Bab 49 "Kembalinya Sang Sampah Kerajaan"
Tunggu. Mengapa ada banyak pemanah ditempatkan di atas dinding istana? Apa mereka sudah mengetahui kedatangan kami?
"Berhenti disitu, Pemberontak! Atau kami akan menembaki kalian!"
Gerbang Istana Kerajaan terbuka. Puluhan prajurit yang memakai zirah lengkap keluar dari gerbang, bergerak membuat lingkaran yang mengurung aku dan para anggota Black Lotus Assassin. Tidak ada celah. Kami benar-benar terkepung.
Seorang prajurit berkuda muncul setelah prajurit yang mengepung kami. Prajurit itu memakai baju zirah yang terbuat dari perak, berbeda dengan prajurit yang mengepung kami. Mereka memakai zirah kulit yang tidak setebal logam.
Orang-orang di sekitarnya memberi jalan. Wajah orang itu tidak menampilkan senyuman sama sekali. Dari jauh, matanya menatapku seperti sedang menyelidik. Mata coklat pria itu membulat, ia pasti terkejut karena mengetahui siapa yang dikatakan memberontak kerajaan.
Sepatu yang sama berkilaunya dengan zirah pria berkuda menapak di lantai batu di dekat gerbang istana. Zirahnya berbunyi saat sang pemakai bergerak. Ia melangkah, mendekatiku yang berdiri paling depan diantara anggota Black Lotus Assassin. Prajurit berbaju perak itu membungkuk, berbisik tepat di telinga kananku.
"Selamat datang di Istana Kerajaan Quon, Yang Mulia."
"Kau tidak melupakanku 'kan, Jingmi?" Aku bertanya pada pria berzirah perak yang berkilau itu.
"Bagaimana bisa saya melupakan Anda yang saya layani semenjak bergabung dengan Tentara Kerajaan?" Jingmi balik bertanya.
"Bagaimana dengan ramuan yang dulu kuberikan? Apakah manjur?"
"Racun yang berada di dalam tubuh saya langsung hilang. Saya sembuh sepenuhnya keesokan harinya."
"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"
"Maafkan saya, Tuan. Saya harus melakukan setiap peraturan yang ada." Jingmi kembali bangkit, berdiri tegak menghadapku.
"Peraturan apa?" Aku bertanya pada pria yang merupakan pengawalku saat di istana. Namun prajurit yang memakai zirah perak itu tidak menjawab. Ia malah menendang perutku sekuat tenaga hingga aku terjungkal.
"Hei! Apa yang kau lakukan pada tuan kami!?" Para anggota Black Lotus Assassin merangsek maju, tapi kuangkat tangan kiriku. Mereka berhenti.
"Kalian sudah memberontak terhadap Quon dan kalian masih memiliki muka untuk menyerang istana?!" Jingmi berteriak kencang menghadapi protes para bawahanku. "Yue Ming hancur hanya dalam waktu sehari di tangan kalian. Ibukota menjadi lebih mudah diserang karena ulah kalian!"
Dia berbeda dengan Jingmi yang kukenal dulu. Ia tidak pernah berteriak sekeras itu dan berkata kasar pada siapapun. Aura kemarahan terpancar dari tubuh tegapnya. Bukan kelembutan yang biasanya kudapatkan darinya.
"Bukan kami yang menyerang Yue Ming! Kami mencegah Pasukan Qing untuk memasuki Ibukota!" Aku paham apa maksud Jingmi. Ia harus melakukan prosedur keamanan istana dengan menangkap kami. Jika tidak melakukan itu, ia pasti akan dicurigai sebagai bagian dari orang pemberontak. Sekarang, aku bisa memasuki istana tanpa harus melakukan penyusupan berkatnya. Sebuah peluang di balik kesulitan.
"Apa kalian memiliki bukti!?" Jingmi berteriak lebih kencang dariku. Aku diam, memberikan kesan bahwa kami tidak memiliki bukti itu. "Bagus!" Ia kembali berseru.
"Aku bisa melumat tulangnya dengan mudah." Ping berbisik di sampingku. "Hanya Tahap Perak, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Berlian."
Aku berbisik, membalas ucapan Ping. "Dia adalah pengawalku dulu saat masih di Istana. Ia akan memberikan jalan kepada kita untuk masuk ke istana."
"Prajurit! Giring mereka menuju ke halaman istana! Biarkan Raja yang memutuskan hukuman apa untuk para pemberontak ini." Para prajurit yang mengepung kami mengacungkan senjata, memaksaku dan para anggota Black Lotus Assassin untuk masuk ke pusat Kerajaan Quon.
Dalam situasi terdesak, Ping kembali berbisik, "Dengan cara seperti ini?"
***
Halaman istana yang dulu pernah kulewati dengan kereta kuda, kini aku kembali mengunjunginya. Namun, sekarang halaman dari kediaman keluarga kerajaan Quon ini dipenuhi oleh para petinggi kerajaan juga prajurit yang berjaga. Untuk apalagi mereka hadir jika bukan karena kami yang mereka duga sebagai pemberontak telah tertangkap dan akan diadili.
"Yang Mulia Raja Quon, Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia Selir Pertama, dan Yang Mulia Selir Kedua menghadiri lapangan!" Sebuah seruan kencang bergema di halaman seluas puluhan kali lapangan bola ini. Para prajurit dan petinggi yang telah hadir berlutut kepada orang-orang yang baru datang untuk menghormati mereka. Begitu juga aku dan para anggota Black Lotus Assassin yang akan diadili.
Keluarga kerajaan yang baru hadir duduk di kursi yang telah disediakan. Kecuali Raja, mereka semua duduk. Yang Mulia Raja mengangkat tangan kanannya, semua yang hadir langsung bangkit kecuali Permaisuri dan para Selir. Yang Mulia Raja kemudian duduk di tempat yang disiapkan khusus untuk orang nomor satu di Quon.
"Jangan bangkit, tetaplah berlutut." Aku memerintahkan para anggota agar tidak kembali berdiri. Jangan sampai ada sebuah gerakan kecil yang bisa membuat mereka marah. Kami sekarang hanya bisa berharap pada bukti yang telah dikumpulkan.
Seorang pria tua yang memakai hanfu merah dengan sulaman emas berbentuk burung phoenix memisahkan diri dari barisan para petinggi. Ia berjalan ke depan Yang Mulia Raja.
"Hadirin sekalian, beberapa hari yang lalu, ada laporan mengenai Kota Yue Ming yang diserang oleh sekelompok orang setelah kedatangan beberapa gerobak yang mencurigakan. Sekarang, Yue Ming telah berubah menjadi abu dan Ibukota menjadi lebih rentan." Pria itu berucap lantang.
Ah ternyata penjaga kota melaporkannya pada Raja. Mereka hanya pura-pura tidak curiga.
"Pangeran Kedua telah berangkat ke perbatasan Ibukota untuk mengatasi serangan. Namun hingga sekarang, dia belum kembali." Pria dengan hanfu motif phoenix kembali melanjutkan.
"Siapa lagi penyebabnya jika bukan kalian!" Seseorang yang duduk di samping kanan Raja meraung. Tangan yang dibalut hanfu merah penuh sulaman emas itu menunjuk pada kami yang sedang berlutut.
Pria tua yang tak kuketahui namanya itu tetap melanjutkan ucapannya, mengabaikan teriakan wanita di sampingnya. "Kalian semua, akan dikenakan hukuman gantung jika terbukti bersalah. Sekarang, apa ada yang ingin kalian sampaikan?"
Aku bangkit dari keadaan berlutut. Aku melakukan salam penghormatan dengan membungkuk kepada para anggota keluarga kerajaan yang hadir pada sidang ini. "Hormat saya kepada Yang Mulia Raja, Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia Selir Pertama, Yang Mulia Selir Kedua. Izinkan saya berbicara pada kesempatan ini."
"Baik. Kuizinkan kau untuk bicara." Raja yang sedang duduk di kursi membalas ucapanku.
Aku menghela napas. Mencoba untuk melepaskan ketegangan dalam diri untuk meyakinkan mereka semua.
Tenanglah, Oryza. Tenang.
"Terima kasih, Yang Mulia." Terlebih dahulu aku merespon ucapan Raja, lalu aku melanjutkan. "Yang ingin saya sampaikan adalah kami bukanlah pemberontak. Kami hanya warga desa biasa yang mencoba untuk menggagalkan upaya licik perebutan kursi Putra Mahkota. Bukan kami pelaku kerusakan kota Yue Ming, tetapi Pasukan Qing yang langsung dipimpin oleh jendral mereka."
"Untuk apa Qing menyerang Yue Ming yang tidak memiliki sumber daya melimpah?" Pria tua ber-hanfu merah bertanya. "Selama ini Qing menyerang wilayah yang memiliki banyak sumber daya makanan, bukan wilayah kecil seperti Yue Ming."
"Karena Qing juga terlibat dalam upaya licik perebutan posisi Putra Mahkota."
Kasak-kusuk terjadi setelah pernyataan itu keluar dariku. Beberapa bahkan sampai berteriak untuk membantah hal itu.
"Mana mungkin Qing terlibat! Mereka sibuk mencari sumber daya untuk kerajaan mereka sendiri!" Salah seorang petinggi yang hadir berteriak.
"Jika tidak ada bukti, pernyataanmu itu hanya omong kosong."
"Darimana kau tahu hal itu?"
Aku membalas mereka. "Jika kalian tidak percaya, maka dokumen tentang hal itu akan membuat kalian berubah pikiran." Aku mengeluarkan semua gulungan yang tersimpan di dalam Cincin Dimensi. Aku berjalan melewati tatapan tajam para petinggi kerajaan yang hadir di tempat ini, hingga akhirnya aku sampai ke tempat Yang Mulia Raja berdiri.
"Yang Mulia." Aku berlutut di hadapan orang nomor satu di Quon. Gulungan yang kuserahkan diambil oleh pria tua yang berdiri di depan Yang Mulia Raja.
Pria itu membaca satu persatu gulungan maupun surat yang kuberikan. Kuperhatikan pria tua yang sepertinya memiliki kedudukan yang tinggi di kerajaan. Dahinya mengkerut saat membaca semua dokumen. Matanya membulat beberapa kali.
Pria itu mundur selangkah, berbisik di telinga Raja. Tentu saja, dengan telinga yang telah diperkuat energi qi aku bisa mendengar hal itu.
"Pangeran Kedua telah berkhianat, Yang Mulia."
Yang Mulia Raja mengambil semua dokumen yang berada di tangan orang di dekatnya itu. Ia membaca semuanya. Ekspresi Raja Ho Hongli berubah setelahnya.
"Umumkan pengkhianatan Pangeran Kedua, Perdana Menteri Shu." Raja berucap pelan.
"Baik," balas pria yang berpangkat Perdana Menteri itu.
Orang yang bernama Perdana Menteri Shu itu maju selangkah. Ia membuka sebuah perkamen yang terbuat dari kulit hewan, jurnal yang didapatkan oleh Serikat Dagang dengan cara yang tidak kuketahui. Sesaat ia menghela napas. Sang Perdana Menteri kemudian berucap lantang. "Hadirin sekalian, pihak kerajaan telah menerima bukti-bukti dari para terduga pemberontak. Dari bukti yang diberikan oleh pemimpin Black Lotus, Oryza Sky, kami menyatakan bahwa Pangeran Kedua, Ho Weiheng telah berkhianat pada Quon."
Pernyataan dari Perdana Menteri Quon diiringi sorakan dari beberapa orang. Yang lainnya berseru tidak percaya bahwa jendral kepercayaan Raja itu telah berkhianat. Terutama Selir Kedua yang duduk di sebelah kiri Raja. Ia menangis kencang.
"Putraku tidak mungkin berkhianat! Tidak mungkin!" Selir Kedua meraung-raung di halaman istana. Beberapa pelayan mendekatinya untuk menenangkan, tapi tidak berefek sama sekali. "Dia adalah kepercayaan Quon! Ia adalah calon Putra Mahkota!"
"Hukuman apa yang hendak Yang Mulia berikan pada Pangeran Wei?" Sang Perdana Menteri bertanya.
"Hukuman untuk para pengkhianat adalah kematian." Raja berucap pelan. Pasti berat memutuskan hukuman untuk anak sendiri. Namun ia tetap adil dengan memberi hukuman pada Wei. "Cari ia sampai ke setiap pelosok kerajaan, bawa ia ke hadapanku."
Mendengar hal itu, aku bangkit. "Itu tidak perlu, Yang Mulia. Karena ia sudah tewas di medan perang."
Aku menyentuh batu giok Cincin Ruang Dimensi, mengeluarkan gerobak berisi mayat Sang Pangeran Kedua.
Tangisan Selir Kedua semakin menjadi setelah melihat mayat putranya. Beberapa pelayan sampai memegangi tangan Sang Selir untuk mencegahnya meraung lebih keras. "Kau bukanlah siapa-siapa! Hanya seorang warga desa!"
"Yang Mulia, izinkan saya untuk melepas jurus penyamaran." Aku meminta izin. Sudah saatnya aku mengungkapkan siapa diriku sebenarnya.
"Aku izinkan." Raja membalas.
Kulepaskan ikat rambut yang ditusuk oleh sebatang kayu. Rambut kusut yang hitam panjang tergerai hingga punggung. Aliran qi murni memutus energi dari jurus kamuflase tubuh. Wajahku berubah, dari Oryza menjadi wajah Pangeran Pertama.
"Putraku masih hidup!" Bukan hanya Selir Kedua yang menangis. Kini, Permaisuri juga ikut bersedih.
Sekarang, bukti yang tidak terbantahkan sudah tersaji di hadapan kalian. Kehadiranku menjadi bukti paling kuat diantara semua bukti.
_______________________________
Hufftt, 1,6 K kata.
Bogor, Rabu 29 Maret 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top