En
"Silakan koreknya, Tuan. Korek apinya, Nyonya..."
Suara gadis berumur 14 tahun penjaja korek api terdengar dari sebuah toko kecil di pinggir stasiun kereta. Walau toko itu terlihat jelek dan agak kumuh, toko itu mempunyai pelanggan setia yang selalu datang dan menghabiskan waktu di kursi panjang depan tokonya.
"Matcha, akhirnya kamu membuka tokomu lagi," sapa seorang pria tinggi yang memakai jas warna abu-abu.
"Ah, Tuan Andersen," sapa Matcha. "Lama tak jumpa."
"Aku mau yang biasa."
Matcha mengangguk. Tuan Andersen adalah salah satu pelanggan setia toko kecil Matcha. Matcha langsung membuka lemari kecil yang menempel di tembok toko dan mengeluarkan sebungkus rokok dan korek api. Ia berikan barang tersebut kepada Tuan Andersen.
"Aku mau satu lagi," ucap Andersen sambil duduk di bangku panjang.
Matcha mengambil sebungkus rokok lagi. Tuan Andersen memberikan beberapa lembar uang kertas yang Matcha terima dengan senang hati.
Andersen memberikan sebungkus rokoknya untuk Matcha.
"Untukmu," ucapnya.
"Terima kasih, Tuan," balas Matcha.
Andersen lalu menggesek koreknya hingga api kecil muncul di ujungnya. Ia pertemukan api tersebut dengan ujung batang rokoknya.
"Kukira setelah nenekmu meninggal, toko ini akan tutup selamanya," kata Tuan Andersen.
"Saya pikir begitu. Namun toko ini menyimpan banyak kenangan bersamanya. Saya tak mau menghilangkannya," kata Matcha.
Andersen menyalakan api lagi dengan batang korek baru dan menyodorkannya pada Matcha. Matcha tersenyum. Ia mengeluarkan satu batang rokok dari bungkus rokok yang diberikan Andersen. Begitu ujung rokoknya bertemu api dan mengeluarkan asap, Matcha menghisapnya kuat dan menghembuskan kepulan asap putih aroma nikotin.
"Hari ini bosku benar-benar membuatku muak," ucap Andersen sambil menghembuskan asap rokoknya. "Kolegaku membuat kesalahan besar hingga membuat klien marah, namun yang kena marah malah aku yang kebetulan sedang stand by di kantor. Dia benar-benar seperti berusaha menjadikanku pelaku utamanya."
"Apakah Tuan sudah menjelaskan yang sebenarnya terjadi?" tanya Matcha.
"Tentu saja sudah. Namun bos sialan itu sama sekali tidak mau mendengarkan. Dia memang membenciku dan ingin aku enyah dari perusahaan itu, makanya sengaja membuatku tidak nyaman supaya aku resign. Contohnya ya kejadian ini."
"Jahat sekali."
"Benar! Kalau sudah dewasa, kamu harus hati-hati dalam memilih perusahaan kalau ingin bekerja di perusahaan. Banyak bos menyebalkan dan egois seperti bosku. Ah, tapi, sepertinya kamu lebih suka berjualan korek dan rokok di toko ini," kata Andersen.
Matcha mengangguk. "Apakah Tuan tidak mau keluar dari perusahaan itu?"
"Tentu saja! Aku sudah berencana keluar dari perusahaan busuk itu sejak lama. Aku hanya menunggu waktu yang tepat."
"Waktu yang tepat?"
"Posisiku sekarang sebenarnya lumayan vital. Nanti aku akan keluar di saat-saat perusahaan itu sedang sibuk dan benar-benar membutuhkanku. Meninggalkan seseorang di saat sayang-sayangnya adalah pembalasan dendam yang terindah!"
Matcha tertawa kecil. "Semoga berhasil."
Andersen kembali menghisap rokoknya. "Bercerita padamu sungguh membuatku lega. Terima kasih sudah menjadi pendengar setia masalah-masalahku."
"Sama-sama."
Kemudian seorang pria agak gemuk mendekati toko kecil Matcha. Ia menepuk pundak Andersen dan ikut duduk di sampingnya.
"Yo, Andersen! Curhat soal kantor lagi?"
Andersen mengerang. "Ugh, Hans."
"Tuan Hans, selamat datang," sapa Matcha.
"Matcha!! Aku mau beli korek api gas! Soalnya punyaku tiba-tiba habis," seru Hans.
Dengan sigap Matcha mengeluarkan rak penyimpan korek api gas. Jari-jari Hans menari di atas korek-korek itu mencari korek pilihannya. Tak lama kemudian, Hans mengambil korek api gas berwarna hijau neon.
"Aku mau ini ya," kata Hans. Pria itu langsung memberikan beberapa uang koin pada Matcha.
"Terima kasih banyak."
Hans kemudian menyalakan koreknya dan menyulut rokoknya. Ia menghisap gulungan tembakau itu dan mengembuskan asapnya seperti melepaskan beban di dada.
"Akhirnya bisa merokok," kata Hans.
"Pantas jam segini bajumu belum bau rokok. Kamu benar-benar tidak merokok seharian," kata Andersen.
"Tadi aku kencan dengan pacarku, Christina. Dia tidak suka kalau aku merokok. Katanya tidak bagus buat badan, padahal dengan merokok bikin perasaan enteng. Apalagi kalo merokok bareng teman!" balas Hans sambil merangkul Andersen.
"Lepaskan aku," pinta Andersen.
"Kamu juga setuju kan, Matcha?" tanya Hans.
Matcha mengangguk. "Merokok membuatku mengingat nenek dan kenangan bersamanya. Beliau begitu baik hati dan lembut. Ia juga pendengar yang baik. Sangat menyenangkan merokok bersamanya sambil mendengar cerita-cerita para pelanggan. Aku ingin bisa terus mengingat kenangan-kenangan itu. Kalau bisa mengenang, hatiku menjadi kuat. Makanya aku tidak akan berhenti."
"Ah iya ya. Nenekmu baru saja meninggal," ucap Hans pelan.
"Aku tidak apa-apa, Tuan Hans. Selama ada toko ini, aku bisa kuat menjalani hari tanpa nenek di sampingku."
"Toko ini adalah toko kesukaanku karena aku bisa merasa lega setelah merokok sambil curhat padamu dan nenekmu. Benar kata Hans, kalau merokok bersama teman, sangat menyenangkan. Kau dan nenekmu adalah teman merokok yang terbaik!"
"Uhuk!! Uhuk!! Uhukk!!!" Tiba-tiba Matcha terbatuk-batuk. Batuk cukup lama dan berat hingga kedua mata Matcha mengeluarkan air mata.
"Matcha! Kamu tidak apa-apa?" tanya Hans dan Andersen khawatir.
"Aku tidak apa-apa," Matcha tersenyum. "Sejak nenek meninggal, entah kenapa aku sering batuk."
"Jangan memaksakan dirimu, Matcha. Kurasa kamu masih syok dan butuh waktu," ucap Hans sambil memberikan air minum.
"Aku tidak apa-apa. Maaf sudah membuat Anda khawatir, Tuan."
Hans dan Andersen menatap Matcha beberapa saat. Setelah memastikan Matcha tidak batuk lagi, mereka kembali melanjutkan rokok sambil saling bercerita satu sama lain. Tawa ceria tak berhenti terdengar dari dua orang yang awalnya saling asing namun sekarang jadi teman.
Matcha masih setia mendengarkan keluh kesah dan cerita mereka sambil melayani pelanggan yang datang pergi membeli korek apinya. Bahkan setelah Hans dan Andersen pergi, Matcha masih sibuk karena makin banyak yang datang untuk merokok sambil numpang curhat.
Matcha senang menjalani kehidupannya sebagai penjaja korek api dan juga rokok. Ia merasa neneknya terus memperhatikannya dari langit sana.
❁⃘*.゚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top