Bab 9 "Alkemis"
Setelah berhari-hari berlatih bersama Jingmi, kemampuan berpedangku meningkat. Ya, walaupun sedikit, setidaknya ada kemajuan. Bukan hanya berlatih pedang saja, fisikku juga dilatihnya dari siang hingga sore sebagai pondasi kekuatan. Selama itu pula, Wei tak hentinya mengganggu saat ada kesempatan. Saat ada acara makan malam, saat berpapasan di pelataran istana, atau dimanapun kami bertemu. Kata bahwa aku adalah beban Quon, aku adalah sampah kultivasi, aku si pangeran tak berguna, pasti ia lontarkan saat bertemu denganku.
"Ada apa, Tuan? Anda sepertinya sedang marah?" tanya Jingmi. Seperti biasa, aku berlatih pedang bersama Jingmi di halaman belakang Istana Koi. Sikapnya yang terkadang meremehkan, membuatku menjadi semakin semangat. Namun, ia tak benar-benar meremehkanku. Namun tetap, itu membuatku kesal. Seperti pertanyaanya itu. Aku tidak menjawab pertanyaan darinya. Alu fokus mengayunkan pedang kayu pada Jingmi untuk segera mengalahkannya. Suara kayu yang saling beradu membawa kebisingan di Istana Koi tempatku tinggal. Mau tak mau aku harus melakukan ini. Aku harus selamat dari kekejaman Wei, dan kembali ke duniaku untuk menyelamatkan ibuku.
Jingmi melayangkan pedangnya ke sisi kanan. Aku membungkuk, mengarahkan pedang yang kupegang erat pada kaki Jingmi. Jingmi melompat setelah tahu aku mengincar kakinya. Ia memukulkan pedang kayunya ke arahku. Untungnya, aku sempat berguling sebelum pedangnya menyentuhku. Aku kembali berdiri tegak setelah menghindar dari serangan Jingmi.
"Anda sudah semakin mahir berpedang, Tuan," puji Jingmi.
"Tapi aku masih belum puas, Jingmi." Aku melayangkan pukulan ke arah depan Jingmi. Serangan seperti itu mudah ditangkis oleh prajurit hebat sepertinya. Ia menyilangkan pedang kayu, menahan serangan langsung dariku. Aku mendorong lebih kuat untuk membuat Jingmi terjatuh. Tentu saja, guruku ini mempunyai tenaga yang lebih besar. Aku terjungkal ke belakang, dengan pedang yang tertancap di sisi kananku. Lagi-lagi, aku dikalahkan olehnya.
"Ya, Anda tak seharusnya puas dengan hasil ini." Jingmi berucap.
"Sudah beberapa lama aku meminum ramuan dari Jia, tapi aku belum bisa berkultivasi juga," ucapku.
"Memulihkan dantian tidak semudah itu, Tuan." Jingmi membalas. "Perlu usaha bertahun-tahun untuk melakukannya."
"Aku harus mencari tahu tentang kultivasi lebih lanjut. Dimana tempat yang menyediakan tentang itu?" Semakin cepat, lebih baik. Aku tak bisa mengandalkan Jingmi dan Jia terus untuk menjadi kuat.
"Perpustakaan Kerajaan memiliki buku yang sangat lengkap. Anda bisa mencari tentang kultivasi disana," jawab Jingmi.
"Antarkan aku ke Perpustakaan Kerajaan Jingmi," perintahku.
"Baik, tapi saya hanya dapat menemani Anda hingga ke pintu perpustakaan saja. Perpustakaan Kerajaan hanya diperuntukkan untuk para petinggi Kerajaan saja."
***
Tidak kusangka ternyata Perpustakaan Kerajaan itu dekat dengan Istana Koi. Aku tak perlu berkeliling kompleks istana kerajaan ini hanya untuk mencari tempat itu. Selain itu, keberadaan Jingmi sebagai orang yang bersedia untuk mengantarku benar-benar penting. Walaupun mengantarkan hanya sampai gerbangnya saja, itu sudah sangat membantuku.
"Saya hanya bisa menemani Anda sampai sini saja. Maafkan saya, Yang Mulia." Jingmi berdiri selangkah di depan gerbang, tak ikut masuk ke perpustakaan bersamaku. Ia tak menyebutku dengan 'tuan', tapi 'Yang Mulia'. Itu artinya, di tempat ini, ada orang lain yang beresiko mendengar ketidaksopanan Jingmi.
"Baiklah jika begitu. Aku akan masuk." Aku membuka pintu ganda perpustakaan, melangkahkan kaki ke dalam bangunan yang dipenuhi rak-rak yang tinggi menjulang. Perpustakaan ini suram, hanya empat buah jendela besar saja sebagai jalan cahaya masuk. Aroma kertas yang tua menusuk hidungku. Apalagi saat aku semakin dalam melangkah ke dalam. Benar-benar sepi perpustakaan ini.
Aku menyusuri satu persatu rak yang berisi gulungan-gulungan. Di rak, sudah ada label sebagai penanda bahwa bagian ini membahas tentang tema ini. Tentu saja, aku mencari bagian yang membahas tentang kultivasi sebagai pemuas rasa penasaranku kenapa aku tidak bisa berkultivasi bahkan setelah meminum ramuan. Pasti disini ada jawabannya.
Kutemui sebuah rak yang berlabel 'jurus kulrivasi'. Mungkin saja aku bisa mempelajari beberapa jurus itu. Aku mengambil secara acak beberapa gulungan yang ada di rak. Aku pun beralih ke rak yang lain.
Di beberapa rak, kutemui beberapa topik yang mungkin akan berguna di kemudian hari. Aku mengambil beberapa gulungan dari rak bertema strategi militer, juga ilmu pengobatan. Aku harus menguasai kedua hal ini. Wei bukanlah lawan yang lemah.
Setelah beberapa waktu mencari, akhirnya aku telah menemukan apa yang kuinginkan, kultivasi. Sebuah rak dengan label kultivasi kutemui beberapa rak dari bagian yang membahas jurus. Aku mengambil beberapa gulungan yang sudah lusuh. Pasti, di gulungan yang lusuh ini, banyak ilmu kuno yang sangat berguna.
Sebuah suara berat yang bergema di dinding perpustakaan begitu mengagetkanku. "Ada apa seorang sampah masuk ke perpustakaan ini?"
Aku menoleh ke belakang. Ternyata ada seorang laki-laki ber-hanfu putih bercampur emas, berdiri tak jauh dariku.
"Siapa Anda?" tanyaku.
"Kau tak tahu siapa aku? Hahahaha!" Ia tertawa kencang, suaranya bahkan bergema di dinding batu kokoh perpustakaan.
"Sepertinya Anda seorang yang penting di kerajaan ini."
"Tentu saja. Aku alkemis jenius dari Quon, Ho Yongsheng!" Ia menepuk dada dengan tangannya.
"Kalau begitu, Anda pasti tahu tentang obat kultivasi?" tanyaku. Orang bernama Yongsheng itu malah tertawa keras.
"Hahaha! Kau tak membutuhkannya. Terima nasibmu sebagai sampah Kerajaan Quon."
"Memangnya seberapa jenius Anda, Tuan Yongsheng?"
"Aku adalah seorang alkemis muda Bintang Empat. Hanya segelintir orang saja yang baru sampai ke tahap ini!" jawab Yongsheng sombong.
"Jika begitu, tolong buatkan obat kultivasi untukku, Tuan Yongsheng."
"Apa-apaan dengan sebutan 'Tuan' ini? Aku seorang pangeran, dan kau yang seorang sampah berani menyebutku begitu?" Dia melangkah satu langkah ke arahku.
"Itu artinya, kau berada di bawahku yang seorang Pangeran Pertama." Aku membalas saking muaknya dengan kesombongan yang serupa dengan Wei. "Kau lebih sampah dariku yang seorang sampah."
"Huh, kau terlalu tinggi menilai diri sendiri, Pangeran Sampah." Yongsheng berucap sambil menekankan kata 'Pangeran Sampah'. "Lagipula, gulungan-gulungan yang kau kumpulkan itu tak akan berguna sama sekali bagimu."
"Sebenarnya, aku meragukan gelar alkemis Anda itu, Pangeran Yongsheng. Anda bahkan tak bisa mengobati hati Anda sendiri dari sifat iri dengki," balasku.
"Benar apa yang dikatakan Wei, kau itu sombong, padahal kau hanyalah seorang sampah!"
"Apa gelarku sebagai sampah atau bukan itu perlu Anda urus, Alkemis Jenius, Pangeran Yongsheng yang terhormat?" Aku bertanya sarkas.
"Silakan baca gulungan-gulungan yang kau ambil itu. Aku tak yakin kau bisa menguasai semuanya." Yongsheng tersenyum miring ke arahku.
"Bukankah urusan sampah sepertiku bukanlah hal yang pantas untuk Anda urus, Pangeran Yongsheng?" Aku segera keluar dari Perpustakaan Kerajaan ini.
Ternyata, disini pun ada orang yang julid dan sinis juga.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top