Three

A T T R A C T I VE

Sasuke menyesap jus jeruknya dalam diam. Iris jelaganya mengamati sekitar dari tempatnya berdiri. Semilir angin musim panas mengusak rambutnya lembut. Dari balkon, ia bisa melihat jelas kerumunan orang-orang yang bercakap-cakap dengan senyum sopan. Alunan musik di aula sekilas meredam bisingnya suara para orang dewasa berbincang. Topik pembicaraannya pun Sasuke tidak terlalu paham. Ekonomi, saham, gosip dan skandal.

Ayahnya telah merintis karir sejak kuliah bersama dengan pamannya. Perusahaan yang mereka bangun kini menjadi salah satu aset yang berpengaruh dalam bidang ekspor jugz investasi. Seperti kebanyakan pengusaha, Ayah mereka ingin anaknyalah yang meneruskan bisnis keluarga. Ia, kakaknya dan adiknya hanya menerima gagasan itu tanpa melawan. Walau kelihatannya hanya kakaknya saja yang tertarik pada dunia bisnis, tapi ayah mereka bersikeras agar mereka hadir dalam satu pesta. Untuk memperluas relasi dan koneksi, katanya. Menjadi salah satu dari pewaris perusahaan ternama tidak selamanya menyenangkan.

Baik ayah maupun ibunya sudah terbiasa dengan acara semacam ini hingga mudah berbaur dengan kerumunan. Sebelum disibukkan dengan para kolega, ibunya hanya berpesan untuk menjaga sikap dan tidak berada jauh dari satu sama lain.

Sasuke melihat kakaknya tampak luwes berada di antara orang dewasa dengan sebelah tangan menggenggam gelas tinggi. Itachi yang lebih ramah dan mudah bersosialisasi lebih cocok untuk kegiatan seperti ini daripada dirinya. Sasuke mendengus geli ketika mendengar salah satu gadis di aula memuji senyuman kakaknya yang tampan.

Di sisi lain, matanya menangkap sosok adik perempuannya yang memandang sekeliling dengan canggung. Dalam pandangan subjektif Sasuke, adiknya tampak menawan di bawah cahaya keemasan lampu chandelier. Walau tidak ada yang berbicara dengan Akemi, beberapa kali ia bersinggungan dengan pria yang ingin berkenalan dengan adiknya. Namun, tidak satu pun dari mereka yang memiliki nyali. Pandangannya masih terpatri pada adiknya, gadis itu menyibukkan diri dengan meluruskan gaunnya dan mengambil gelas berisi jus. Iris hitamnya menelisik kerumunan dengan gusar.

Ini jamuan makan malam pertamanya dan Akemi. Sebelumnya, mereka tidak pernah terlibat karena bertepatan dengan hari sekolah. Namun karena sekarang sedang libur musim panas, Itachi mengusulkan agar mereka untuk ikut acara malam ini.

Sasuke tidak terlalu nyaman berada di tengah orang-orang yang tidak ia kenal. Dibanding turut ambil bagian dalam pesta, ia lebih senang tersembunyi di dalam kamarnya untuk bermain game atau sekedar mengerjakan tugas yang diberikan gurunya. Terlebih ia risih dengan beberapa gadis di aula yang melihatnya lapar bagai segerombolan serigala dengan seonggok daging.

Ia meneguk jusnya, menikmati sensasi dingin yang melewati tenggorokan. Matanya bersirobok dengan netra senada yang memancarkan kegelisahan. Sasuke mengulas senyum tipis saat wajah Akemi berubah cerah. Senyumnya bertahan kala Akemi mendekat ke arahnya dengan langkah ringan.

"Kenapa Sasu-nii di sini?" tanya Akemi.

"Kau tahu bagaimana sifatku," Sasuke menepuk tempat di sampingnya. "Lebih baik di sini."

Sasuke melirik adiknya. Ia melepas jaket luarnya lalu menyampirkannya di bahu Akemi, menyadari tubuh adiknya gemetar akibat dinginnya malam. Keheningan melanda mereka. Sasuke menangkap pandangan Itachi dari seberang ruangan. Ia terkekeh dalam hati. Tidak peduli dimana mereka berada, sifat protektif Itachi selalu mengintai.

"Ne... Sasu-nii," Sasuke berdehem pelan, memusatkan fokus pada adiknya. "Apa menurutmu aku tidak cantik?"

Ia memberengut, tidak suka dengan maksud tersirat dari pertanyaan yang terlontar. "Tentu saja kau cantik. Kenapa? Ada yang mengganggumu?"

Akemi mengamati pantulan dirinya dengan alis bertaut. Mau tidak mau Sasuke melakukan hal yang sama. Ia mengenakan gaun berwarna biru gelap dengan aksesori ikat pinggang satu node lebih cerah. Rambut hitamnya yang sengaja diikal setengah disanggul dan sisanya dibiarkan tergerai. Pergelangan tangannya dihiasi dengan gelang perak dengan figur kupu-kupu, sementara kalung dengan bandul kelopak bunga pemberian ayah mereka melingkar di lehernya.

Tidak puas dengan penampilannya, Akemi mencoba untuk merapikan rambut, memperbaiki lipatan gaunnya dan sesekali mengulas senyum. Matanya memancarkan kritik—yang menurut Sasuke berlebihan, pada apa yang ia lihat. Gadis itu mendesah kecewa.

"Siapa yang berani mengejekmu?" ekspresinya menggelap, bayangan tentang seseorang mengusik adiknya membuat tangannya mengepal.

"Tidak, tidak," sangkal Akemi cepat, tahu sisi protektif kakaknya langsung muncul. "Hanya saja... gadis-gadis di dalam tampak dewasa dengan gaun indah dan aksesoris berkilauan. Semua lelaki selalu menyapa mereka, bahkan ada yang menawarkan minuman. Tidak ada satu pun yang melirik ke arahku."

Akemi tampaknya tidak menyadari kerutan di dahi Sasuke semakin dalam, tidak menyukai arah pembicaraan mereka. Walau di sisi lain ia tenang karena tidak perlu menghajar lelaki manapun untuk menjaga adiknya, sudut hatinya bagai diremas kuat mendengar nada sedihnya. Ia meremas jemari Akemi yang berada dalam genggamannya.

"Apa aku tidak menyenangkan untuk dilihat?"

Pertanyaan itu berhasil membuat sesuatu dalam diri Sasuke bergejolak. Ia membawa adiknya mendekat, merangkul tubuh adiknya erat. Sebelah tangannya memaksa Akemi untuk mendongak, beradu tatap dengannya.

"Seorang gadis yang berharga tidak dinilai dengan penampilannya," kata Sasuke menenangkan. "Kau adalah gadis pintar, cantik dan berbakat. Mereka yang tidak menyadarinya adalah orang bodoh."

Akemi terkekeh, tidak terbiasa dengan ucapan manis kakak bungsunya. "Kau mengatakan itu hanya karena kau kakakku, Sasu-nii."

"Memang," Sasuke mengangkat bahu, memaparkan fakta. "Karena aku kakakmu, makanya aku tahu betapa hebatnya dirimu. Kau masih SMP pesonamu belum terpancar sepenuhnya. Saat sudah waktunya, aku dan Nii-san harus berjuang ekstra keras untuk menakuti para pria yang berani menggodamu, tahu."

Kini Akemi tergelak. Kepuasan melanda Sasuke begitu pandangan penuh kritik dan ekspresi sedih berganti dengan tawa. Ia tidak terbiasa berurusan dengan hal yang berkaitan dengan perasaan—Itachi lebih diandalkan untuk masalah menenangkan Akemi, tapi untuk adiknya, Sasuke akan mencoba. Ia mengambil alih gelas jus Akemi kemudian menaruhnya di sisi balkon.

"Lagipula," Sasuke melanjutkan. "Kau tidak akan ingin berhubungan dengan lelaki di dalam sana."

"Lho, kenapa?" Akemi memiringkan kepala. Ia berbalik, menatap aula yang masih riuh. "Bukankah ayah bilang orang yang diundang dalam pesta ini berasal dari keluarga baik-baik?"

Sasuke mendengus. Ia menatap Akemi dengan kerlingan jahil setengah serius. "Tidak semua pewaris memiliki paras tampan dan baik hati seperti yang diceritakan di novelmu. Beberapa di antara mereka ada yang botak, terlalu gemuk, hidung bengkok atau meludah saat bicara."

Akemi tertawa. Kepalanya dipenuhi dengan seseorang yang sesuai dengan deskripsi kakaknya. Sasuke tidak bisa menahan senyum saat ekspresi adiknya tampak bahagia, puas dengan kenyataan bahwa ialah alasan senyuman itu kembali. Ia membiarkan Akemi mencengkeram kemejanya, berusaha agar tidak terjatuh karena ucapan Sasuke barusan.

Dari seberang ruangan, ia melihat Itachi mengawasi ke arah mereka berdua dengan sebelah alis terangkat seolah bertanya apa yang begitu lucu hingga Akemi tergelak. Sasuke tidak heran jika Itachi bisa mendengar tawa Akemi walau aula belum hening. Kakaknya seperti memiliki sensor untuk mendeteksi keberadaan adik-adiknya.

Sasuke merespon dengan mengangkat bahu. Ia membiarkan Akemi mengatur napas dalam rangkulannya, masih belum melepaskan sosok Itachi dari pandangannya. Kini, sang kakak berjalan ke arah mereka.

"Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Aku tidak suka basa-basi dan dia," Sasuke mengisyaratkan Akemi yang melempar senyum pada kakak sulung mereka. "Tidak suka sendirian di dalam. Jadi kubiarkan Akemi menemaniku."

Itachi menghela napas panjang, paham dengan sifat kedua adiknya yang lebih tertutup. "Kalian seharusnya berkenalan dengan orang lain, membangun relasi seperti yang dikatakan ayah."

"Bukan gayaku," Sasuke mengibaskan tangan acuh. Ia melirik adiknya yang memperhatikan mereka berdua. "Mungkin Nii-san bisa mengajak Akemi. Ia lebih antusias dengan pestanya daripada aku."

Sasuke menyeringai ketika Akemi merengut. Adiknya tidak bisa menolak ajakan Itachi untuk kembali ke dalam aula. Sasuke mencuri dengar bahwa kenalan baru Itachi juga ingin berkenalan dengan adiknya dan sangat bersemangat begitu tahu bahwa adiknya adalah perempuan.

Sasuke melambaikan tangan singkat pada Akemi. "Perhatikan apakah ia meludah saat bicara atau tidak."

Senyumnya memudar saat Akemi dan Itachi menjauh sekilas mendengar gerutuan tentang dirinya yang tidak ingin bergaul. Matanya menyorong tajam, tidak sengaja mendapati beberapa pasang mata melekatkan pandangan mereka pada punggung adiknya. Dahinya mengerut, mengenali arti dari tatapan yang tertuju pada Akemi.

Andai kau tahu berapa lelaki yang melihatmu malam ini, kau pasti tidak akan meragukan dirimu seperti tadi, benak Sasuke pahit. Nah, kelihatannya aku dan Nii-san harus menyusun rencana lebih awal agar tidak ada serangga parasit yang mendekati Akemi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top