Namanya Clarissa
Gia memasuki pekarangan rumah Adira dengan kepala tertunduk. Kedua jari telunjuknya saling beradu dan kedua sudut bibirnya melengkung ke bawah. Matanya sudah berair menunggu terjatuh di pipinya.
Dia terus berjalan menunduk menuju pintu rumah sahabatnya itu. Hingga dirinya bertubrukan dengan seseorang ketika hendak masuk.
“Aduh!” Gia mengusap kepalanya.
“Gia? Lo enggak apa-apa?” tanya Adnan.
Gia mendongakkan kepalanya untuk melihat Adnan dan tepat pada saat itu airmatanya jatuh. Dia pun langsung menunduk kembali.
“Gia?” tanya Adnan khawatir sambil memegang bahu Gia. “lo kenapa nangis? Siapa yang buat lo nangis?”
Gia hanya tertunduk sambil menggeleng perlahan. Bahunya bergetar dan Terdengar isakan tangis.
Adnan menggeram dalam hatinya. dia yakin pasti seorang Kumbara Pancakawirya yang sudah buat Gia menangis. Adnan cukup tahu, laki-laki bernama Bara itu selalu bisa membuat Gia menangis.
“Gia, cerita sama gue,” Adnan berusaha untuk bertanya sekali lagi. “siapa yang sudah buat lo menangis?”
Gia mengangkat sedikit kepalanya dan mengusap airmata di pipinya. Bibirnya mengerucut dan kedua jari telunjuknya kembali saling beradu. “Gia… mau ketemu sama Adira.”
Adnan menghembuskan napas. “Dira sudah berangkat ke kampus,” dia melihat Gia memainkan kedua telunjuknya pertanda gadis itu sedang resah dan sedih. “Gia, kita masuk dulu yuk?” Adnan menarik Gia memasuki ruang tamu dan mengajaknya duduk di sofa. “sekarang, Gia cerita ya sama gue, kenapa Gia nangis?” tanya laki-laki itu lembut.
Setiap kali Adnan menghadapi Gia, dia tidak pernah bisa membentak atau memarahi gadis itu. Hatinya sudah terlalu sayang hingga hanya sikap lembut yang keluar dari dirinya. Bahkan rasa sayang yang dia pikir dulu hanya sebatas adik seperti kepada saudara kembarnya, kini tumbuh sebagai rasa sayang yang lebih dari sebatas adik atau teman. Adnan mengakui dia sayang kepada Gia sebagai perempuan.
Tak pernah Adnan melihat Gia sebagai perempuan yang masih bertingkah anak kecil. Baginya, tingkah Gia yang seperti anak kecil justru membuat Gia menjadi sangat menggemaskan dan membuat Adnan semakin tambah sayang.
Berbeda dengan Bara, Adnan tak mengerti kenapa Bara tak bisa melihat kelebihan Gia? Kenapa Bara tak bisa melihat kalau Gia sangat menggemaskan? Apa karena fisik Gia yang gemuk? Justru bagi Adnan, Gia seperti little bear-nya.
Nyatanya, Bara bukanlah Adnan! Dan Gia jatuh cinta pada Bara!
“Gia?” Adnan memanggilnya kembali setelah beberapa menit tak ada jawaban dari gadis itu.
Gia menatap Adnan intens. “Tadi Gia ke rumah Bara buat mengantar sarapan,” dia memulai cerita. “terus, Gia ketemu sama pacarnya Bara.” lanjutnya lalu dia menundukkan kepalanya lagi.
Adnan menghela napas lalu bersandar di sofa. “Jadi Gia sudah ketemu pacarnya Bara?”
Gia langsung mendongak dan mengernyitkan dahinya. “Adnan tahu pacarnya Bara?”
Adnan mengangguk. “Namanya Clarissa Margaretha Aswangga.”
Gia menatap Adnan, tanpa sadar kedua jari telunjuknya kembali beradu. “Clarissa Margaretha Aswangga. Clarissa Margaretha Aswangga.” gumam Gia berusaha untuk mengingat nama tersebut. Nama seorang perempuan yang kini menjadi kekasih Bara.
∆ ∆ ∆
“Kamu bawa bekal?” tanya Clarissa ketika dia melihat Bara menaruh kotak makan di atas dashboar mobil.
Bara yang hendak memasang seatbelt menoleh ke arah Clarissa lalu melirik kotak makan yang merupakan pemberian Gia -nasi goreng untuk Bara sarapan. “Hmm.” Bara mengangguk.
“Aku boleh makan bekal kamu enggak?” tanya Clarissa tanpa permisi dia mengambil kotak makan itu.
“JANGAN!” bentak Bara. Secepat kilat diambilnya kotak makan dari tangan perempuan itu.
Clarissa hanya bisa membelalakkan mata. Mulutnya sedikit menganga karena kaget. Bara membentaknya karena kotak makan?
“Maaf sayang,” Bara gelagapan. “bukan maksud aku bentak kamu,” Bara meletakkan kembali kotak makannya di atas dashboar mobil. “tapi bekalnya itu yang buat mama, aku harus makan bekalnya.” Bara beralasan.
Seriously, Bar? Itu kotak makan Gia? Nasi goreng buatan Gia?
Clarissa menatap Bara datar. “Yauda, enggak apa-apa kok sayang.” ucapnya tersenyum.
Bara balas tersenyum lalu menjalankan mobilnya. Di tengah perjalanan, Clarissa bertanya sesuatu yang mengusiknya semenjak melihat Gia di ruang tamu rumah Bara.
“Mm, sayang, tadi perempuan di rumah kamu siapa?” tanya Clarissa hati-hati.
Raut wajah Bara menegang dan dia sedikit meremas setir mobil. “Apa gue harus tahu kasih tahu Clarissa ya?”
“Bara? Sayang?”
“Hah?”
“Kamu ih enggak jawab pertanyaan aku?”
“Oh itu,” Bara berpikir sejenak. Lalu dia putuskan untuk jujur pada Clarissa. “perempuan di rumah aku tadi? Dia teman aku sejak kecil, namanya Asmara Bahagia, tapi biasa dipanggil Gia,” terdengar helaan napas. “Dia, tunangan aku.”
“Apa? Tunangan?” tanya Clarissa seolah-olah salah mendengar.
“Iya, dia tunangan aku. Keluargaku dan keluarga dia menjodohkan aku sama dia.”
“Tunggu dulu,” Clarissa memutar sedikit tubuhnya menghadap Bara. “Kalau dia tunangan kamu, lalu aku ini apa?”
“Kamu pacar aku, sayang.”
“Jangan panggil aku sayang!” bentak Clarissa. “Aku lagi syok dengar kamu nyebut wanita lain tunangan kamu! Dan aku statusnya hanya pacar kamu!”
Bara mendesah kasar. “Sa, kamu tenang saja. Aku…”
“Gimana aku mau tenang? Aku pacar kamu tapi kamu tunangan sama orang lain dan kamu bakal nikah sama dia!” cecar Clarissa panik.
“Sa! Dengerin aku dulu! Aku enggak bakalan nikah sama dia! Karena aku enggak cinta sama dia!” Bara sedikit emosi.
Iya, Bar. Sekarang lo belum cinta sama Gia!
Clarissa terdiam. Dia menenangkan dirinya. “Beneran, kamu enggak bakalan nikah sama dia?”
Bara tidak menjawab hanya mengangguk perlahan. Anggukan yang terlihat ragu-ragu.
“Bara! Aku serius sama kamu! Aku mau nikah sama kamu!” Clarissa menegaskan.
Bara menoleh. Kedua alisnya sedikit saling bertaut. Lalu dia memalingkan mukanya. “Aku juga serius sama kamu, Clarissa.” ucapnya tanpa melihat perempuan itu.
Clarissa menatap Bara dengan tajam. “Dia bahkan bicara seperti itu tanpa melihatku!” dan detik itu Clarissa sadar, Bara tak serius dengan ucapannya.
Dipalingkan wajahnya melihat jalanan. “Asmara Bahagia. Asmara Bahagia.” gumam hatinya berulang kali. Dan seperti Gia, Clarissa juga berusaha mengingat nama itu. Nama seorang perempuan yang kini menjadi tunangan Bara.
Sekilas diliriknya kotak makan di atas dashboar mobil. Kotak makan itu berwarna pink dengan bentuk teddy bear. Clarissa mengkerutkan dahinya. Pikirannya curiga dan bertanya-tanya. Benarkah itu bekal buatan mamanya Bara? Bukan buatan perempuan yang datang ke rumah Bara tadi pagi?
Mobil yang dikendarai Bara keluar dari komplek perumahan dan tepat pada saat itu Bara melihat Gia bersama Adnan sedang berjalan bersama. Gia memakan sebuah es krim dan Adnan terlihat mengelus lembut puncak kepala Gia.
Dari balik kaca mobilnya Bara bisa melihat jelas mata Gia sembab seperti habis menangis, tapi Gia tertawa sambil menikmati es krimnya. Tanpa sadar Bara menyunggingkan sedikit senyum di bibirnya melihat Gia tertawa namun seketika senyumnya hilang menyadari Gia tertawa bersama Adnan bukan dirinya.
Jika Bara selalu membuat Gia menangis. Adnan selalu membuat Gia tertawa.
∆ ∆ ∆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top