To

Matcha hanya diam ketika ayahnya mengisi satu rumahnya dengan suara lantang.

"Kamu kemana saja?! Pasti diam-diam membuka toko nenekmu lagi kan?! Sudah dibilang jangan lagi pergi ke sana!"

Ayahnya tiba-tiba muncul di depan pintu rumah 2 hari setelah neneknya meninggal. Padahal sudah bertahun-tahun Matcha tidak melihat ayahnya dan bahkan ia sudah tidak terlalu ingat wujudnya. Namun pria itu datang ke rumah dan mulai tinggal bersama Matcha.

Sejak saat itu, telinga Matcha selalu panas mendengarkan omelan ayahnya.

Matcha hanya bungkam. Ia hanya ingin bisa terus mengenang neneknya. Salah satu caranya adalah membuka toko dan merokok bersama pelanggannya.

Walau dijelaskan pun ayahnya tidak akan mau mengerti.

Sejak ayahnya datang, ayahnya selalu berusaha membawa Matcha ke suatu tempat. Matcha tahu kalau ia masuk ke tempat itu, ia tidak akan bisa keluar dan pergi ke toko neneknya lagi. Tak akan bisa merokok lagi. Oleh karena itu, begitu ayahnya mulai menarik tangannya dan membawanya pergi, dengan sekuat tenaga Matcha akan kabur.

Hari ini pun begitu. Lagi-lagi ayahnya memaksa Matcha untuk pergi ke tempat yang akan mengekangnya bagaikan penjara itu. Untungnya Matcha berhasil kabur dan pergi ke toko neneknya.

Ayahnya pun menyuruhnya kembali ke kamarnya yang ada di loteng.

Begitu Matcha membuka pintu kamarnya dan menyalakan lampu, terlihat kamar yang tidak terlalu luas namun nyaman. Banyak hiasan dinding buatan neneknya menghiasi kamarnya. Boneka-boneka kecil hasil rajutan neneknya pun duduk di atas tempat tidur, selalu menemani Matcha tidur.

Matcha lalu membuka laci mejanya dan menghela napas berat melihat isinya kosong. Ia biasa menyimpan semua rokoknya di sana. Ayahnya pasti membuangnya.

Matcha lalu membuka salah satu papan kayu di lantai, yang menutup lubang rahasia tempat Matcha menyimpan rokoknya yang lain. Sejak ayahnya datang ke rumahnya 2 hari setelah neneknya meninggal, Matcha mulai menggunakan lubang rahasia itu.

Gadis itu mengambil sebungkus rokok dan koreknya lalu ia duduk di tepi jendela. Ia nyalakan dan hisap rokoknya. Saat mengembuskan asapnya, matanya tertuju pada bintang kecil yang berkelip di langit malam.

"Nenek..." ucap Matcha lirih.

Pikiran gadis itu memutar memori hangat bersama neneknya. Biasanya setelah lelah berjualan korek dan rokok di toko kecilnya, mereka akan makan malam dengan masakan buatan neneknya. Sederhana, namun itu adalah masakan paling enak bagi Matcha.

"Sekarang sudah tidak bisa lagi makan masakan hangat buatan nenek," gumam Matcha.

Lalu setelah makan malam, mereka akan duduk di angkringan kecil depan rumah mereka. Ditemani beberapa bungkus rokok, cookies-cookies yang manis, dan minuman matcha hangat, mereka menghabiskan waktu bersama sambil mengobrol banyak hal. Neneknya paling suka menceritakan kenapa Matcha dipanggil "Matcha".

Saat Matcha masih berumur 5 tahun, ayahnya meninggalkannya di rumah neneknya. Matcha menangis memohon agar ayahnya tetap ada di sisinya namun pintanya tidak didengarkan. Ayahnya pun pergi dan tak pernah terlihat lagi.

Matcha menjadi gadis pendiam dan sama sekali tidak mau melakukan aktivitas apapun selain duduk di kamar menatap jendela dengan tatapan kosong. Bahkan makan pun tidak mau.

Neneknya merasa khawatir melihat Matcha tidak mau makan. Lalu ia membuatkan minuman matcha hangat, tatapan kosong Matcha mulai terlihat sinarnya. Tangan kecilnya langsung meraih cangkir berisi minuman hangat itu dan menghabiskannya. Itu juga pertama kalinya neneknya melihat Matcha tersenyum.

Sejak saat itu neneknya selalu memanggilnya Matcha supaya Matcha bisa selalu tersenyum.

Sudah ratusan kali Matcha mendengar cerita itu dari neneknya. Namun malam ini ia merasa rindu dan ingin mendengarnya lagi.

"Nenek..."

Air mata Matcha mulai membasahi pipinya. Dadanya sesak dipenuhi kerinduan terhadap neneknya. Matcha pun menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya berkali-kali.

Aroma nikotin memenuhi hidungnya. Bukan aroma yang segar, namun cukup untuk membuat Matcha bisa lebih tegar dari biasanya. Aroma nikotin adalah aroma neneknya. Semakin lama rokoknya menyala, semakin lama juga Matcha bisa merasa bahwa neneknya akan selalu ada di dekatnya.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!!" Matcha terbatuk-batuk. Kali ini batuknya begitu berat dan lama, bahkan Matcha merasakan aroma besi di seluruh mulutnya.

Darah.

Matcha bergegas ke kamar mandi dan mencuci mulutnya sampai bersih. Kalau ayahnya melihatnya begini, pasti akan dimarahi lagi.

"Sejak nenek meninggal, setiap hari aku harus khawatir apakah ayah akan membawaku pergi ke tempat yang mengerikan itu. Kalau pergi ke sana, aku tak akan bisa bebas merokok. Merokok adalah satu-satunya hal yang bisa menghubungkanku dengan nenek."

Brakk!!!

Pintu kamar Matcha terbuka dengan keras. Sosok ayahnya berdiri tegap di depan pintu kamarnya, menatapnya tajam. Kaki Matcha bergetar hingga ia jatuh terduduk.

"A-ayah..." ucap Matcha terbata-bata.

"Aku mencium bau rokok dari lantai 1!! Kamu pasti merokok lagi kan?!" seru ayahnya.

Matcha hanya terdiam beku.

"Kamu sudah ketularan sifat buruk nenekmu yang perokok berat itu!! Kamu harus belajar melepas sifat buruknya itu!!"

Ayahnya lalu menarik lengan Matcha dan menyeret gadis itu ke luar rumah. Seberapa kuat Matcha meronta-ronta, cengkeraman ayahnya tidak bisa lepas.

"Setiap kali kita mau pergi ke sana, kamu pasti kabur dan kembali malam-malam karena tahu saat malam tempat itu sudah tutup dan aku tak mungkin membawamu ke sana," ucap ayahnya. "Tapi kalau aku menjelaskan situasinya dan memaksa para petugas untuk menerimamu sekarang, pasti mereka mau. Apalagi ada darah di pakaianmu! Mereka suka anak nakal perokok sepertimu!!"

Jantung Matcha berdegup cepat. Tangannya lalu menyembunyikan bercak darah di bajunya dengan tangannya.

Matcha lalu menendang kaki ayahnya dan menggigit keras lengannya. Ayahnya refleks mengaduh dan akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya.

Gadis itu menggunakan kesempatan itu untuk kabur. Ia sama sekali tidak menengok ke belakang walau ayahnya berteriak memanggil namanya.

Matcha berjalan tak tentu arah. Air matanya terus mengalir dan batuknya terus keluar. Setidaknya batuknya sudah tidak berdarah lagi.

Butiran putih dingin dari langit menyentuh hidungnya. Matcha mengangkat kepalanya melihat ke atas dan melihat salju mulai turun.

"White Christmas..." bisik Matcha.

Ya, malam ini adalah malam natal, dimana semua orang menikmati kehangatan bersama keluarga di rumahnya masing-masing. Namun tidak dengan Matcha, ia hanya berjalan di tengah dinginnya salju berusaha kabur dari satu-satunya keluarganya.

Matcha masuk ke dalam gang sempit dan duduk bersandar di tembok bangunan yang dingin. Ia merapatkan hoodie-nya mencari sedikit kehangatan, apalagi frekuensi batuknya semakin banyak.

Lalu Matcha merogoh sakunya mengeluarkan sebungkus rokok dan korek api. Ia gesekkan korek ke dinding hingga api menyala dan ia bakar ujung rokoknya.

Mulutnya menghisap kuat nikotinnya dan menghembuskan asapnya dengan kuat. Anehnya, asap yang ia hembuskan terlihat lebih banyak dari biasanya.

Matcha menguatkan pandangannya ke asap tersebut. Ia tak mempercayai penglihatannya, di balik asap itu terlihat minuman hangat kesukaannya, matcha.

"Matcha... Aku mau matcha buatan nenek..." ucapnya lirih.

Namun batuk kembali menyerangnya hingga ia menjatuhkan rokoknya dari mulutnya. Puntungnya langsung padam terkena salju. Asapnya hilang dan matcha yang dilihat Matcha menghilang.

Matcha kembali menyalakan rokok baru. Kali ini di balik asapnya, Matcha tidak hanya melihat minuman kesukaannya, namun Matcha melihat ruang makan yang di atas mejanya berisi masakan-masakan yang biasa dibuat neneknya. Tak lupa ada tumpukan beberapa bungkus rokok di atas meja tersebut.

Perut Matcha berbunyi. Ia baru sadar kalau ia belum makan sama sekali. Matcha hanya menghela napas. Sejak ayahnya datang, makanan sangat sulit ia santap. Pasti akan keluar lagi. Hanya sedikit yang bisa masuk ke sistem pencernaannya.

"Aku kangen masakan nenek," ucapnya.

Matcha kembali terbatuk. Kali ini darah banyak mengalir bersama batuknya. Darahnya jauh lebih banyak dari sebelumnya.

Matcha hanya meludah untuk membuang darah yang memenuhi mulutnya. Ia buang puntung rokok yang berlumuran darahnya dan ia nyalakan kembali yang baru.

Matcha kembali terbatuk ketika melihat bayangan di balik asap rokoknya. Ia melihat neneknya!

"Selamat ulang tahun, Matcha."

Matcha terperangah mendengar suara neneknya. Ia baru ingat bahwa hari ini adalah ulang tahunnya. Hatinya penuh dengan rasa duka dan rindu sehingga ia melupakan hari spesialnya ini.

Tetapi bagi Matcha percuma saja berulang tahun di dunia yang tidak ada neneknya.

Bayangan itu kembali menghilang karena Matcha kembali terbatuk. Batuk kali ini jauh lebih banyak, darahnya juga semakin banyak sehingga rok hijaunya berubah warna menjadi merah. Bahkan dada Matcha terasa sesak seperti ada memukuli dadanya.

"Nenek... aku tidak mau sendirian..." rengeknya.

Matcha kembali menyalakan rokok baru karena sebelumnya mati terkena darahnya. Asapnya kali ini masih menampilnya bayangan yang sama, bayangan neneknya yang tersenyum ke arahnya.

Matcha mengulurkan tangannya berusaha menggapai neneknya. Batuknya semakin keras namun Matcha tak menghiraukannya. Ia terus hisap rokoknya dan hembuskan asapnya, menampilkan bayangan neneknya yang semakin jelas.

Matcha tidak berhenti menghisap rokok dan mengembuskan asapnya. Kalau ia berhenti hanya karena batuk, pasti bayangannya akan hilang. Ia tidak mau kehilangan neneknya lagi.

Bayangan neneknya bergerak ke arahnya, mengulurkan tangannya pada Matcha.

"Matcha... Apa yang kamu lakukan sendirian di sini?"

Matcha membuka mulutnya, berusaha menjawab suara neneknya walau batuk menahan suaranya.

"Aku...kesepian kalau tidak ada nenek ... Kenapa nenek...meninggalkanku...?"

"Matcha..."

"Aku mau ke tempat nenek! Ajak...aku, nek!!

"Toko kecil itu...rasanya tidak sama kalau tidak ada nenek... Aku mau selalu bersama nenek... Aku kangen nenek!"

Matcha kembali memuntahkan darah bersama batuknya. Namun hal itu tak menghentikannya berbicara dengan "neneknya".

Bayangan neneknya semakin dekat dan memeluk tubuh Matcha. Matcha membalas pelukan neneknya dengan erat.

"Kalau kamu ikut nenek, kamu tidak bisa kembali pulang."

"Tidak apa-apa! Aku...tidak masalah tidak bisa pulang asal...bisa bersama nenek!"

"Ayahmu akan khawatir."

"Aku tak peduli!! Aku...mau sama nenek!! Aku tidak mau bersama orang yang tidak kukenal!!"

Pelukan neneknya semakin erat hingga gadis kecil itu bisa merasakan kehangatannya. Aroma nikotin dari neneknya membuat hatinya tenang.

Matcha mengamit erat tangan neneknya dan tersenyum lebar. Neneknya membalas senyumannya dan mereka pun berjalan meninggalkan tempat gelap dan dingin itu menuju cahaya.

❁⃘*.゚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top