Bara Cemburu?
Gia mengendap-ngendap masuk ke kamar Adira. Dengan langkah berjinjit dia mendekati Adira yang sedang tiduran dengan posisi telungkup di kasur. “Adira!” Gia memeluk sahabatnya itu.
“Ada apa sih, Gi?” tanya Dira dengan dahi berkerut.
“Gia mau curhat.” jawab Gia tersenyum semringah.
Adira memutar bola matanya dengan malas. “Jangan bilang ini soal Bara lagi?”
“Enggak kok,” Gia duduk di samping tubuh Dira. “Tapi ada hubungannya sama Bara.” Dia melirik sahabatnya dengan kedua telunjuk saling beradu.
Terdengar helaan napas. “Sama aja Gi, Bara lagi! Bara lagi!”
“Ih Dira mah,” Bibir Gia mengerucut. “Kemarin, Clarissa ngajak Gia ke rumah Bara.”
“Hah!? Serius Gi?” Gia mengangguk. “Tunggu dulu, sebelum lo cerita lebih lanjut kayaknya gue perlu keluar sebentar.”
“Dira mau ke mana?”
“Gue tertarik banget pengen dengar cerita lo! Tapi, lo tunggu dulu di sini sebentar ya?”
Gia tampak kebingungan tapi dia menuruti sahabatnya itu. Dia pun sendirian di kamar Adira. Lalu tanpa sengaja pandangannya jatuh pada meja rias. Perlahan dia mendekati meja rias itu. Tampak terlihat benda-benda yang mirip dengan yang ada di salon kemarin. Kemudian dia mengambil satu lipstik. Dengan agak ragu dia memoleskan lipstik itu ke bibirnya sambil menghadap cermin.
“Gi? Lo ngapain?”
Karena kaget, Gia menjatuhkan lipstik yang dipegangnya lalu menoleh. Adira berada di ambang pintu membawa beberapa kaleng soda dan camilan. Kemudian dia tertawa. Gia hanya menatap sahabatnya dengan ekspresi bodoh.
“Ya ampun Gia! Itu bibir lo belepotan lipstik!” Adira masih tertawa terbahak-bahak.
Gia langsung menghadap cermin. Benar saja, bibirnya belepotan lipstik! Buru-buru Gia mengambil tisu dan mengelapnya.
“Dira mah malah diketawain!” Gia merungut karena malu.
“Lagian lo ngapain sih?”
“Gia, penasaran.”
“Lo penasaran sama lipstik?”
Gia mengangguk. “Penasaran sama itu semua.” Dia menunjuk ke arah meja rias yang penuh dengan alat-alat make up milik Adira.
“Astaga Gia! Lo kalau mau dirias tinggal ngomong aja sih sama gue! Daripada penasaran gitu kan belepotan bibir lo!”
Gia menyengir. “Dira mau enggak ajarin Gia merias?”
Dira mengkerutkan dahinya. “Lo mau belajar merias?” Gia mengangguk. “Jangan bilang ini buat bikin Bara jatuh cinta?” Gia menggeleng. “Terus kenapa tiba-tiba mau belajar merias diri?”
“Itu… Kemarin…,” Gia memainkan kedua telunjuknya dan tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri. “Clarissa ngajak Gia ke salon trus Gia di dandanin trus Gia jadi cantik gitu deh,” Senyuman terukir di bibirnya dan matanya berbinar-binar. “Bara, enggak berhenti menatap Gia. Mangkanya Gia mau belajar merias.”
Ternyata Gia sadar ditatap sama Bara! Ck.
Adira melongo. “Tunggu dulu deh, Clarissa ngajak lo ke rumah Bara? Trus dia dandanin lo ke salon? Ini sebenarnya ada apa sih?” Dia bersidekap. “Sejak kapan lo dekat sama Clarissa? Lo sadar kan dia kekasihnya Bara?” tanyanya curiga.
“Sejak kemarin dan Gia sadar kok dia kekasihnya Bara. Tapi, Clarissa ingin berteman sama Gia.”
“Berteman?” Gia mengangguk. “Lo serius Clarissa mau berteman sama lo?” Gia sekali lagi mengangguk.
Adira sepertinya mencium sesuatu yang mencurigakan. Dia merasa Clarissa sedang merencanakan sesuatu. Tapi Adira tidak mau berasumsi yang tidak-tidak. Mungkin saja Clarissa memang ingin berteman sama Gia?
Tapi secara logika, apa bisa kamu berteman dengan tunangannya pacar kamu? Bukankah itu seperti kamu berteman dengan selingkuhannya pacar kamu? Atau lebih buruk, fakta bahwa kamu hanyalah wanita yang dianggap sebagai pacar, bukankah akan membuat kamu merasa seperti selingkuhan karena berteman dengan tunangannya pacar kamu sendiri?
∆ ∆ ∆
Gia memeriksa ponselnya ketika ada satu pesan masuk. Dahinya mengkerut ketika melihat nama di kontaknya. Clarissa?
ClarissaMA
Gi, nanti malam temenin gue dinner sama Bara ya?
Nanti gue sama Bara jemput lo!
Siap-siap ya?
Gia menggigit bibirnya. Berulang kali dia membaca isi pesannya. Ya! Clarissa meminta untuk menemaninya makan malam bersama Bara. Setelah makan siang bersama beberapa hari lalu, Gia dan Clarissa memang saling bertukar nomor kontak. Jadi, Gia yakin yang mengirim pesan itu adalah Clarissa.
Secepat kilat dia menuju rumah Adira untuk memintanya merias dirinya. Gia tampak senang sekali. Bukan karena Clarissa memintanya menemani tapi lebih karena di acara makan malam nanti Gia akan bertemu Bara.
Duh Gia! Siap-siap aja deh jadi obat nyamuk!
Adira tak habis pikir bagaimana bisa Gia senang sekali menemani Clarissa. Tapi begitu Gia bilang kalau nanti ada Bara barulah Dira paham. Gia memang tidak bisa mengendalikan dirinya kalau sudah berhubungan dengan Bara. Dira hanya berharap Gia tidak sakit hati melihat kemesraan Bara dengan Clarissa.
Malamnya, Gia yang sudah rapih menunggu Clarissa dan Bara di ruang tamu. Sesekali wajahnya menoleh ke arah jendela dan ketika sebuah lampu mobil memasuki pekarangan rumahnya, Gia langsung terlonjak dan berlari ke teras depan rumahnya dengan senyum merekah.
Namun, perlahan senyumnya redup ketika melihat hanya Clarissa yang keluar dari mobil. Sedangkan Bara tetap duduk di bangku kemudi.
“Hai, Gi! Lo udah rapih ya?” Gia yang sedang memandang Bara di dalam mobil hanya mengangguk pelan.“Tadi gue udah suruh Bara ikut keluar dari mobil, tapi dia enggak mau,” Clarissa tersenyum tipis. “Oh ya, nyokap lo ada? Gue mau minta izin dulu sama dia?”
“Mama belum pulang kerja, enggak apa-apa, tadi Gia udah titip pesan kok sama bibik.”
“Oh yauda kalau gitu kita berangkat sekarang aja yuk?”
Gia mengangguk dan Clarissa menarik tangannya masuk ke mobil. Kali ini Gia dipaksa Clarissa duduk di depan. Sepanjang perjalanan menuju sebuah restoran tak ada yang berbicara. Bara dan Gia saling mendiamkan.
Clarissa yang duduk di belakang memperhatikan mereka berdua. “Gue yakin Bara mulai ada perasaan sama Gia.”
Setelah beberapa lama akhirnya mereka sampai di sebuah gedung. Restoran itu sendiri berada di lantai paling atas gedung tersebut. Clarissa sudah memesan tempat di rooftop dan Gia senang bukan main diajak makan malam di tempat itu.
“Wah! Ini di atas gedung kan?” Mata Gia berbinar-binar. Dia melihat ke sekeliling yang didominasi pemandangan lampu-lampu kota. “Gia belum pernah ke tempat ini! Tempatnya indah banget!” Dia lalu bertingkah seperti anak kecil. “Itu, itu, lampunya jalan-jalan!”
Bara dan Clarissa mengkerutkan dahinya. Maksudnya apa sih?
“Bara! Lihat deh sini! Itu lampunya jalan-jalan!” Gia menarik Bara ke pinggiran gedung untuk melihat lampu yang dia maksud.
Ternyata apa yang Bara lihat adalah lampu mobil yang berlalu lalang di jalanan. Kedua sudut bibir Bara berkedut menahan tawanya mengetahui hal itu. “Itu tuh lampu mobil!”
Gia menyengir. “Iya Gia tahu itu lampu mobil,” Tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri. “Tapi kan kalau dilihat dari atas sini, lampunya kayak jalan-jalan.”
Bara mendecak. Saat itu dia ingin sekali mencubit pipi Gia, apalagi cengiran anak kecilnya itu membuatnya menjadi gemas. Tapi ditahannya mengingat ada Clarissa di antara mereka. Sedangkan Clarissa hanya menggelang dan memutar bola matanya dengan malas.
“Gi, lo mau pesan apa?” tanya Clarissa setelah mereka duduk.
“Mm,” Gia melihat daftar menu. Tapi dia tak mengerti dengan nama-nama makanannya. “Di sini enggak ada menu nasi padang ya?” Bara dan Clarissa bersamaan melirik Gia. “Gia enggak ngerti ini semua makanan apa?”
Bara berdehem. “Yaudah mending lo enggak usah pesan apa-apa, nanti habis dari sini lo beli nasi padang aja terus lo makan di rumah.”
“Bara!” Clarissa melotot.
Gia mengerucutkan bibirnya dan menunduk. “Maaf.”
“Kenapa lo minta maaf sih Gi?” Clarissa menghela napas. “Yauda kita pesan makanan yang sama aja gimana?” Gia menatap Clarissa senang dan mengangguk. “Gue pesan salad, lo enggak apa-apa kan makan salad?”
“Salad itu apa?” tanya Gia polos.
“Lo enggak tahu salad?” Gia menggeleng. “Salad itu sayur-sayuran, gue enggak bisa makan makanan yang berlemak apalagi itu makan malam. Gue harus menjaga tubuh gue.”
Gia memutar bola matanya ke atas sambil mengangguk pelan. “Oh jadi Clarissa makananya itu salad buat menjaga tubuhnya?” Dia lalu melirik tubuh Clarissa yang langsing sempurna. “Mending Gia makan salad aja ya tiap hari biar tubuh Gia kayak Clarissa?” Kepalanya terangguk dan berbicara pada dirinya sendiri bahwa mulai saat ini dia harus makan salad setiap hari.
“Gimana Gi? Mau enggak salad?”
“Mau! Iya! Gia mau makan salad!”
“Lo yakin mau makan Salad?” tanya Bara sarkastik. “Kalau lo enggak kenyang, enggak ada yang tanggung jawab ya! Liat tuh badan lo segede gaban!”
Gia langsung merungut. “Tenang aja, nanti kalau Gia belum kenyang kan bisa beli nasi padang!”
Lah Gia? Kenapa balik lagi ke nasi padang? Ck.
“Terserah! Pokoknya kalau…”
Belum selesai Bara berbicara, Gia tiba-tiba saja berdiri. “Gia mau ke kamar mandi dulu, mau pipis.” ucapnya ketus.
Dan Bara hanya terbengong-bengong melihat Gia berlalu ke kamar mandi. Beberapa lama kemudian Gia kembali. Bara melihatnya dari kejauhan. Awalnya dia bersikap tidak peduli lalu kemudian kedua tangannya terkepal melihat sebuah adegan yang membuat kedua matanya sukses melotot.
Tak jauh dari tempatnya duduk, Bara melihat Gia tak sengaja menabrak seorang pria yang kemudian pria itu menangkap tubuh Gia sebelum Gia terjatuh ke lantai. Tangan pria itu yang menahan tubuh Gia tepat di pinggang Gia membuat Bara tak bisa mengendalikan dirinya.
Clarissa menyadari perubahan emosi Bara. Dia sampai tak bisa berkata-kata ketika melihat bagaimana tatapan Bara saat itu. Tatapan yang sama seperti beberapa hari lalu saat Gia menyebut nama Adnan.
Dada Clarissa bergemuruh. Dia seakan tak bisa menerimanya. Sebuah pertanyaan pun muncul di benaknya. “Bara cemburu?”
∆ ∆ ∆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top