Sebuah Rencana

“Non Gia, ada yang nyariin tuh.”

“Siapa Bik?”

“Namanya kalau enggak salah Clarissa, katanya Non Gia kenal?”

Gia langsung tersentak. "Clarissa?" Iya, tentu saja Gia kenal. Dia kekasihnya Bara.

“Ngapain ya dia nyariin Gia?” Kedua telunjuk Gia saling beradu. “Yaudah deh Bik, tolong suruh dia tunggu sebentar.”

“Oke non, dia ada di ruang tamu.”

“Iya Bik.”

Gia pun langsung terlihat gelisah. Untuk beberapa menit dia hanya mondar-mandir saja di kamarnya.

“Mau ngapain ya Clarissa nyariin Gia?” Lalu Gia berpikir untuk bertanya pada Bara. Dengan cepat dia mengambil ponselnya kemudian menghubungi Bara. Namun, Gia langsung mematikannya begitu tersambung. “Enggak! Jangan hubungi Bara!” Dia pun memutuskan untuk menemui Clarissa.

Begitu Gia sampai di ruang tamu, Clarissa langsung menyapanya. “Hai, Gi! Sorry, kalau gue dadakan gini. Gue enggak ganggu waktu lo kan?”

“Enggak kok, enggak apa-apa.”

“Gue ke sini mau ngajak lo ke rumah Bara, gue… mau berteman sama lo Gi. Kalau lo enggak keberatan?”

Gia agak terkejut mendengarnya. Clarissa mengajaknya berteman? Dan apa katanya tadi? Dia mau ngajak Gia ke rumah Bara?

“Gia, Gia, enggak keberatan. Tapi, Clarissa enggak masalah berteman sama Gia?”

“Loh emangnya kenapa?”

Gia menunduk menatap tubuhnya yang gemuk lalu menatap tubuh Clarissa yang langsing kemudian memandang wajah Clarissa yang cantik.

“Gia… merasa enggak pantas berteman sama Clarissa.”

Clarissa terkekeh. “Enggak pantas gimana?”

Gia sedikit menunduk lalu kedua telunjuknya beradu. “Clarissa cantik dan sempurna sedangkan Gia… buruk rupa…”

“Ya ampun Gia!” Clarissa menatap Gia yang menunduk. Dia sedikit mengkerutkan dahinya melihat tingkah Gia yang memainkan kedua telunjuknya. “Gimana kalau kita pergi ke suatu tempat dulu, sebelum pergi ke rumah Bara?”

Gia mendongak. “Apa Gia harus ke rumah Bara?”

“Loh? Emang lo enggak mau ketemu Bara?”

Gia mengerucutkan bibirnya. Sebenarnya Gia ingin sekali menemui Bara karena dia sangat merindukan Bara setelah beberapa hari tak menghubungi dan memberi kabar.

Akhirnya Gia menuruti Clarissa pergi bersamanya. Sepertinya rencana Clarissa untuk berteman dengan Gia berhasil. Dia mengajak Gia ke sebuah butik langganannya. Clarissa sengaja mengajaknya ke butik itu karena di butik itu juga menjual dress-dress cantik untuk orang yang bertubuh gemuk.

Gia tampak senang sekali melihat dress-dress cantik itu. Tadinya Gia ingin menolak ketika Clarissa ingin membayar satu dress cantik yang sangat disukai Gia dan Gia tampak manis memakainya. Tapi Clarissa memaksa dan dia bilang harganya diskon jika Clarissa yang membayarnya karena dia memiliki kartu anggota pelanggan tetap butik tersebut.

Tentu saja Gia tak bisa menolaknya! Dress-nya pun langsung dipakai oleh Gia dan untung saja serasi dengan sepatunya. Setelah berbelanja di butik tersebut Clarissa mengajak Gia ke sebuah salon langganannya. Gia pikir, Clarissa ingin mempercantik dirinya tapi ternyata Clarissa ingin mempercantik Gia.

“Mbak, tolong ya dia dirias. Yang simpel dan natural aja. Rambutnya kalau bisa dirapihkan.” ucap Clarissa kepada salah satu pegawai salon itu.

“Eh?” Gia kaget. “Bukannya Clarissa yang mau dirias?”

“Bukan gue,” Clarissa menarik Gia untuk duduk di depan kaca yang besar. “Kan lo mau ketemu Bara, jadi lo harus dirias.”

“Tapi Gia enggak perlu dirias.”

Gia hendak berdiri namun ditahan Clarissa. “Enggak apa-apa, Gi. Kejutan buat Bara.” bisiknya.

Gia pun tak bisa berbuat apa-apa. Sekali lagi dia menuruti Clarissa. Selepas dirias, Gia memandang dirinya di depan cermin. Dia tampak manis dan sebuah senyuman yang polos terukir di bibirnya.

“Lo manis juga loh, Gi. Yuk! Sekarang kita ke rumah Bara?”

Gia mengangguk. Dia berharap ini benar-benar akan jadi kejutan buat Bara. Melihat dirinya berpenampilan manis dengan dress dan riasan.

Begitu sampai di rumah Bara, benar saja, Bara tampak terkejut melihat penampilan Gia. Tapi yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah Gia datang bersama Clarissa. Dia menyambut kekasihnya dengan pelukan namun tatapannya tak putus memandang gadis yang berstatus sebagai tunangannya.

“Kamu ngapain sih datang sama dia?” tanya Bara kepada Clarissa.

Air muka Gia yang tadinya tampak senang dengan senyuman manisnya langsung berubah sendu mendengar pertanyaan Bara kepada kekasihnya itu.

“Sayang,” Clarissa berbisik. “Kamu ini gimana sih? Dia kan tunangan kamu!”

“Iya aku tahu,” Bara mengkerutkan dahinya. “Rencana kamu apa sih ngajak-ngajak dia?”

“Rencana aku?” Clarissa bersidekap. “Kamu lupa? Kita kan mau makan siang bareng!”

“Aku enggak lupa kita mau makan siang bareng,” Bara melirik Gia yang menunduk dengan  memainkan kedua telunjuknya. “Tapi bukan itu maksud aku.”

“Trus maksud kamu apa? Kamu menuduh aku merencanakan sesuatu?”

“Bukan sayang, bukan itu, maksud aku…”

“Aku sengaja ngajak Gia buat nemenin,” Clarissa lalu merangkul Gia yang kontan saja membuat Gia tersentak. Mereka saling bersitatap. Clarissa tersenyum pada Gia lalu menatap Bara. “Kita kan sekarang berteman.”

“APA!?” Bara yakin sekali dia tak salah mendengar. Clarissa dan Gia berteman? Kekasih dan tunangannya berteman?

Mampus lo Bar! Kekasih dan tunangan lo temenan! Ck.

“Iya sayang, aku sama Gia temenan. Iya kan Gi?” Ekspresi wajah Gia tampak bingung. Karena dia masih tidak mengerti apa yang terjadi, kepalanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Clarissa.

Bara memijat dahinya. “Yauda, kita jalan sekarang aja!” Dia tampak kalut. Ini seperti ujian hidup dengan pilihan ganda. Clarissa? Gia? Atau tidak keduanya sama sekali?

“Gi, lo duduk di depan aja ya? Kan lo tunangannya Bara?” Clarissa menyuruh Gia duduk di bangku penumpang yang ada di depan karena Bara yang menyetir mobilnya.

“Sayang, kamu duduk di depan aja! Aku enggak nyaman kalau dia yang duduk di depan!”

Seketika Gia tidak jadi masuk ke mobil mendengar perkataan Bara. Dia lalu menatap Clarissa kemudian tersenyum. “Enggak apa-apa, Gia duduk di belakang aja.”

“Tapi, Gi…”

Belum sempat Clarissa menyelesaikan kata-katanya, Gia dengan cepat membuka pintu belakang mobil dan duduk di bangku penumpangnya dalam diam. Senyum tipis tersungging di kedua sudut bibir Clarissa.

Dalam perjalanan, suasana tampak canggung dan hening. Diam-diam Bara melirik spion untuk melihat Gia yang duduk di belakang. Namun sayang, Gia memalingkan wajahnya menatap jalanan. Dia terdiam dan meremas kedua tangannya.

Bara agak kesal melihat Gia hanya terdiam dan memalingkan wajahnya. Baru beberapa hari yang lalu dia membuat Gia menangis dan Gia tak ada kabarnya sama sekali. Sekarang mereka berada di situasi saling mendiamkan dengan kehadiran kekasihnya di antara mereka. Dia sungguh tak menyukai situasi ini.

Karena sesungguhnya, Bara tak ingin menyakiti Gia. Tapi dia juga tak mau melepaskan Clarissa.

“Astaga sayang! Aku suka banget lagu ini!” Clarissa membesarkan volume ketika radio memutar lagu She Will Beloved-nya Maroon Five. “Adam Levine tuh ganteng banget!”

“Mm,” Bara mengangguk dengan ekspresi wajah sarkastik. “Kamu udah bilang itu berkali-kali.”

Clarissa tertawa geli melihat respon Bara. “Ya ampun, kamu jangan cemburu gitu dong ah,” Dia mengelus lembut rahang Bara. “Kamu juga ganteng kok.”

Bara tersenyum. “Kalau aku dan Adam Levine ada di hadapan kamu sekarang, siapa yang paling ganteng?”

“Ya jelas Adam Levine-lah yang paling ganteng!” Clarissa terkikih melihat Bara menatapnya datar. “Tapi aku tetap pilih kamu kok.” Dia menepuk-nepuk pelan bahu Bara. “Ngomong-ngomong, Gi. Kalau menurut lo siapa yang paling ganteng? Tunangan lo atau Adam Levine?”

Gia mengkerutkan dahinya. Bibirnya mengerucut dan kedua telunjuk mulai saling beradu. Dia berpikir keras, jelas menurutnya yang paling ganteng pasti Bara. Tapi dia merasa tidak bisa mengatakan bahwa Bara-lah yang paling ganteng karena ada Clarissa. Lalu Adam Levine? Gia sama sekali tidak tahu siapa itu Adam Levine? Pernah melihat wajahnya pun tidak!

Pada saat itu, bayangan wajah Adnan terlintas di pikirannya dan menurutnya Adnan juga ganteng. Dia lalu tersenyum semringah yang tanpa sadar ditangkap Bara melalui kaca spion. “Adnan! Adnan yang paling ganteng!”

Ciiiiitttttt!!!!!!! Bukkk!!! Clarissa dan Gia langsung terjerembab ke depan karena Bara mengerem mobil secara tiba-tiba.

“Apa lo bilang!? Adnan yang paling ganteng!?” Napas Bara memburu.

Dengan memegang dahinya, Clarissa menoleh dan melihat Bara tampak kesal. Dia hanya bisa terdiam melihat ekspresi kekesalan Bara yang menatap Gia dengan tatapan yang tak pernah dia dapatkan selama berpacaran dengan Bara. Tatapan kecemburuan!

“Jadi, kalau gue sama Adnan siapa yang paling ganteng!?” Bara mengintimidasi.

Gia tampak kebingungan. Dia menatap Bara dengan polos. “Bara nanya sama Gia?”

Detik itu juga Bara sadar kalau dia sudah bersikap berlebihan. “Gue enggak nanya lo!” Lalu dia melirik Clarissa. “Aku nanya kamu, sayang.”

“Kamu nanya aku?” Clarissa memicingkan matanya. “Tapi, Adnan itu siapa?”

Bara menjadi salah tingkah. “Sial! Clarissa kan enggak kenal Adnan!” Kemudian dia menatap Gia tajam seakan meminta penjelasan. “Gia! Adnan itu siapa!?”

Lah? Lo enggak kenal Adnan, Bar? Ck.

∆ ∆ ∆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top