Bab 7 "Kultivasi"

Sore hari telah tiba. Setelah latihan, aku meminta Jia untuk menyiapkan air pemandian. Jia mengalirkan air yang terhubung ke pemandian melalui sebuah saluran. Kolam pemandian perlahan-lahan terisi penuh.

Aku mulai berendam setelah membuka pakaianku. Aku memasukkan kakiku ke kolam yang berisi air dingin ini, lalu menceburkan  seluruh tubuhku ke air. Keringat yang tadi bercucuran saat berlatih pedang, hilang digantikan kesejukan. Aku berenang di dalam kolam yang lumayan luas ini. Ini merupakan kesempatan yang sangat bagus. Jika dulu, saat ingin berenang, aku harus membayar, saat ini aku bebas sepuasnya untuk berenang. Dan, yang paling terpenting, gratis.

Setelah selesai mandi, aku berjalan ke pinggir kolam. Kugunakan kain putih sebagai handuk untuk mengelap air yang masih menetes. Kemudian, aku mengenakan hanfu putih yang ringan yang disiapkan oleh Jia sebelumnya. Aku pun keluar dari pemandian.

"Selamat sore, Pangeran. Jia telah menyiapkan makanan Anda di gazebo kolam ikan koi," ucap Jingmi.

"Baiklah, antarkan aku kesana," perintahku.

"Baik, Yang Mulia."

Cahaya oranye dan merah bercampur di ufuk barat. Matahari sudah tak secerah saat siang. Sebentar lagi, cahayanya akan redup dan digantikan bulan. Suasana ini benar-benar menenangkan. Apalagi, lampion-lampion yang menggantung di langit-langit istana juga pelataran sudah dinyalakan. Begitu damai sore ini.

Seduai perintahku, Jingmi mengantarkanku ke gazebo di kolam ikan koi. Sebuah kolam terhampar di depan istana. Sesuai nama istana ini, di kolam tersebut berisi ikan koi. Di pinggir kolam ikan, berbagai jenis bunga tumbuh subur, juga ada beberapa pohon apel merah yang sedang berbuah. Itu dapat kulihat dari jalan menuju sebuah gazebo yang tepat berada di sebuah tanah di tengah-tengah kolam. Ada sebuah jembatan yang membentang dari ujung ke ujung sebagai penghubung menuju ke gazebo.

"Yang Mulia Raja pasti menghabiskan banyak biaya untuk membangun ini," gumamku. Itu sudah pasti. Kolam ikannya saja sudah luas. Ikan koi disini mungkin berjumlah ribuan. Apalagi jika ditambah dengan jembatan, gazebo, juga tanaman di pinggir kolam. Namun, hasilnya tak mengecewakanku sebagai orang yang baru pertama kali melihatnya.

"Tentu saja, Pangeran. Bahkan, Yang Mulia Raja memanggil ahli pembangunan dari kerajaan tetangga untuk merancang Istana Koi ini," jawab Jingmi.

"Oh my God! Beliau membuang-buang uang negara hanya untuk keindahan istana ini." Ia lebih mementingkan keindahan istana dibandingkan masalah negara. Di balik tampilannya yang bijaksana, ternyata ia bukan Raja yang baik.

"Yang Mulia Raja tidak khawatir mengenai hal itu, karena istana ini sudah dibangun sejak zaman Raja Quon Pertama." Jingmi menjawab. "Raja kemudian memerintahkan para ahli bangunan untuk mengubah istana ini menjadi seperti sekarang."

"Pantas saja hasilnya begitu indah."

"Tapi tunggu, apa tadi Anda bicara bahasa Eropa?" Pertanyaan Jingmi membuatku terkejut sekaligus lucu.

"Hahaha! Itu bukan bahasa Eropa! Tapi bahasa Inggris, Jingmi!" Aku menjawab sambil tertawa lebar.

"Bahasa Inggris? Negara manakah itu, Pangeran?"

"Itu adalah bahasa yang digunakan di Eropa, juga nama sebuah Kerajaan," jawabku.

Setelah berjalan beberapa menit, aku dan Jingmi tiba di gazebo yang dimaksud. Melewati jembatan, kami sudah berada di depan gazebo di tengah kolam ikan koi. Jia menyambutku ramah saat aku datang.

"Selamat sore, Pangeran. Silakan."

Aku masuk ke gazebo yang diterangi oleh lampion merah. Di meja kecil, banyak makanan dan minuman sudah tersaji. Dumpling, ayam panggang (?), dan segelas teh. Aku pun duduk di kursi yang pendek seperti yang ada di Aula Matahari.

"Kenapa kalian berdiri di situ? Ayo cepat,  makan!" Aku heran, kenapa Jingmi dan Jia saat aku makan mereka tidak ikut makan juga. Walaupun ikut, mereka makan lebih pelan dari ku.

"Kami tidak boleh melakukan itu, Pangeran," jawab Jingmi, "Yang Mulia Raja akan menghukum kami."

"Tidak akan jika aku mengizinkan kalian untuk ikut. Dan jangan sebut lagi aku 'Pangeran', tapi Feng saja."

"Astaga, Pangeran. Kami akan dihukum berat jika kami berani menyebut nama Anda langsung." Jia langsung mengucapkan ketidaksetujuannya.

"Bagaimana jika kalian memanggilku 'tuan' saja saat bertiga?"

"Mu-mungkin itu boleh, selama tidak ada orang lain yang mendengarnya." Jingmi menjawab dengan ragu-ragu.

"Baiklah, mulai saat ini, kalian harus memanggilku 'tuan' dan kalian harus ikut makan bersamaku." Aku memutuskan.

"T-tapi--"

"Pokoknya tidak ada penolakan. Titik!" Aku menegaskan. Mereka sudah bekerja keras seharian, hal kecil seperti ini memang layak untuk mereka dapatkan.

"Ba-baiklah, Tu-tuan." Jingmi dan Jia berucap terbata-bata. Merekapun duduk di depanku. Mereka berdua tidak duduk di kursi sepertiku. Sepertinya Jingmi dan Jia sangat menghormatiku disini. Akhirnya, mereka makan pelan-pelan.

Sebelum makan, aku menengadahkan tanganku untuk berdoa. Kuucapkan doa dalam hati sebagai rasa syukur pada Tuhan. Seketika itu, Jingmi dan Jia yang sedang makan berhenti makan, lalu menengadahkan tangannya sepertiku. Selesai berdoa, aku mulai menyantap makanan yang dihidangkan  oleh Jia.

"Tu-tuan, maafkan kelancangan kami tidak berdoa terlebih dahulu sebelum makan." Jingmi dan Jia menunduk.

"Tidak apa-apa," balasku, "aku hanya ingin mengucap syukur pada Tuhan."

"Maksud Anda Dewa?" tanya Jingmi.

"Y-ya. Itu maksudku."

Kami semua melanjutkan makan.

"Oh iya, Jia. Apa kau sudah mendapatkan obat kultivasi?" tanyaku.

"Belum, Tuan. Saya hanya menemukan obat penambah stamina untuk Anda." Jia menaruh sebuah botol berwarna hijau di atas meja.

"Apa ini?"

"Campuran Ginseng Seribu Tahun dan Lotus Utara, Tuan."

"Baik, akan kuminum nanti setelah makan."

Keheningan terjadi beberapa saat. Jingmi dan Jia makan dengan pelan, tidak semangat. Aku harus membicarakan sesuatu dengan mereka..

"Aku ingin kalian menjelaskan, apa itu kultivasi? Dan berapa tingkatannya?" Aku bertanya.

"Baik, Tuan. Saya akan menjelaskan. Kultivasi adalah cara untuk mengumpulkan energi alam yang disebut energi qi, dengan menampungnya di dalam dantian." Jingmi menjelaskan.

"Dantian itu apa? Mengapa dantian-ku rusak?"

"Dantian itu adalah sebuah area di sekitar tulang belakang dan pusar. Fungsinya untuk mengumpulkan qi. Dantian milik Tuan rusak bisa disebabkan beberapa hal. Mungkin saja racun, juga terlalu banyaknya qi yang berkumpul di dantian menyebabkan pecahnya dantian."

"Apa dantian-ku bisa dipulihkan?" Pertanyaanku membuat Jingmi dan Jia terdiam. Apa pemulihan dantian iru sulit dilakukan?

"I-itu sangat sulit dilakukan, Tuan. Perlu tanaman yang sangat langka juga keajaiban Dewa saja yang mampu untuk memulihkannya." Jawaban Jingmi membuatku putus asa. Itu artinya, aku takkan bisa berkultivasi? Itu artinya Wei akan bebas menindasku?

"Itu sama saja mustahil…," gumamku pelan.

"Anda masih bisa berlatih pedang bersama Jingmi, Tuan." Jia menyahut untuk menghiburku. "Setidaknya Anda akan mahir dalam berpedang."

"Lagipula, ada kami yang selalu menjaga Anda, Tuan. Anda tak perlu khawatir." Jingmi dan Jia tersenyum ke arahku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top