Panggilan Dari Clarissa
Bara tanpa berpikir panjang meninggalkan Gia di kebun binatang sendirian. Dia langsung menuju apartemen Clarissa. Bukan tanpa alasan Bara terlihat panik, panggilan dari Clarissa beberapa saat lalu terdengar seperti keadaan darurat. Clarissa meminta Bara untuk segera ke apartemennya.
Pada saat itu yang di pikiran Bara hanyalah segera sampai di apartemen Clarissa. Dia tak mungkin membawa Gia ikut serta karena pacarnya tidak menyukai Gia. Bara pikir, mungkin sebaiknya Gia tetap di kebun binatang dan dia bermaksud menjemput Gia setelah urusannya di apartemen Clarissa selesai.
Bara berharap tidak akan lama di apartemen Clarissa, namun perkiraannya ternyata salah. Keadaan darurat yang dimaksud Clarissa adalah sebuah kejutan. Cewek itu mempersiapkan sebuah perayaan anniversary hubungan mereka yang ternyata dilupakan Bara.
“Tadaaaa!!! Happy anniversary, sayang.” Clarissa langsung memeluk dan mengecup bibir Bara begitu pria itu sampai di apartemennya.
“Sayang?” Bara melepaskan pelukan. “Ini maksudnya apa?”
“Maaf sayang, aku bilang keadaan darurat tapi sebenarnya aku mempersiapkan kejutan buat kamu,” Clarissa bergelayut manja di lengan Bara. “Kamu enggak lupa kan sama anniversary kita?”
Bara meneguk salivanya. Ah iya! Hari ini! Sial, kenapa sampai lupa?
“Sayang? Kamu lupa ya?” tanya Clarissa dengan suara agak meninggi.
“Enggak, ya aku pasti enggak lupa,” Bara mencubit gemas hidung Clarissa. “Makasih ya kejutannya.”
“Kamu, enggak kasih aku kejutan?”
Bara mendesah. “Kan aku sudah di sini? Apa perlu kejutan lagi?”
Clarissa menggeleng dengan senyuman yang merekah. Dia lalu memeluk Bara sebentar kemudian menariknya ke arah meja makan.
“Aku tadi beli kue dan sudah mempersiapkan semuanya untuk dinner romantis merayakan anniversary kita.”
Seketika tubuh Bara menegang. Dia teringat dengan Gia yang ditinggalkannya sendirian di kebun binatang.
“Sayang, gimana kalau dinner-nya kita ganti sekarang aja?”
“Kenapa? Kamu enggak mau dinner sama aku?”
“Bukan gitu,” Bara mengusap tengkuknya, sadar diperhatikan dengan curiga oleh Clarissa. “Nanti malam soalnya aku ada urusan.”
“Urusan apa?” tanya Clarissa mengintimidasi Bara.
Bara menghembuskan napas. “Soal perjodohan itu.”
“Oh,” Clarissa bersidekap. “Jadi, perjodohan itu lebih penting dari anniversary kita?”
“Bukan gitu sayang, aku…”
“Yauda, kamu pulang aja! Biar aku sendiri yang merayakan anniversary kita.” Clarissa duduk di kursi makan melancarkan aksi ngambek-nya.
Bara mengacak rambutnya frustasi. Dia tak mungkin jujur pada Clarissa kalau hari ini sebenarnya dia kencan dengan Gia dan meninggalkan cewek itu di kebun binatang sendirian. Clarissa bisa marah besar dan mungkin akan meminta putus.
Yauda sih Bar! Putusin aja!
“Oke, kita dinner.” Bara duduk di samping Clarissa dan mengelus lembut puncak kepalanya.
Diam-diam Bara melirik jam di ponselnya yang menunjukkan hari menjelang sore. Dia berkali-kali kepikiran Gia. Bagaimana mencari alasan kepada Clarissa untuk keluar sebentar agar bisa menjemput Gia?
Tapi Clarissa justru mengajak Bara duduk di sofa untuk menonton sebuah film. Clarissa memutar sebuah film drama romantis yang tentu saja membuat Bara mengantuk saat menontonnya dan tanpa disadari dia terlelap dengan sendirinya.
∆ ∆ ∆
Seorang penjaga kebun binatang melihat cewek tampak kebingungan di depan pintu masuk kandang primata. Hari sudah menunjukkan pukul lima sore dan kebun binatang akan segera ditutup. Penjaga kebun binatang itu lantas menghampiri cewek tersebut.
“Maaf, Dek. Adek tersesat?” dia memperhatikan penampilan cewek itu, terlihat seperti anak kecil karena sedang memeluk boneka namun sepertinya cewek itu bukan anak kecil. “Kebun binatangnya mau ditutup Dek, sebaiknya adek keluar jangan menunggu di sini.”
Cewek itu, Gia, tampak bingung dan ketakutan. “Bara nyuruh Gia nunggu di sini pak, enggak boleh ke mana-mana.”
“Oh, sekarang Bara itu lagi ke mana?”
“Enggak tahu. Bara bilang mau pergi sebentar.” cicit Gia mau menangis.
“Kalau gitu mending adek nunggu di luar pintu masuk aja, soalnya kebun binatangnya mau di tutup. Yuk? Bapak antar?”
Gia benar-benar menangis. Sambil mengusap air matanya dia mengangguk dan mengikuti bapak-bapak itu. Lagipula, Gia sedari tadi ketakutan karena kandang primata tempat gorilla tinggal sudah sepi tak ada lagi pengunjung. Hari juga mulai gelap.
“Dek, adek punya nomor hape si Bara ini enggak?” Gia mengangguk. “Coba dihubungi, Dek!”
Gia lalu mengeluarkan poneselnya, dia menghubungi Bara namun tidak diangkat, dia juga mengirimi Bara pesan tapi sepertinya tidak dibaca. Sedetik kemudian ponsel Gia mati karena kehabisan Baterai.
Kembali sambil memeluk boneka teddy bear-nya, Gia mulai menangis. Kedua telunjuknya pun saling beradu.
“Dek? Kok nangis?”
“Ponselnya mati.” ucap Gia dengan bibir bergetar.
“Mati? Kehabisan baterai?” Gia mengangguk. Dia menjadi sangat ketakutan akan bermalam di kebun binatang karena tak membawa pengisi daya baterai ponselnya. “Sini Dek, diisi sebentar dayanya,” Bapak-bapak itu mencolok ponsel Gia dengan pengisi dayanya. “Bapak sebentar lagi mau pulang, adek sebaiknya menghubungi seseorang yang bisa menjemput adek atau adek mau dipesankan Go-Jek?”
Gia menggigit bibir bawahnya, dia tak pernah menggunakan jasa Go-Jek. Dia juga tidak ingat alamat lengkap rumahnya. Seumur-umur Gia selalu memakai supir ke mana-mana. Namun, berhubung hari ini Gia jalan sama Bara, Mamanya meliburkan supirnya. Jadi tidak mungkin Gia meminta supirnya untuk menjemputnya. Dia juga tidak mau menghubungi mamanya, Gia takut mamanya akan marah sama Bara karena sudah meninggalkan dirinya sendirian di kebun binatang.
Astaga Gia! Bara tuh emang seharusnya diomelin sama nyokap lo!
“Dek? Jadi gimana?”
Gia mengambil ponselnya. Dia memutuskan untuk menghubungi seseorang.
“Halo?”
“Dira? Tolongin Gia…”
“Gia? Lo kenapa? Eh bukannya lo pergi sama Bara? Lo diapain sama dia?”
“Diraaaa, Gia ditinggal sendirian di kebun binatang.”
“Astaga Gia? Serius? Terus sekarang lo masih di sana?”
“Iyaaa, Dira jemput Gia dong… Gia takuuut...”
“Oke, Gia. Lo tetap di sana ya? Jangan ke mana-mana! Gue jemput sekarang!”
Gia hanya mengangguk lalu mematikan ponselnya. Dia melihat sekeliling, kebun binatang sudah sepi dan gelap. Dirinya sekarang sedang berada di pos satpam dengan beberapa orang yang hendak pulang. Gia hanya bisa memainkan kedua telunjuknya ketakutan.
∆ ∆ ∆
Perlahan Bara membuka matanya, dia menguap lalu melihat sekeliling. Apartemen Clarissa? Kontan Bara langsung terlonjak.
“Sekarang jam berapa?”
“Kamu sudah bangun?”
Gusar karena pertanyaannya tidak dijawab reflek Bara melihat jam di dinding. Jam delapan? Lalu dia melihat ke jendela yang ternyata sudah gelap gulita.
“Sayang, aku sudah siapin dinner buat kita.”
Bara mengusap tengkuknya lalu memegang kedua bahu Clarissa. “Sayang, maaf ya sepertinya sekarang aku enggak bisa dinner sama kamu buat rayain anniversary kita.”
“Loh? Kenapa? Kamu sudah di sini dan aku sudah siapin semuanya. Kita tinggal makan malam romantis.”
“Ada urusan mendesak. Aku janji nanti kita makan malam romantis buat rayain anniversary kita.” Buru-buru Bara menuju pintu.
“Keadaan mendesak apa sih? Perjodohan kamu?”
Bara menahan napas sebentar kemudian berbalik. “Bukan sayang, nanti aku jelasin ya?”
Clarissa bersidekap. “Kalau aku sekarang marah sama kamu, apa kamu bakal tetap pergi?”
Dan Bara tak menjawab pertanyaan terakhir Clarissa. Dia lebih memilih diam dan dengan langkah cepat keluar dari apartemen meninggalkan Clarissa yang saat itu sedang menahan emosinya.
Bara langsung menuju ke kebun binatang Ragunan. Pikirannya kalut, terlebih lagi dia khawatir dengan Gia. Apakah Gia sudah pulang? Atau masih menunggunya? Apa Gia pulang sendiri? Atau sudah ada yang menjemputnya? Bara hanya berharap tidak terjadi hal buruk pada Gia jika memang cewek itu masih menunggunya.
Inginnya, Bara menancapkan gas pada kecepatan di atas rata-rata, namun sayangnya kemacetan menghiasi jalanan Jakarta. Meski hari ini hari sabtu, tapi macet di Jakarta seperti tidak kenal hari apapun.
“Sial!” maki Bara memukul stir. Lalu dia mencari ponselnya berniat menghubungi Gia namun ternyata benda yang dicari tidak ditemukannya. “Brengsek!” Bara memukul kembali stir mobil. Ponselnya tertinggal di apartemen Clarissa saat dia terburu-buru keluar tadi.
Di sepanjang perjalanan, Bara hanya bisa berharap Gia baik-baik saja juga sedang menunggunya di kebun binatang.
Setelah melewati kemacetan dan akhirnya Bara hampir sampai di kebun binatang Ragunan, mata Bara bergerilya mencari-cari sosok yang gemuk dan pendek di keremangan malam. Sambil menjalankan mobilnya memasuki pintu masuk, Bara menyipitkan matanya. Dia seperti menemukan sosok itu di depan patung gorilla raksasa. Senyum kelegaan merekah di bibir Bara, dia lalu menjalankan mobilnya mendekati patung gorilla raksasa itu.
Namun, pergerakan mobilnya tiba-tiba berhenti. Ternyata sosok yang dicarinya itu tak sendirian. Dari arah seberang, muncul seseorang yang sangat Bara kenal mendekatinya.
“Sialan! Gue keduluan!” Bara meremas stir mobil. Ekspresinya menjadi datar dengan amarah yang sudah mengumpul.
Sangat jelas terlihat meski di keremangan malam, Gia langsung memeluk pria itu sambil menangis dan pria itu balas memeluknya berusaha menenangkannya. Bukan hanya Bara saja yang melihat kejadian itu, tapi patung gorilla raksasa juga menjadi saksinya.
Gak romantis banget sih! Pelukan di depan patung gorilla?
∆ ∆ ∆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top