Bab 6 "Ora Iso Mulih"

"Itu hanya sebagian kekuatanku, Feng!"

Pangeran Wei terbang dari tempat duduknya. Ia berdiri di tengah para tamu yang datang. Ia melakukan kuda-kuda persiapan. Tangan kanannya membentuk gerakan seperti bentangan sayap burung.

"Mari bertarung, Pangeran Pertama. Kita buktikan!" tantang Wei.

Aku masih tetap memakan hidangan yang tersaji. Tidak, melawan Pangeran Kedua merupakan ide yang buruk. Aku bisa saja terluka parah lagi. What do you do, Oryza?! Kenapa aku menyindirnya!

"Jika tidak, aku yang akan menyerangmu!" Lidah api menari di udara, merusak beberapa tiang. Para tamu panik setelah beberapa tiang telah terbakar. Mereka menghindar ke tempat yang belum terbakar oleh api Wei.

"Pangeran Wei! Anda sudah keterlaluan!" Raja berseru. Raja meluncurkan cemeti yang terbuat dari air, memadamkan api yang menari di udara. Keadaan kembali tenang.

"Kau telah merusak kebahagiaan pagi ini, Wei!"

***

Berantakan.

Acara breakfast tadi sangat kacau. Raja sebagai orang yang mengundang harus turun tangan akibat kejadian tadi. Ini semua dimulai dari balasanku pada Wei. Jika tadi aku tak membalas Wei, acara ini pastilah tak seperti sekarang. Semuanya akan lancar. Tetapi, perkataan Wei yang pedas itu membuatku gatal ingin membalas. Ternyata benar apa kata Jia dan Jingmi. Aku harus berhati-hati pada Wei.

Saat ini, aku berada di Istana Koi, istana tempat Feng atau aku tinggal. Feng sang pemilik istana ini, sangat menyukai ikan koi, bahkan di halaman istana, ada sebuah kolam ikan yang sangat besar. Jingmi dan Jia menemaniku untuk bersantai di halaman belakang istana yang ditanami pohon apel dan jeruk.

"Jingmi, Jia. Mengapa Pangeran Kedua begitu membenciku?" tanyaku.

"Ada apa Pangeran bertanya hal itu?" Jingmi malah bertanya balik.

"Dia … selalu menyinggung kultivasi di dekatku. Apakah benar aku selemah itu?"

"Ti-tidak, Pangeran!" jawab Jingmi dan Jia bersamaan.

"Anda hanya kurang berbakat di bidang kultivasi saja," ucap Jingmi, memperhalus kata 'kau itu bodoh dalam berkultivasi'.

"Ya. Anda kurang berbakat dalam kultivasi, tapi ahli dalam bermain Guzheng," ucap Jia.

"Itukah alasan Wei membenciku?" Aku kembali bertanya.

Jingmi dan Jia terdiam. Aku tahu, sebenarnya kalian ingin mengatakan Wei membenciku karena itu. Namun, kalian tak enak hati untuk mengungkapkannya.

"Jika itu memang benar, tolong carikan cara untuk agar bisa berkultivasi." Aku berbicara lembut.

"Ta-tapi…."

"Ada apa, Jia?"

"Dantian Anda rusak dan tidak bisa diperbaiki. Itu akan mempersulit upaya Anda untuk berkultivasi," jawab Jia.

"Baiklah. Aku ingin kau untuk mencarikan obat-obatan atau apalah bentuknya, yang dapat memulihkan dantian itu." Aku bertitah pada Jia.

"Baik, Yang Mulia Pangeran!" jawab Jia.

"Dan kau Jingmi, latih aku untuk bisa bela diri. Bertahan di tempat ini akan sulit."

"Baik, Yang Mulia!" Jingmi berseru dengan semangat.

"Kita akan memulai itu besok."

***

Pagi hari ini, seperti kemarin, aku mandi di pemandian. Kali ini, Jia tidak membantuku untuk membuka baju. Ia sudah menyiapkan peralatan mandiku di dalam pemandian.

Setelah selesai mandi, aku memakai hanfu yang disediakan Jia. Ia menyiapkan hanfu yang tak semewah kemarin, lebih tipis dan tak berkilau. Jia juga menyisir dan menghias kepalaku dengan tusuk rambut giok.

"Ayo, Pangeran. Kita ke halaman belakang," ajak Jia.

Di halaman belakang, sudah ada Jingmi yang mengenakan pakaian serba hitam. Dia memegang dua pedang kayu di tangannya.

"Apakah Anda sudah siap, Yang Mulia?" tanyanya.

"Tentu saja, Jingmi. Berikan pedang itu padaku." Jingmi melemparkan salah satu pedang kayu padaku. Aku menangkap pedang itu dengan dua tangan.

"Saya undur diri, Yang Mulia." Jia pergi dari halaman belakang tempatku berlatih.

"Silakan," jawabku.

"Mari kita mulai latihannya, Pangeran," ucap Jingmi.

"Ayo!" seruku.

Jingmi maju selangkah sambil mengacungkan pedang kayu yang ia pegang. Begitupun aku, maju selangkah dan mengacungkan pedang pada Jingmi. Aku memperkokoh posisi berdiriku dengan kuda-kuda, bersiap untuk tarung pedang.

"Silahkan Anda serang saya dahulu." Jingmi berucap.

"Baiklah, bersiap kau, Jingmi!" Aku berseru kencang. Aku mengayunkan pedang untuk memukul perut Jingmi, tapi Jingmi dengan mudah menangkisnya. Jingmi membalikkan pedangku, pedangku hampir terlontar karenanya. Kupegang pedangku dengan dua tangan. Namun, hal itu dimanfaatkan oleh Jingmi untuk menyerang betisku yang tak terlindungi.

"Aakh!" teriakku.

"Anda jangan terlalu fokus pada bagian tubuh musuh. Sebaiknya Anda juga fokus pada pertahanan Anda." Jingmi berkomentar.

"Baiklah, akan kucoba." Aku kembali memegang pedang kayuku dengan satu tangan. Kali ini aku tidak akan langsung menyerang. Aku harus menipunya.

Kuayunkan pedang kayu sebelum menyerang, memutarnya seperti baling-baling. Kedua alis Jingmi bertaut, ia mungkin saja geli dengan apa tingkah lakuku. Dengan cepat, aku memutar tubuhku. Pedang yang tadi kuayunkan, kuarahkan pada kepala Jingmi. Namun, dengan tipuan seperti itu, Jingmi masih bisa menangkis seranganku. Suara 'tuk' muncul saat pedang kami berbenturan. Tangan Jingmi mengarahkan pedang ke kanan, aku menghindar ke kiri. Kutebas pergelangan tangan Jingmi, tapi dengan mudah Jingmi melompat dan menjauh beberapa langkah.

"Anda cukup mahir juga rupanya." Jingmi berucap.

"Tentu saja. Kau jangan meremehkanku!" Aku menyerangnya dengan gerakan yang lebih cepat. Kukeluarkan tenaga yang lebih untuk menyerang. Jingmi yang melayaniku seakan kewalahan, ia tak bisa membalas seranganku. Namun, lama-lama aku merasa lelah. Aku memperlambat serangan pada Jingmi. Napasku tak beraturan sekarang. Namun Jingmi masih segar tak lelah sama sekali. Kali ini keadaan berbalik. Ia yang menyerang lebih agresif. Aku yang telah kehilangan tenaga mulai terkena serangannya. Paha, betis, bahkan perutku terkena tebasan pedang Jingmi. Akhirnya, setelah perlawanan yang sia-sia, pedangku terlontar beberapa meter dariku. Aku terjatuh ke tanah. Jingmi menodongkan pedangnya di leherku.

"Anda sudah kalah, Pangeran." Jingmi berucap sambil tersenyum.

Huh, sombong sekali kau!

"Maafkan saya yang telah menyerang Anda berlebihan, Pangeran." Jingmi mengulurkan tangannya. Kusambut uluran tangannya untuk bangkit setelah terjatuh.

"Kau sangat ahli berpedang. Sebenarnya siapa kau ini?" tanyaku. Sesuai dengan gambaran yang muncul waktu itu, ada sekelompok orang berbaju hitam yang membunuh prajurit berkuda. Apa ia termasuk salah satunya?

"Saya adalah Jingmi, pengawal pribadi Anda yang berasal dari perguruan Qui Yin, yang dibentuk oleh Permaisuri Qui Mei Yin." Jingmi membungkuk padaku. Aku mengangkat tanganku untuk menyuruh Jingmi bamgkit lagi.

"Dibentuk oleh Ibunda?" tanyaku.

"Ya. Ibunda Anda adalah salah satu kultivator terkuat yang masih hidup saat ini. Tahap kultivasi Yang Mulia Permaisuri berada di Berlian Tingkat 2." Jingmi menjawab.

"Itu artinya beliau bisa mengajarkanku teknik kultivasi." Aku bergumam.

"Masalahnya, Dantian Anda telah rusak sejak lahir. Itu akan mempersulit pengumpulan energi qi."

Saat berbincang, tiba-tiba Jia datang membawakan dua kotak yang terbuat dari anyaman bambu.

"Yang Mulia! Saya membuatkan dumpling untuk Anda!" Jia berseru.

"Waah, mari kita duduk!" Aku duduk di tanah. Jingmi dan Jia mengikutiku.

Jia membuka penutup kotak itu, memperlihatkan makanan yang mirip bawang bombay tapi berwarna putih itu. Aku mulai menyantap makanan yang dibawa oleh Jia. Tak lupa aku berdoa terlebih dahulu sebelum makan.

Mengapa Jia dan Jingmi tidak ikut makan?

"Kalian, kenapa tak ikut makan?" tanyaku pada Jia dan Jingmi yang tidak ikut makan.

"Tidak, Pangeran. Makanan ini untuk Anda," jawab Jia.

"Ya, Pangeran. Jia khusus membuatkannya untuk Anda." Jingmi menimpali.

"Tidak apa-apa. Lagipula kalian harus makan." Akhirnya, setelah kubujuk, Jia dan Jingmi mulai menyantap dumpling ini. Kami pun berbicara, dan sesekali saling melontarkan lelucon.

Suasana ini mengingatkanku pada saat masih kecil. Saat itu Mom dan Dad tidak pernah saling membentak. Saat waktu makan tiba, kami semua duduk di meja makan dengan bahagia sambil menyantap makanan yang tersaji. Mom menyuapiku, dan Dad mencoba membuatku tertawa. Tanpa sadar, air mataku menetes. Seandainya aku bisa seperti dulu lagi….

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top