Kabar Mengejutkan

“Kirana? Ada apa kamu datang ke kantor saya? Yuk sini duduk!”

Kirana menatap sahabatnya, Juliana. Dia pun duduk bersamanya di kantor itu. Dia  bisa saja membuat janji terlebih dahulu alih-alih datang dengan tiba-tiba dan membuat sahabatnya tidak nyaman. Tapi keadaan mendesak dia harus segera menemui ibu dari calon menantunya itu.

“Maaf ya, saya enggak memberitahu dulu mau datang?”

“Enggak apa-apa, ya ampun kamu ini kayak sama siapa saja?”

Kirana tersenyum lalu menunduk. Juliana bisa melihat ekpresi kesedihan sekaligus marah di wajah Kirana. Perlahan dia memegang tangan Kirana yang bertumpu di atas meja.

“Ada apa, Kirana?”

Kirana mendongak. “Aku bingung harus mulai dari mana?” Dia lalu menghela napas. “Aku marah sekaligus sedih. Aku tak mau kita bertengkar karena kita bersahabat sudah lebih dari dua puluh tahun tapi aku sangat menyayangi putriku satu-satunya. Kamu pasti paham kan perasaanku?”

Juliana tak bergeming. Dia masih bingung ke mana arah pembicaraan Kirana. Kenapa juga mereka harus bertengkar? Lalu apa hubungannya sama putrinya?

“Gia, dia masuk rumah sakit.”

Mata Juliana langsung terbelalak. “Gia masuk rumah sakit? Dia kenapa?”

“Dia tak sadarkan diri pagi ini, aku panik sekali, lalu aku membawanya ke rumah sakit dan dokter mengatakan dia…,” Kirana menahan tangisannya. “Dia keracunan obat.”

“Keracunan obat? Bagaimana bisa?”

“Semua karena putra kamu, Juliana!”

“Putraku? Bara?”

Kirana mengangguk dan perlahan mulai menceritakan semua yang persis Adira ceritakan kepadanya. Mendengar Gia tak sadarkan diri tentu saja membuat Adira langsung menyusul Kirana ke rumah sakit. Dan setelah mendengar penyebab kenapa Gia bisa sampai tak sadarkan diri, membuat Adira harus memberitahukan semuanya kepada Kirana.

Juliana tertegun mendengar cerita dari Kirana. Gia sampai harus masuk rumah sakit karena putranya? Hatinya menjadi sakit mengetahuinya. Dia langsung paham bagaiamna perasaan Kirana. Karena dia sudah menganggap Gia sebagai putrinya juga bukan hanya sekedar putri sahabatnya.

“Astaga, Kirana. Aku benar-benar minta maaf. Aku benar-benar enggak menyangka kalau Bara….."

“Aku akan mencoba untuk memaafkan Bara, demi persahabatan kita. Tapi aku tidak bisa… aku tidak bisa membiarkan Gia tetap bertunangan dengan Bara.”

“Maksud kamu?” Juliana seakan tahu apa yang akan terjadi dengan pertunangan putranya itu dan dia tak mau hal itu terjadi. Terlebih lagi dia sudah sangat menyayangi Gia. “Kamu tahu kan? Aku sudah menganggap Gia sebagai putriku juga?”

Kirana mengangguk. “Karena itu, aku memutuskan untuk membatalkan pertunangan mereka.”

“Apa kamu tidak bisa pikirkan dulu? Pertunangan mereka? Seharusnya minggu ini kita menentukan tanggal pernikahan mereka?”

“Apa kamu pikir aku masih bisa berpikir dan memutuskan tanggal pernikahan mereka di saat Gia terbaring lemah di rumah sakit!?”

Juliana sungguh tak bisa lagi membalas perkataan Kirana. Jika dirinya ada di posisi Kiarana pasti dia juga tidak bisa berpikir lagi. Dia paham perasaan Kirana.

“Jadi, keputusanmu sudah bulat? Kamu tidak akan menyesalinya?”

“Iya. Dan aku yakin tidak akan menyesalinya,” Kirana tahu dia akan menyesali keputusannya, karena dia tahu bagaimana perasaan Gia kepada Bara, tapi dia tak akan mengungkapkannya. “Aku harap masalah ini tidak merusak persahabatan kita.”

Juliana tersenyum. “Aku pastikan kita akan tetap bersahabat. Lagipula aku sudah terlanjur menyayangi Gia.” Kemudian perlahan dia terisak. “Maafkan putraku, maafkan dia….."

Kirana lalu memeluk Juliana. “Tidak apa-apa, aku akan belajar memaafkan putra kamu dan Gia, aku tahu dia sangat mencintai Bara.”

“Bara itu…,” Juliana perlahan melepaskan pelukannya dengan Kirana. “sangat bodoh tak menghargai perasaan Gia.”

“Tidak, bukan seperti itu, Bara hanya tak bisa mencintai Gia.”

“Dan itu sangat bodoh sekali.”

“Sudahlah, sebaiknya kita jangan paksakan mereka,” Kirana menggenggam tangan sahabatnya itu lalu tersenyum kepadanya. “Jika kamu ingin menjenguk Gia, datanglah ke rumah sakit.”

∆ ∆ ∆

Bara merebahkan dirinya di atas sofa ruang tamu. Dia baru saja kembali setelah hampir seharian menemani Clarissa. Berkali-kali dia menghembuskan napas dengan mata terpejam. Keinginan Clarissa agar dia bisa melepaskannya sungguh membuat Bara lelah. Harus sampai kapan? Karena sepertinya Clarissa belum memperlihatkan tanda-tanda hatinya telah pulih dan siap melepaskannya.

Apa semua ini hanya akal-akalan Clarissa saja?

Sesungguhnya Clarissa tidak pernah bisa pulih dan melepaskan Bara?

Bara benar-benar harus mengambil langkah agar Clarissa bisa melepaskannya dengan segera. Karena Bara sudah membuat keputusan, dia akan menikahi Gia dan hanya Gia kini yang diinginkannya.

Gia! Bara membuka matanya lalu terduduk kemudian dia memijat dahinya. Mengingat Gia, rasanya sudah hampir seminggu dia tak menemui Gia, lebih tepatnya, dia yang meminta untuk tidak bertemu dulu. Bara lalu mengecek ponselnya. Dahinya berkerut karena tak ada satu pun panggilan atau pesan dari Gia.

Sudah hampir seminggu Gia tak mengabarinya, lagi dan lagi! Sial! Pikiran Bara langsung tertuju kepada satu nama, Adnan! Apa mungkin Gia selama seminggu ini bersama Adnan? Karena dirinya meminta untuk tak menemuinya dulu? Sampai-sampai Gia tak mengabarinya?

Tidak! Bara menggeleng keras! Dia mengecek kembali ponselnya dan dia menemukan fakta bahwa semuanya baik-baik saja, hingga beberapa hari lalu, Gia benar-benar sama sekali tak mengabarinya.

Ada apa gerangan?

Apa yang terjadi beberapa hari lalu?

Bara lalu memainkan layar ponselnya. Mencari kontak Gia kemudian menghubunginya. Dia tak mau menduga-duga jadi sebaiknya dia menghubungi saja tunangannya itu.

Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif-

“Kok enggak aktif sih?” Bara melihat layar ponselnya lalu memutuskan untuk kembali menghubungi Gia. Namun, suara operator kembali terdengar. “Apa-apaan sih!?” Dia lalu mengecek nomor kontak Gia, mungkin saja ada kesalahan tapi kenyataannya tidak ada kesalahan. Nomor yang dihubungi adalah nomor Gia.

Kenapa bisa tidak aktif? Apa ponselnya mati seperti waktu itu saat Gia pergi bersama Adnan? Bara tidak bisa menerima jika Gia benar-benar pergi lagi bersama Adnan.

Kenapa selalu Adnan?

Kenapa harus laki-laki itu?

Bara sendiri sadar tidak bisa mencegah Gia untuk pergi bersama Adnan. Biarpun dia sudah melarang, tapi Bara tahu, Gia juga menyayangi Adnan, Gia tidak bisa pergi begitu saja dari Adnan.

Dengan langkah cepat, Bara beranjak pergi dari ruang tamu. Tentu saja, dia ingin menemui Gia. Namun, belum sempat dia membuka pintu, papa dan mamanya baru saja masuk melalui pintu itu dan mereka menatap Bara dengan emosi tertahan.

“Kamu mau ke mana?” tanya Juliana dengan nada tegas.

Bara mengkerutkan dahinya. Dia bisa melihat ekspresi marah dari mamanya. “Mau menemui Gia, Mah.”

“Tidak perlu! Kamu tidak perlu lagi menemui Gia!”

“Maksud mama?”

Juliana melirik suaminya. “Pah, sebaiknya mama yang menjelaskan atau papa?”

Erlangga berdeham. “Sebaiknya kita berdua yang menjelaskannya, Mah.” Dia lalu meminta Bara dan istrinya untuk duduk bersama di ruang tamu.

Bara menuruti papanya, dia melirik ke arah Juliana dan tampak kebingungan melihat ekspresi marah dari mamanya itu. Dan apa kata mamanya tadi? Tidak perlu lagi menemui Gia?

“Kamu benar-benar keterlaluan ya, Bara! Bagaimana bisa kamu bilang ingin menemui Gia setelah apa yang kamu lakukan ke dia!”

Bara sontak terkejut mendengar kata-kata mamanya. Memang apa yang sudah dia lakukan? Dan apa yang sudah terjadi dengan Gia?

“Mah, tenang dulu, mah.”

“Gimana mama bisa tenang, Pah?” Juliana menghembuskan napas kasar. “selama ini mama pikir Bara sudah bersikap baik pada Gia, tapi ternyata….” Tak sanggup melanjutkan kata-katanya, Juliana hanya bisa mengelus dadanya dengan ekspresi kecewa.

“Sebaiknya kita mendengarkan penjelasan Bara terlebih dahulu.” Erlangga mencoba menenangkan istrinya namun justru membuat istrinya naik pitam.

“Mau dengar penjelasan apa lagi Pah?” mata Juliana berkilat-kilat. “Gara-gara anak kita, Pah! Karena Bara….,” Juliana mencoba meredam emosinya sambil melirik Bara. “Kirana memutuskan untuk membatalkan pertunangan putrinya! Jadi kamu, sebaiknya tak menemui Gia lagi!”

Tatapan Juliana kepadanya sangat mengerikan, mamanya murka dan Bara tahu itu! Tentu saja dia ketakutan melihat ekspresi kemarahan dari wajah wanita yang sudah melahirkannya itu. Tapi kata-kata “Kirana memutuskan untuk membatalkan pertunangan putrinya” dan “Sebaiknya tak menemui Gia lagi” membuat rasa ketakutannya terpendam oleh rasa penasarannya yang tak bisa diterimanya.

“Tunggu dulu, Mah. Bara masih enggak ngerti kenapa tante Kirana membatalkan pertunangan Bara sama Gia? Dan kenapa juga Bara enggak boleh menemui Gia lagi?”

Bara sebisa mungkin berbicara sopan dengan merendahkan suaranya. Dia berharap mendapat penjelasan segera namun Juliana yang terlanjur emosi tampak ingin sekali membentak Bara.

“Kamu benar-benar enggak ngerti apa pura-pura tidak tahu? Kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan? Apa selama ini kamu tidak ingat dengan perlakuan kamu kepada Gia? Bagaimana bisa, Bara, Bagaimana bisa! Kalau kamu memang tidak mau bertunangan dengan Gia, kenapa kamu tidak mengatakannya saja dari awal?”

Bara meneguk salivanya. Dia sedikit menunduk. Dari ekor matanya dia bisa melihat jelas kedua orangtuanya menatapnya penuh kemarahn dan meminta penjelasan. Sebenarnya apa yang sudah diketahui tante Kirana? Hingga kedua orangtuanya bisa semurka ini?

Apakah perjanjian tentang membuatnya jatuh cinta?

Atau hubungannya dengan Clarissa?

Bara mencoba berpikir keras mencari-cari alasan. Tapi sepertinya semua alasan yang akan dia buat tak akan berguna. Tak akan ada yang mau menerima alasannya. Apalagi tante Kirana sudah memutuskan membatalkan pertunangannya dengan Gia. Tidak! Bara tidak bisa membiarkan ini!

“Mah, bukannya Bara tidak mau bertunangan dengan Gia. Waktu itu…,”Bara menatap Mamanya takut-takut. “Itu… sudah tidak penting, Mah.”

Juliana bersidekap. “Sudah tidak penting maksudmu?”

“Maksud Bara…,” terdengar helaan napas. “Bara sudah mengakhiri hubungan dengan Clarissa.”

“Jadi benar? Selama ini kamu tetap berpacaran dengan Clarissa selagi kamu bertunangan dengan Gia? Hebat sekali kamu ya?”

“Mah, Bara benar-benar minta maaf.”

“Selama ini mama pikir adikmu itu bercanda saat mengatakan kamu masih berpacaran dengan Clarissa. Karena kamu memutuskan untuk bertunangan dengan Gia. Mama lebih percaya sama kamu! Tapi ternyata…. Dan Gia tahu itu semua kan?”

“Mah…”

“Seharusnya kamu minta maaf kepada Gia! Tapi mama rasa itu semua percuma mengingat Kirana sudah tak sudi lagi menerima kamu sebagai calon menantunya!”

“Kalau begitu, Bara harus bicara sama tante Kirana.”

“Kamu yakin, kamu mau bicara sama Kirana?”

“Iya Mah, Bara harus bicara sama tante Kirana. Bara tidak mau membatalkan pertunangan dengan Gia.”

Juliana mendecak. “Kamu pikir, kamu bisa mengubah keputusannya?”

“Bara harus mengubah keputusan tante Kirana, Mah! Bara akan menemuinya sekarang!” Dengan cepat Bara beranjak dari duduknya hendak pergi namun langkahnya tertahan dengan ucapan papanya.

“Jika kamu memang ingin bertemu Kirana, temui dia di rumah sakit.”

Bara mengkerutkan dahinya lalu menoleh ke arah papanya. “Rumah sakit?”

Erlangga mengangguk. “Gia sedang terbaring lemah di sana.”

∆ ∆ ∆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top