Kebun Binatang
Bara mengeraskan rahangnya selama perjalanan menuju Kebun Binatang. Gia yang berada di sampingnya duduk di bangku penumpang sesekali melirik ke arah Bara. Hampir saja tadi Bara dan Adnan bertengkar kalau saja Adnan tidak mengalah dan kini Gia merasakan aura Bara begitu menyeramkan di dalam mobil.
“Ba-Bara marah?” cicit Gia dengan suara pelan hampir tidak terdengar.
Bara tidak merespon pertanyaan Gia, dia tetap fokus melajukan mobilnya dengan ekspresi serius. Gia menjadi gelisah, kedua telunjuknya pun beradu.
“Ba-Bara?” Gia memanggilnya dengan suara sedikit lantang dan melirik pria yang di sampingnya dengan sedikit ketakutan.
“Apa?”
Gia tersentak. “Eh? Itu.. Bara marah?”
“Enggak,” Gia menghembuskan napas lega dan tersenyum tipis. “Tapi gue enggak suka sama Adnan.”
“Eh?” Gia menoleh. “Emang kenapa? Adnan baik kok, dia juga sayang sama Gia dan Gia juga sayang sama Adnan.”
Terus Gi, terus aja lo bilang sayang sama Adnan. Ck.
Bara menggertakkan giginya. Kedua tangannya meremas stir. “Bisa diem enggak?” desisnya “Sekali lagi lo bilang sayang sama Adnan, gue turunin lo di sini!”
Gia langsung mengangguk ketakutan lalu menundukkan kepalanya kemudian kedua telunjuknya saling beradu. Detik itu juga Gia hanya terdiam di sepanjang perjalanan sambil menunduk tak berani menatap Bara atau pun jalanan di depannya.
“Udah sampai! Turun!”
Gia mendongakkan kepalanya. Benar saja, mereka sudah sampai di kebun binatang Ragunan. Gia dengan cepat turun dari mobil. Dia melihat sekeliling, dari tempatnya berdiri dia bisa melihat patung Gorila yang sangat besar. Wajahnya terlihat senang bukan main, saking senangnya dia menjadi heboh sendiri.
“Bara! Lihat!” Gia menunjuk patung gorilla raksasa. “Ada Gorilla Bara! Gorilla! Gia mau lihat Gorilla!” rengeknya menarik-narik baju Bara.
Beberapa orang terlihat tertawa melihat tingkah Gia yang seperti anak kecil yang baru pertama kali di ajak ke kebun binatang.
“Mas, itu adiknya mau lihat Gorilla.” celetuk seorang ibu-ibu yang lewat di hadapan mereka.
Bara hanya menyengir. Tunangan kok di sangka adik, sih?
“Bara, ayooo lihat gorilla!” kini Gia merajuk sambil menarik tangan Bara.
“DIEM!” Bara menyentakkan tangan Gia. “Lo diem di sini! Jangan ke mana-mana! Gue beli tiket masuknya dulu!” lanjutnya menggelengkan kepala.
Bara merasa malu dengan tingkah Gia. Bayangkan saja? Bahkan orang mengira Gia adiknya bukan tunangannya! Bara jadi kesal!
Lah Bar? Emang lo anggep Gia tunangan lo?
Gia menunduk dan benar-benar terdiam di tempatnya. Bibirnya mengerucut mau menangis, dia kaget sekali Bara membentaknya dan benar saja, air matanya pun jatuh. Buru-buru Gia menghapus air matanya.
“Mau sampai kapan berdiri di situ?” Bara menarik tangan Gia.
“Ba-Bara tunggu.”
Bara menghentikan langkahnya lalu melirik Gia. “Kenapa?”
“Boneka Gia ketinggalan di mobil.”
“Boneka?”
“I-iya, teddy bear.” Gia melirik Bara ketakutan.
“Tunggu di sini,” Bara lalu menuju mobilnya. Diambilnya boneka teddy bear milik Gia. Sesaat, dia tersenyum melihat boneka itu. “Ini, peluk terus bonekanya! Jangan ditaruh sembarangan!” Gia mengangguk patuh. “Ayo! Sekarang masuk!”
Tentu saja, Bara tak ingin Gia sampai kehilangan boneka teddy bear-nya karena dia tahu boneka itu sangat berarti untuk Gia. Dan boneka itu juga memiliki cerita tersendiri baginya.
“Waaahhh!” Gia berlari kecil menuju sebuah kolam yang dipenuhi dengan hewan sejenis bangau. “Bara, fotoin Gia mau ya?”
“Hmm.” Bara lalu mengambil ponsel Gia dan memotretnya. Setelahnya, dia ingin mengembalikan ponsel Gia namun terpaku dengan isi galerinya yang banyak sekali menampilkan foto Gia bersama Adnan. Memang sih, enggak hanya berdua sama Adnan tapi juga sama Adira. Namun, entah kenapa itu sangat mengusik Bara.
“Gia! Sini!”
“Kenapa?”
“Kita foto berdua!” Bara langsung merangkul Gia kemudian memfoto mereka berdua. “Lo bisa senyum enggak sih? Kalau sama Adnan lo bisa senyum!”
“Eh?” Gia kelagapan. Dia bingung setengah mati, kenapa Bara bisa seperti ini sikapnya? Biasanya Bara tidak pernah peduli pada dirinya.
“Kita foto lagi! Tapi sebelumnya, lo senyum dulu!”
Gia mengangguk. Wajahnya justru menampilkan ekspresi kebingungan.
“Gue bilang senyum!” agak tersentak Gia langsung menarik ke dua sudut bibirnya tersenyum lalu beberapa kali mereka melakukan selfie.
“Duh, masnya mesra banget ya sama adiknya? Benar-benar kakak yang baik.” puji seorang bapak-bapak yang melintas.
Bara hanya tersenyum dan Gia tidak paham apa yang sedang dibicarakan?
Bara lalu mengembalikan ponsel Gia. “Simpen baik-baik fotonya!” Gia langsung mengangguk patuh. “Dan… foto-foto lo sama Adnan dihapus aja!” kontan Gia langsung menatap Bara tidak mengerti. “Dengar gak?” tanyanya lagi.
“Ta-tapi… itu kan foto kenang-kenangan Gia sama Adnan juga sama Adira.”
Bara langsung merampas ponsel di tangan Gia. “Gue bilang hapus aja ya hapus aja!” Gia pun hanya bisa cemberut melihat Bara menghapus foto-fotonya bersama Adnan dari galeri ponselnya.
Tepat saat itu, sebuah mobil es krim melintas dan berhenti di tepian.
“Aaaahh, es krim! Es krim!” teriak Gia. Dia seketika langsung berlari menghampiri mobil es krim itu.
Badan Gia yang gemuk dan gempal tampak lucu saat berlari. Dengan tas ransel di punggungnya juga sambil memeluk teddy bear-nya, tentu saja Gia terlihat menggemaskan! Bara tersenyum geli melihatnya. Eh?
“Bang, es krim cone-nya satu ya?”
“Oke dekk, satu aja nih?”
“Hmm,” Gia tampak berpikir. “Tunggu sebentar,” Baru saja Gia hendak menanyakan Bara namun pria itu sudah berada di sampingnya. “Bara? Mau es krim?”
“Enggak, lo aja.”
Gia mengangguk. “Satu aja Bang.”
“Nih, es krimnya.”
Gia langsung menyantap es krimnya. “Bara, bayarin es krim Gia ya?” tanyanya menyengir.
Bara langsung melotot. Sialan! Minta dibayarin lagi!
Gia kembali menyantap es krimnya. Abang-abang es krim itu memperhatikan Gia, dia tersenyum geli. “Dekk, itu… di mulutnya.”
“Kenapa Bang?”
“Mulutnya belepotan dekk.” karena gemas, abang es krim itu hendak membersihkan mulut Gia yang belepotan. Tepat pada saat itu, Bara langsung menepisnya.
“Nih, saya bayar es krimnya.” Bara menatap tajam si abang es krim.
“Maaf mas, abis adeknya menggemaskan.” ucap abang es krim itu salah tingkah.
Bara masih menatap tajam, dalam pandangannya jelas dia melihat bahwa si abang es krim ini juga memperhatikan bibir Gia yang seksi. Oke seksi? Serius, Bar?
Tubuh Gia memang gemuk tapi bibirnya indah dan seksi. Kalau kalian tahu bibir Angelina Jolie, kurang lebih seperti itu lah bibir Gia. Bibir yang penuh dengan belahan di bawahnya. Siapa pun yang melihat bibir Gia pasti tidak akan tahan untuk menyentuh dan membelainya.
Eh? Membelai? Mengecup kali ah!
“Dia bukan adik saya.”
“Eh, maksud mas?”
“Dia tunangan saya!”
Bara langsung menarik Gia menjauh. Dia lalu mengeluarkan sebuah saputangan. “Nih! Lap tuh bibir lo! Bisa enggak sih kalau makan es krim tuh jangan belepotan!?”
Gia hanya menunduk sambil mengelap bibirnya dengan saputangan yang diberikan Bara. Sedangkan Bara sudah berlalu mendahuluinya.
“Lo capek gak?”
Gia menggeleng.
“Laper gak?”
Lagi-lagi Gia menggelang.
Bara mendecak frustasi. “Kalau ditanya tuh jawab!”
Gia lalu mendongakkan kepalanya. Sambil memeluk boneka teddy bear-nya dan kedua telunjuknya beradu. Dia menatap Bara mau menangis.
Melihat Gia mau menangis, tentu saja membuat Bara tambah frustasi. “Sekarang lo maunya apa?”
Gia semakin mengerucutkan bibirnya. Menatap Bara dengan tatapan anak kecil yang menginginkan es krim. Tapi bukan es krim yang diinginkan Gia, karena dia sudah mendapatkannya tadi.
“Gorilla.” cicit Gia.
“Hah? Apa? Lo mau gorilla?”
Gia mengangguk. “Gia mau lihat gorilla.”
Bara memejamkan sambil tertawa geli. Dia pikir tadi Gia ingin dibelikan gorilla. “Oke, kita ke kandang gorilla sekarang.”
Gia langsung mengangguk senang. Wajah ketakutan dan ingin menangisnya seketika berubah berseri-seri. Bara cukup takjub melihat perubahan emosi Gia begitu cepat. Benar-benar seperti anak kecil!
Bukannya Bara tidak tahu kalau sikap Gia seperti anak kecil, hanya saja, sebelumnya Bara tak pernah mengalami langsung bagaimana seorang Gia bisa mengubah emosinya begitu cepat. Beberapa menit yang lalu Gia terlihat ingin menangis, namun kini wajahnya berbinar begitu cepat hanya karena… gorilla?
Jangan kepedean, Bar! Bukan karena lo, tapi gorilla!
“Bara! Bara! Lihat gorillanya! Lucu ya? Kayak Bara!”
Kontan Bara kangsung membelalakkan kedua matanya. Apa maksudnya dia di samain sama gorilla? Tapi Gia dengan rasa tak bersalahnya hanya tertawa senang melihat gorilla bergelantungan di kandangnya.
“Harusnya gue enggak bawa dia ke sini!” geram Bara.
“Bara fotoin Gia sama gorilla mau ya?”
“Hmm.” Bara mengangguk mengambil ponsel Gia. “Lo sama lucunya juga kok sama gorilla.” ujar Bara sarkas, bermaksud untuk balas menyindir Gia.
“Beneran?” tanya Gia senang.
Lah? Bara hanya melongo. “Nih anak malah senang disamain sama gorilla!”
Baru saja Bara hendak memotret Gia, ponselnya tiba-tiba berdering. Dia tersenyum melihat nama di layarnya. Namun, seketika wajah Bara menjadi serius setelah menerima panggilan itu.
“Gi, gue pergi sebentar,” Bara menyerahkan ponsel Gia. “Lo jangan ke mana-mana! Tetap di kandang gorilla ini! Paham?” Gia mengangguk kebingungan melihat kepergian Bara.
Apa-apaan lo Bar! Tunangan ditinggal sendirian di kandang gorilla!
∆ ∆ ∆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top