13

Tahun ketiga SMA akhirnya aku sekelas sama Feliko. Walau begitu aku malah merasa makin jauh dengannya, dia menjaga jarak. Mungkin dia masih patah hati karena putus dengan pacarnya. Tapi aku dengar dia yang minta putus, kenapa dia yang murung juga?

Kata Jessica cowok memang begitu. Mereka yang minta putus, tapi dua hari kemudian mereka yang nangis-nangis minta balikan. Berbeda dengan pihak cewek yang nangisnya di hari mereka putus.

Pasti kamu berpikir aku akan mengambil kesempatan ini untuk mendekatinya. Sayangnya nggak. Ini tahun akhir, aku harus fokus ke sekolah biar bisa ikut masuk univ dan segera jadi dokter seperti ayah dan ibuku.

Btw, apa instingmu pernah mengatakan bahwa seseorang itu nggak baik hanya dalam pertemuan pertama? Adikku bilang, aku selalu haus kasih sayang, makanya insting waspadaku mati. Aku nggak akan tahu jika seseorang sedang menyiapkan belati untuk menusuk dadaku sekali pun asal dia tersenyum padaku.

Aku ingin memukulnya, tapi terlalu sayang padanya.

Ngomong-ngomong, kali ini instingku nggak mati. Walau nggak membantu sama sekali.

Pertama kali melihat senyumnya, ada yang mengganjal di hatiku. Aneh sekali aku merasakan hal itu padahal dia tersenyum pada semuanya. Aku merasa senyum yang diberikannya padaku berbeda. Awalnya aku mengabaikan perasaan itu, nggak mungkin dia berani macam-macam padaku. Namun, semakin lama perasaanku makin nggak enak.

Aku duduk di meja paling depan, tepat berhadapan dengan meja guru, dan aku bisa merasakan tatapannya walau aku sedang menunduk saat menulis. Sudah tidak asing saat guru sedang mengajar, menjelaskan sesuatu, dan mereka duduk di salah satu bangku milik murid, di kelas-kelas sebelumnya bangkuku juga sering dijdikan tempat duduk dan aku nggak merasakan keanehan sama sekali, tapi saat dia melakukannya, aku merasakan rasa merinding di sekujur tubuhku.

Mungkin karena sentuhan-sentuhan yang dibilangnya tak sengaja mengenai tanganku, atau karena senyum-senyum kecil yang sering dikirimkannya padaku? Pokoknya aku merasa vibe-nya nggak enak banget. Memang, sih, Pak Lukman baik dan tampan, tapi tetap saja dia seorang guru dan udah nikah.


Perasaan Hana mulai tidak enak. Dia antara ingin dan tak ingin melanjutkan membaca surat kedua milik Eliz. Dia tahu kalau Pak Lukman memang touchy dan akan membuat siapapun merasa tidak nyaman kalau terus bersinggungan dengan guru itu, tetapi dia sungguh berharap pikiran buruk yang sedang terbentuk di dalam kepalanya setelah membaca kalimat-kalimat yang ditulis Eliz tidaklah terjadi.

Hana mengangkat kepalanya dan melihat ke sekeliling ruangan cafe tempatnya menunggu seseorang. Sudah hampir jam sembilan dan orang yang ditunggunya belum menampakkan diri. Dia mulai meragukan diri dengan isi suratnya untuk Biru. Mungkin kata-ktanya terlalu straight forward dan menuntut.

"Aku sangat menyukai Biru dan ingin Biru menjadi pacarku. Datang ke cafe EFg kalau mau, sampai jumpa besok pagi kalau nggak mau."

Pisara pasti akan tertawa sampai kepalanya lepas dari badan kalau membaca surat cinta yang Hana tulis. Dia sendiri ingin menangis kalau ingat.

Hana menghela napas dan menyedot strawberry smoothie di depannya sambil melihat isi surat Eliz. Berdoa dalam hati, Hana melanjutkan membaca.

Pak Lukman baik sekali. Karena dia pintar dalam segala bidang, dia banyak membantuku walau aku nggak meminta bantuannya. Jangan salah, aku masih merasaakan hawa nggak enak di sekitarnya itu, tapi dengan padatnya materi yang harus aku makan, aku menyambut segala bantuan yang datang.

And before long, he started to show his true color. Selagi memberiku bantuan saat di tempat sepi, seperti di perpus atau di ruang kesehatan (aku perlu kesunyian untuk berlajar oke), sentuhannya semakin tegas, tak lagi mengindikasikan ketidaksengajaan. Kamu nggak akan percaya apa yang dia lakukan saat mengusap punggungku selalu menenangkanku yang baru mendapat nilai 97. Dia menelusuri jejak bra di punggungku. Tentu saja aku marah, tapi saat aku menuntut penjelasannya dia malah menganggapku mengada-ada dan berhalusinasi. Kurang ajar sekali, kan?

Males banget berhalusianasi tentang dia, mending berhalusinasi tentang BTS, lebih membahagiakan.

Hana mengangguk setuju. Pada tahap ini Hana mulai menyerah pada ketakutannya. Syukurlah Feliko hanya menjadi cinta tak terwujud Eliz. Yah, walau terungkapnya sisi mesum Pak Lukman membuat bulu kuduk merinding juga. Tapi pasti ada sesuatu yang terjadi lagi antara Eliz dan Feliko, kan? Kalau tidak, tidak mungkin Feliko menjadi seperti sekarang, dihantui mimpi buruk yang mengganggu jiwanya.

Ketika denting lonceng terdengar, mengindikasi kalau ada orang yang masuk ke cafe, Hana mendongak. Dia tersenyum dan segera melipat surat di tangannya saat melihat Biru dengan langkah santai memasuki cafe.

Dia tidak memanggilnya ketika cowok itu mengedarkan pandangan ke seisi ruangan untuk mencarinya, Hana membiarkan Biru menemukannya sendiri. Saat tatapan mata Biru akhirnya mendarat di sosoknya, barulah Hana melambai. Biru tersenyum dan mendatanginya.

"Nggak baik cewek malam-malam begini sendirian masih di luar."

"Nggak apa-apa. Aku nggak sendirian lagi."

"Berduaan aja sama cowok malah makin nggak baik."

"Ngga masalah. Aku udah bilang ke Ning kalau aku pergi sama Biru. Dia boleh lapor polisi kalau sampai tengah malam aku nggak memberinya kabar."

Biru menganggukan kepala. "Baiklah. Kesiagaan yang lumayan." Biru mengambil buku menu. "Udah makan?"

"Udah dong. Kasihan perutku kalau kamu akhirnya nggak datang."

Biru tertawa kecil. "Have a faith in yourself," ucapnya lirih sembari melihat-lihat menu.

"Hm? Apa?"

Biru menggeleng dan memanggil pelayan untuk memesan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top