Ask Heart
"Sayang, aku rasa kita butuh waktu."
"Butuh waktu? Maksud kamu apa?"
"Aku pikir, aku butuh kejelasan."
"Tunggu dulu, pertama kamu bilang butuh waktu? Sekarang butuh kejelasan?" Bara menatap Clarissa dengan lamat-lamat. "Kamu sebenarnya butuh apa dari aku?"
"Aku," Clarissa menghela napas. "Aku pikir aku enggak akan meragukan kamu, tapi sepertinya aku mulai meragukan kamu."
"Ragu? Aku enggak ngerti kamu ragu karena apa?"
"Gia."
"Gia?"
Clarissa mengangguk. "Aku ingin kamu tanya hati kamu, siapa yang akan kamu pilih antara aku dan Gia?"
"Aku akan milih kamu!"
"Kamu yakin? Kamu sudah tanya hati kamu sendiri hingga kamu yakin menginginkan aku? Bukan sekedar memilih aku diantara aku dan Gia?"
Bara terdiam. Dia mencoba mencerna kata-kata Clarissa dan sepertinya dia paham mengapa Clarissa meragukannya. Dia tersenyum. "Aku memilih kamu karena aku menginginkan kamu."
"Jadi, kamu yakin memilih aku karena menginginkan aku?" Bara mengangguk. "Biarpun nanti kamu tidak menikahi Gia? Atau... seorang Adnan yang akan menikahi Gia pada akhirnya?" Bara mengkerutkan dahinya. Rahangnya mulai mengeras. Clarissa menyadari perubahan raut wajah Bara, dia tersenyum simpul. "Apa kamu tetap memilih aku di saat yang sama kamu menginginkan Gia?"
Benar! Bara pasti akan memilih Clarissa tapi di saat yang sama dia menginginkan Gia. Karena memilih dan menginginkan itu berbeda konteks. Bara paham sekali. Dia memilih Clarissa karena dia masih tidak mau melepaskannya di saat yang sama dia menginginkan Gia dan keinginannya ini sama sekali tak dipahaminya karena dia belum menemukan alasan yang masuk akal untuk menjelaskannya.
Bara mulai meragukan hatinya sendiri setelah perbincangannya dengan Clarissa. Tepat setelah itu, Clarissa memutuskan untuk memberi waktu dan jarak kepada Bara. Sampai Bara menemukan jawaban dari pertanyaan hatinya. Karena baik Bara atau Clarissa sama-sama mulai saling meragukan.
Mereka sepertinya tak pernah belajar dari masalah hubungan mereka yang terus berulang. Putus nyambung yang mereka alami juga karena masalah keraguan. Jadi, apakah masih bisa mempertahankan suatu hubungan jika keraguan selalu mengguncang fondasinya? Yaitu, kepercayaan? Bukankah penting untuk saling percaya?
Bara akhirnya memutuskan untuk menanyakan hatinya. Ya! Dia harus bertanya dan yakin dengan hatinya, antara Clarissa dan Gia, siapakan yang akan dia pilih dan sangat dia inginkan? Bukan sekedar memilih dan menginginkan?
∆ ∆ ∆
"Kamu mau ke mana?" Juliana menatap Bara dengan heran ketika melihat putranya itu keluar dari kamar dengan rapih. Pasalnya, hari baru saja akan memasuki malam. Lalu wanita itu mengendus-ngendus sesuatu. "Kamu kok wangi banget?"
Bara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Itu mah, Bara mau ngajak Gia ke pasar malam."
"Oh," Juliana memicingkan matanya sambil tersenyum. "Mau kencan sama tunangan ya?" godanya.
"Mah!" Bara menahan malu.
"Loh benar kan? Kamu mau kencan sama calon menantu mama?"
Bara mendengkus. Dia tak menghiraukan mamanya. Sedangkan Juliana terkikih melihat tingkah putranya. Tentu saja Juliana senang melihat Bara mau mengajak Gia kencan biarpun hanya ke pasar malam. Itu berarti perjodohan mereka berjalan lancar. Ya, setidaknya itu yang dipikirkan Juliana.
Namun Bara mengajak Gia kencan malam ini karena dia masih mempertanyakan hatinya. Dia berharap dengan mengajak Gia jalan mungkin akan menemukan jawaban dari pertanyaan hatinya. Jika hatinya tak merasakan apapun kepada Gia setelah malam ini, dia memutuskan akan membatalkan pertunangannya. Tapi jika sebaliknya, kemungkinan dia akan memikirkan untuk mengakhiri hubungannya dengan Clarissa.
Bara sendiri masih ragu apakah bisa mengakhiri hubungannya dengan Clarissa? Maka, malam ini dia akan mencari jawabannya dan dia akan memutuskan. Bara sungguh menyayangkan sikap Clarissa yang meragukan dan memintanya untuk bertanya kepada hatinya. Namun Bara sadar, itu semua juga karena dirinya yang sudah bersikap berlebihan kepada Gia. Entah kenapa dia selalu cemburu berlebihan kepada Gia padahal dia tak pernah cemburu berlebihan kepada Clarissa selama mereka berpacaran.
"Kak Bara mau ke mana?" tanya Aira. "Mana wangi banget astaga! Aira di kamar mandi nyium bau kemenyan, horror banget kirain ada kuntilanak." Dia begidik.
"Berisik lu dek!"
Tawa Aira pun pecah. "Kak Bara mau jalan sama Kak Ica ya?"
"Bukan sayang, kakakmu itu mau kencan sama calon menantu mama."
"Maksud mama? Si bakpao berjalan?"
"AIRA! UDAH GUE BILANG BERKALI-KALI NAMANYA GIA! ASMARA BAHAGIA!"
Baik Aira maupun Juliana kaget bukan main mendengar Bara berteriak dan mereka hanya melongo.
∆ ∆ ∆
Bara berpapasan dengan Gia yang baru saja keluar dari pintu gerbang rumahnya. Bara tampak kaget melihat Gia memakai piyama sambil memeluk boneka teddy bear kesayangannya. Namun, Gia lebih kaget melihat Bara ada di depan rumahnya.
"Bara?"
"Lo mau ke mana?"
"Ke rumah Adira."
"Mau ngapain?"
"Mau main."
"Oh," Bara lalu mengkerutkan dahinya. "Mau main sama Adnan?" tanyanya mengintimidasi.
"Bukan!" Gia menggeleng. "Gia mau main sama Adira."
Bara mendengkus. "Alasan! Bilang aja mau main sama Adnan!"
"Ih beneran!" Gia mengerucutkan bibirnya. "Gia mau main sama Adira." Dia memutar bola matanya ke atas lalu kedua telunjuknya saling beradu. "Lagian Adnan kan belum pulang kuliah."
Ekspresi Bara tampak kesal. "Tahu banget ya jadwal kuliah Adnan?"
Gia menyengir lalu tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri. "Iya, soalnya kan Adnan selalu ngabarin Gia." jawabnya dengan polos.
Bara semakin kesal mendengar penuturan Gia. Apalagi melihat senyum polos Gia yang terpampang sempurna di bibirnya setiap membicarakan Adnan. Tidak! Bara sangat tidak suka melihatnya!
"Gue mau ngajak lo main! Jadi buruan ganti baju!"
"Hah? Bara mau ngajak main apa?"
Lah iya, Bar! Lo mau ngajak Gia main apaan? Main gundu? Ck.
"Main apaan aja kek! Lo mau enggak main sama gue!?"
Gia mengangguk cepat. "Iya! Gia mau main sama Bara!"
"Yaudah buruan ganti baju! Gue tunggu di mobil!"
Secepat kilat Gia masuk kembali ke dalam rumah. Lalu beberapa lama kemudian dia keluar dengan pakaian rapih. Tak henti-hentinya dia tersenyum senang. Bara melihat senyum merekah itu dan tanpa sadar dia juga ikutan tersenyum.
"Bara mau ngajak Gia main apa?"
Bara menatap Gia lalu terkekeh melihat wajah polos Gia. "Tunggu aja, lo pasti senang gue ajak ke sana."
Tiba-tiba Gia teringat kejadian beberapa waktu lalu ketika teman-teman Bara mengajaknya bermain billiard. Matanya lalu berbinar-binar.
"Bara mau ngajak Gia main billiard ya?"
Mendengar pertanyaan Gia membuat Bara menatapnya dengan nanar. "Sekali lagi gue liat lo main ke tempat billiard! Gue bakal marah banget sama lo! Paham!?"
"I-iya." Gia langsung menunduk takut. Dia menggigit bibir bawahnya dan kedua telunjuknya saling beradu.
Bara menyadari Gia ketakutan. Dia meliriknya lalu satu tangannya terulur mengelus lembut puncak kepalanya. "Maaf."
Bara! Bara! Galak banget sih sama Gia!
Gia hanya mengangguk pelan sambil terus menunduk. Hening selama sisa perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah pasar malam.
Gia turun dari mobil dengan wajah terperangah melihat beraneka mainan di pasar malam itu. Ada komidi putar, kuda berputar, ayunan berputar dan bahkan ada bianglala! Gia berlari pelan ke stand bianglala dengan perasaan senang bukan main.
Bara tertawa geli melihat tingkah Gia. "Gue tahu lo bakal senang banget gue ajak ke sini."
"Wah!" Gia menatap bianglala di depannya. "Bara! Gia mau naik ini!" Dia menarik tangan Bara.
Bagai tersengat listrik, Bara merasa sesuatu yang sangat hebat di sekujur tubuhnya. Sentuhan tangan Gia entah bagaimana memberikan efek kejut di dirinya.
Bara refleks menatap Gia yang sedang tertawa polos dan tepat pada saat itu, dia harus mengakui kalau kepolosan Gia berhasil menyentuh jantungnya hingga berdegup kencang. Biasanya tidak seperti ini!
Tanpa disadarinya. Bara tersenyum senang. Dia merasa bahagia sekali.
Perlahan Gia melepaskan genggamannya ketika mereka sedang mengantri bianglala. Namun, dengan cepat Bara menangkap kembali tangan Gia, kali ini dia yang menggenggam tangan Gia.
Gia menatap Bara tak mengerti dan Bara menyadarinya. "Biar lo enggak hilang! Apa kata nyokap lo nanti kalau lo hilang!" jawabnya ketus sambil menahan senyuman di bibirnya.
Yaelah Bar! Masih aja gengsi? Ck.
Gia mengangguk tanda paham. "Gia enggak bakalan hilang kok kalau ada Bara." ucapnya tersenyum. sekali lagi dia melihat tangannya yang digenggam Bara. Dia senang bukan main!
Bara dan Gia akhirnya menaiki bianglala itu yang hanya bisa dinaiki dua orang di setiap bangkunya. Perlahan bianglala-nya pun berputar. Gia tak henti-hentinya merasa takjub ketika mereka berada di posisi paling atas. Dia dapat melihat pemandangan dari atas.
"Bara! Lihat deh itu lampunya jalan-jalan!"
"Gi! Udah gue bilang itu lampu mobil!"
"Ih bukan!" Gia menunjuk ke langit. "Itu di atas, lampunya jalan-jalan."
Bara lalu melihat ke atas. "Ya ampun Gia! Kalau itu lampu pesawat!"
Gia menyengir sambil menatap Bara dan tanpa sengaja tatapan Bara beradu dengan tatapan Gia. "Iya Gia tahu kok itu lampu pesawat."
Jika waktu di atas gedung Bara ingin sekali mencubit pipi Gia, kali ini Bara ingin sekali menciumnya! Namun keinginannya itu tertahan dengan ucapan Gia yang langsung saja membuatnya emosi.
"Kalau Adnan diajak ke sini pasti senang banget." gumam Gia dengan polosnya.
"Gia," Bara menahan emosinya. Perlahan dia menyentuh pipi Gia dan mengelusnya lembut. "Gue enggak suka lo sebut nama Adnan kalau lo lagi sama gue! Paham?"
Gia mengangguk pelan. Sebenarnya Gia tidak mengerti kenapa Bara tiba-tiba berkata seperti itu. Hatinya menjadi tidak keruan. Jantungnya berdebar. Dia menggigit bibir bawahnya, kali ini, kedua telunjuknya tak saling beradu namun kedua tangannya saling meremas kuat menahan ledakan yang bergejolak di dadanya.
∆ ∆ ∆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top