17
Aku mulai bertingkah egois. Aku tahu bener kalau nggak adil buat Fel diperlakukan seperti ini, memelukku yang kotor dan menuruti keegoisanku tanpa tanya, tapi sungguh, kalau aku nggak menggenggam tangannya sekarang, aku mungkin nggak akan melihat hari esok. Dia berhak bersama cewek yang lebih baik, mencium bibir suci dan membiarkannya memiliki hubungan yang bisa dipamerkan. Gara-gara keegoisanku, aku membuatnya hanya bisa berkencan denganku di rumah saja. Aku ngggak mau hubungan kami diekspos keluar dan tanpa rasa penasaran kenapa, dia menyanggupinya.
Kamu harus tahu, walau aku egois dan ingin backstreet dengan Feliko, perasaanku padanya tulus, aku paling bahagia saat sedang bersamanya. Aku tahu dia cowok lucu, salah satu alasan yang membuatku jatuh cinta padanya, tapi aku nggak tahu kalau selera humornya benar-benar menggumkan, apa yang aku dengar sambil lalu dulu ternyata hanya 10% dari paket lengkap yang dipunyanya. Rasanya aku nggak bisa ketawa kalau nggak sama dia.
Eniwei, untuk beberapa bulan, aku berhasil menghindari perhatian guru menjijikan itu. Aku mendapat kesempatan untuk bertukar tempat duduk dengan seseorang yang mengaku memiliki penglihatan yang buruk, jadi aku ke belakang dan dia ke depan. Bukan sebuah pelarian diri yang besar, aku akui itu, tapi seenggaknya perpindahan tempat duduk memberiku jarak dengan si mesum. Tentu saja si mesum itu menydari dan bertanya, tapi dia nggak melakukan apapun. Seenggaknya belum, nggak langsung. Dia melakukannya beberapa minggu setelah aku duduk di belakang.
Aku menyadari kalau Lukman, bukan hanya guru mesum yang kebetulan menagkapku melakukan dosa, tetapi dia benar-benar seorang psycho.
Dia mulai memanipulasi kertas ulanganku. Setelah entah berapa lama dia berlatih menirukan tulisanku, dia mengganti jawaban di kertas ulangan harian dan tengah semesterku, entah bagaimana caranya. Beberapa jawaban diganti dan beberapa dikosongkan. Aku mendapat nikai-nilai terburukku dalam sejarah.
Semua orang bertanya-tanya, guru BK memanggilku, mengajakku berkonsultasi, jika aku ada masalah aku diminta cerita pada beliau. Tapi aku nggak punya apa-apa untuk diceritakan, saat itu aku juga nggak ngerti apa yang terjadi. Aku bersumpah menjawab semua soal dan berdasarkan ingatan, semu jawabanku benar. Aku nggak ngerti kenapa yang tertera di kertas ulanganku berbeda. Akhirnya mereka menyimpulkan mentalku sedang tak stabil dan hilang fokus karena perceraian orang tuaku. Jujur saja, perceraian mereka nggak terlalu berpengaruh lagi buatku. Karena mereka nggak mau hidup denganku, aku memutuskan tinggal dengan adikku.
Tanggapan pacarku beda lagi. Dia pikir dia yang menyebabkan peringkatku jatuh, dia langaung menyalahkan dirinya sendiri yang bodoh, yang katanya tanpa sengaja menarikku turun untuk setingkat dengannya. Dipikirnya dia terlalu banyak menyita waktuku sampai aku nggak punya waktu belajar.
Fel, sayang, seandainya kamu tahu sebenernya aku yang banyak menyita waktumu. Aku berpikir kamu sudah berada ditingkat bawah, jadi kalau kamu nggak belajar juga nggak akan berpengaruh, makanya setiap hari aku nyuruh kamu datang, bikin kamu ninggalin adikmu sendirian di rumah.
Hana melempar surat itu ke lantai, menginjak-injaknya dengan kesal. Dia teringat masa-masa saat kakaknya tidak bisa diandalkan. Selalu pulang tengah malam dan malah kadang pulang pagi. Satu-satunya hal yang tidak membuatnya protes adalah karena saat itu dia tahu kakaknya tidak memiliki kekasih dan Feliko bilang dia belajar kelompok dengan temannya. Kakaknya selalu menunjukkan PR yang sudah dikerjakan seluruhnya jika Hana mulai mengeluh.
Ternyata, kalau Eliz masih hidup, mereka akan menjadi musuh.
Novel di atas rak buku belajarnya tiba-tiba jatuh. Hana memekik kaget dan melihat novel bersampul warna hijau tergeletak di lantai. Dengan segera, dia memungut surat itu dari lantai, mengelus-elusnya, berusaha menghilangkan kelecekkan akibat injakkan penuh amarahnya. Dia lalu meloncat kembali ke tempat tidur dan melanjutkan membaca.
Kemerosotan nilaiku paling tinggi di mata pelajarannya. Seperti pada guru lain, aku juga menjelaskan bahwa bukan seperti ini jawaban yang aku kumpulkan padanya dulu, meminta kebaikan hatinya untuk memberiku remedi. Dia mengiyakan, menyuruhku datang ke perpus setelah jam sekolah berakhir. Sebenarnya aku masih nggak tenang kalau berdekatan dengan orang itu, tapi tinggal dia yang belum memberiku remedi, jadi aku menyanggupi.
Karena nggak mau pergi sendirian, aku meminta Jessica untuk menemaniku. Dia sempat bingung kenapa, nggak biasanya aku minta ditemani saat belajar.
"Gue takut sama Pak Lukman."
Jessica menertawakanku, melihatku seolah aku hilang akal. "Why? It's not like he will grab or kill you. He's kindest teacher ever."
"You don't know that!"
Aku mengabaikan tatapan bingungnya dan segera mengantarkannya ke kelas, dia ada ulangan hari itu.
Pada akhirnya Jessica tetap nggak bisa menemaniku. Dia juga ternyata ada remidi sama Pak Rusli. Wajahnya murung banget dan tangannya bergetar waktu nunjukin kertas ulangannya bernilai jauh lebih rendah dari apa yang biasa didapatkannya. Dia nangis waktu bilang dia yakin banget semua jawabannya benar, mungkin hanya satu dua yang salah, tapi nggak sampai dikosongin.
Di sinilah aku mulai curiga.
Kamu pasti bisa menduga apa yang terjadi di perpus. Kami hanya berdua di perpus yang lalu pintunya dia kunci. Nggak ada sesi remedi. Dia mengakui sudah menyabotase kertas ulanganku dan Jessica, marah karena aku hampir keceplosan pada temanku itu, dan murka karena aku nggak bisa dia jangkau. Dia mencekikku, kupikir akhirnya aku akan tahu bagaimana caraku mati, tetapi sebelum nyawa lepas dari badan, dia melepas tangannya dari leherku lalu memerkosaku yang masih setengah linglung itu.
Rasa sakit dan jijik karena melakuannya di rumah waktu itu, membuatku telanjang baju, mencicipi dan menggerayangi setiap jengkal tubuhku dengan mulutnya, nggak sebanding dengan apa yang kurasakan saat itu. Akan lebih baik kalau dia mencekikku sampai mati saja. Noda yang masuk ke dalam tubuhku nggak bisa kuhilangkan hanya dengan mandi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top