujung dengan godaan, kita harus bertindak dan menyiasati dengan candaan.

Sekali lagi, mau coba silakan.
Tapi, jangan terlalu dibawa serius.
Yang namanya main2, jadi artinya yah kita lagi bermain.
Serius itu bisa diambil jika dua pihak memilih jalur yang sama lewat obrolan ringan tentang masa depan.
Asek! 😂

Perlu digarisbawahi, mau cari selingan juga nggak mudah.
Mereka juga nggak yang match, trus langsung dapet.
Start convo itu mudah.
Yang sulit adalah chemistry.
Kecuali kalau memang sama2 hornian, itu lain cerita yah.

Sederhananya kita mikir kayak gini:
Untuk mencari di lingkaran pertemanan saja nggak mudah, bagaimana mungkin kita mendapatkan hal itu dengan mudah lewat orang yang sepenuhnya asing di dunia maya?

Memang nggak semua, tapi kebanyakan yah gitu.
Optimis boleh, tapi tetap harus realistis.
So, playing cool is the key 😂



17.01.21 (16.40 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top