Bab 46 "Duel Dua Legenda"

Tidak ada jarak berarti antara aku dan musuhku. Entah itu sekarang di medan perang, ataupun dulu saat masih berada di istana. Dia, adik dari Pangeran Fengying, Pangeran Weiheng atau Wei, berhadapan denganku. Zirah emasnya masih sama saat pertama kali aku bertemu dengannya. Berkilau dan kokoh, seperti sang pemilik.

Ingatanku kembali ke waktu pertama kali aku terbangun di tubuh Feng. Saat aku tidak mengenali siapapun, dan masih kebingungan atas semuanya.

"Ini semua gara-gara kau, Wei!" Si kakek berbalik, memandang seorang remaja yang mengenakan zirah emas di ujung tempat tidur. Ia membentak remaja itu.

"Mengapa Ayahanda menyalahkan saya? Bukankah itu duel?!" Sang remaja membalas kakek yang merupakan Raja itu. Ia sama sekali tak takut oleh Raja yang menatapnya tajam.

"Kau sengaja melukai saudaramu yang tak bisa berkultivasi dengan kekuatan penuh!" Raja bangkit, mendekati si remaja yang melawannya. Matanya merah membelalak.

"Ya, Ayahanda lebih mempedulikan sampah Quon itu daripada aku!"

"Dasar tak tahu batasan!" Raja membentak si remaja. "Aku akan memotong seperempat jumlah pasukanmu!"

Memikirkan hal itu membuatku bertanya-tanya. Mengapa Raja pilih kasih? Mengapa ia lebih memilih Feng sebagai Putra Mahkota daripada Wei yang merupakan anak yang jenius?

"Dari dulu, Ayahanda selalu pilih kasih. Tanpa sadar menimbulkan permusuhan di kerajaan sendiri."

"Jaga perkataanmu, Pangeran Kedua!" Raja membentak si remaja. Tangan kanannya sudah terangkat.

"Bukankah itu kebenarannya, Ayahanda?" Remaja itu bertanya dengan nada tinggi. "Anda lebih memilih sampah sepertinya untuk menjadi Putra Mahkota daripada aku yang seorang jenius kultivasi!"

Wei sama sepertiku— sebagai Oryza. Memiliki ayah yang pemarah, tidak mempedulikan anaknya sendiri. Namun yang kulihat dari Raja Ho Hongli adalah kelemahlembutan dan kasih sayang. Ia sangat penyayang pada Feng. Apa hal itu berlaku juga pada ayahku? Apakah seorang pria yang bernama Aaron Sky memiliki kelemahlembutan dan kasih sayang jauh di lubuk hatinya yang terdalam?

Setetes air jatuh dari mataku. Wei melakukan semuanya hanya untuk mendapatkan pengakuan dari ayahandanya, Raja Ho Hongli. Namun, apakah melukai saudaramu dan mengkhianati kerajaan tempat kau tinggal bukanlah sebuah kejahatan? Ia bahkan bersekutu dengan jendral kerajaan musuh.

Bah, kau juga melakukan itu, Oryza. Melukai Wei dan membuat kesepakatan dengan Jendral Gong. Jangan munafik. Tetapi setidaknya aku lebih baik. Aku tidak akan mengkhianati sekutuku sendiri.

Sang Pangeran Kedua turun dari kudanya. Ia melepaskan pedang dengan kekuatan besar dari sarung yang terselip di pinggang, Pedang Empat Elemen. Namun, empat prajurit pyang memakai zirah perak turun dari kuda. Menghalangi jalan Wei.

"Yang Mulia, biar kami dahulu yang menghadapinya." Salah seorang yang memakai baju besi perak berucap sambil membungkukkan badan.

"Tidak." Wei mengangkat tangan kirinya. "Ini adalah pertarungan antara aku dan si sampah itu."

Sang Pangeran Kedua melompat, mendekat ke arahku dengan berlari di udara. Jurus Peringan Tubuh ia gunakan tanpa pengucapan. Kesaktiannya benar-benar diluar dugaan.

Aku menyiapkan kuda-kuda, memegang erat pedang untuk mengantisipasi serangan Wei yang tidak terduga. Pangeran Kedua Quon itu melayangkan beberapa bola api, yang dengan mudah kutangkis.

Pengalihan. Ia ingin fokusku terpecah pada bola api itu.

Energi elemen air menguar dari tubuhku. Energi yang berbentuk seperti cahaya yang berwarna biru itu berubah menjadi kubah air yang melingkupi sejauh sepuluh meter ke setiap arah. Seperti yang kuduga, Wei menyabetkan pedangnya ke pelindungku dari arah belakang. Kubah air yang baru terbentuk langsung hancur berkeping-keping. Aku berbalik, memandang Wei yang berdiri sambil mengacungkan pedangnya.

"Kau tidak bisa terus menghindar, Kakak." Wei berucap, menekankan kata 'kakak'. Ia diam, tidak meluncurkan serangan.

"Kau ingin bermain denganku, Wei?" Aku bertanya. Kuangkat pedang berelemen cahaya ke arah Sang Pangeran Kedua.

"Senjata baru tidak mampu mengalahkan artefak Dewa Kegelapan."

"Itu benar, jika senjata ini bukan berasal dari salah satu Dewa Dewi Pertama Yang Tercipta."

Pedang Empat Elemen milik Wei memancarkan aura kegelapan yang pekat. Bukan lagi warna merah, abu-abu, coklat, dan biru yang menyelimuti permukaan senjata legendaris yang ia pegang. Ia mengaktifkan artefak Dewa Kegelapan. "Tunjukkan kemampuan senjata itu, Feng."

Aku merangsek maju dengan kecepatan tinggi ke arah Wei. Pedang cahaya kuarahkan pada pemimpin pasukan Quon itu. Sang Pangeran Kedua menangkis serangan dengan pedangnya yang sudah dilapisi aura kegelapan. Kegelapan dari pedangnya dan cahaya dari pedangku beradu, menimbulkan lonjakan energi qi yang berubah menjadi gelombang yang menyapu ke segala arah. Prajurit yang bertarung di sekitar kami terpental jauh akibat gelombang. Namun aku dan Wei tidak terpengaruh akan hal itu.

Seharusnya jika aura kegelapan Wei adalah elemen biasa, tidak akan ada gelombang energi yang tercipta. Wajar saja, dua kekuatan dari dua dewa terkuat bertemu akan berujung pada keseimbangan energi cahaya dan kegelapan.

Wei mendorong pedang beraura kegelapannya, yang kutahan sekuat tenaga dengan pedangku. Beberapa detik kami saling mendorong untuk menciptakan keunggulan, hingga akhirnya aku kalah kuat dan terdorong satu meter ke belakang.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Wei langsung bergerak secepat kilat. Kecepatan yang tak bisa dilihat oleh mataku yang telah diperkuat oleh energi qi. Kain hanfu di bahuku sobek, memperlihatkan banyaknya darah yang keluar.

"Argh!" Sial! Mengapa aku lengah!

"Bukankah kita akan bermain, Kakak?" Dalam sedetik, Wei mendadak sudah berada lagi di depanku. Ia mengepalkan tangan, yang diarahkan ke mukaku. Lagi, aku terpental beberapa meter akibat serangan cepatnya.

"Ugh!" Bagaimana bisa ia secepat itu?

Untuk mencegah Wei menyerang lagi, kubentuk formasi perlindungan Tempurung Kura-Kura. Setidaknya itu akan menunda Wei dalam melakukan serangan.

"Apakah ketua dari Black Lotus Assassin sudah melemah?" Wei muncul tak jauh dari moncong formasi kura-kura yang terbentuk dari energi berwarna hijau.

Tidak ada waktu untuk meladeninya. Namun, hal pertama yang harus kulakukan adalah menyembuhkan luka yang disebabkan oleh energi kegelapan. Namun Wei pasti dengan mudah menghancurkan jurus tempurung kura-kura yang kubentuk. Aku harus menggunakan jurus membagi tubuh untuk menghadapinya.

"Pilar Cahaya." Aku berucap pelan. Secercah cahaya muncul dari langit, menembus lapisan energi yang berbentuk kura-kura. Sinar itu tepat mengenaiku, meredakan sakit di bahu yang terkena energi kegelapan.

"Berencana menyembuhkan diri, heh?" Dari luar lapisan pelindung, Wei mendengkus.

"Pembelah Tubuh!" Segumpal energi qi murni keluar dari dantian, perlahan berkembang hingga membentuk sesosok manusia yang memakai hanfu cokelat muda khas rakyat biasa. Rambutnya diikat rapi dan ditusuk menggunakan benda seperti sumpit. Wajah putihnya menampilkan raut muram. Ia memegang pedang yang sama dengan oedang milikku. Bayangan itu mirip sekali denganku.

"Strategi yang bagus, Feng." Energi hijau yang kubentuk menjadi kura-kura pecah setelah Wei menghunuskan pedangnya ke perisai. Kakinya sudah bersiap untuk berlari, dan kuyakin dia akan berada di dekatku sebentar lagi.

Suara benturan dua logam bergema di dekatku. Aku menoleh ke belakang, ternyata Wei meluncurkan serangan dari belakang lagi dan ia dicegah oleh bayanganku. Jangan lupa, bayanganku memiliki kekuatan yang sama denganku.

Wei menghilang, dan muncul lagi di depanku. Sayangnya, serangan Sang Pangeran Kedua kembali ditangkis oleh jurus yang kukeluarkan. Bayanganku sigap sekali.

"Sial! Bayangan ini selalu mengikutiku!"

Sebelum aku melakukan jurus itu, aku memperkuat kembali semua indraku dengan energi qi. Alhasil bayanganku juga terkena penguatan tersebut. Serangan Wei memang cepat, tetapi kini ia bisa kulihat dalam bentuk sekelebat bayangan emas saat menyerang.

Setelah beberapa menit menyinari diri dengan jurus pilar cahaya, luka akibat energi kegelapan sudah mereda. Darahnya masih mengalir, tapi itu lebih baik. Yang terpenting adalah menghilangkan energi gelap terlebih dahulu.

Kini saatnya aku membalas.

"Jurus Bayangan." Aku membentuk lima bayangan tambahan. Sekarang, aku pasti akan menang.

"Jangan lupa aku memiliki artefak Dewa Kegelapan!" Wei berhenti menyerang. Ia memperlebar jarak. Bayanganku yang mengejarnya kembali ke sisiku.

Zirah emas Wei retak secara perlahan. Hanfu gelap miliknya robek. Memperlihatkan dada bidangnya yang sudah menggelap.

"Kegelapan Abadi Sang Dewa Kegelapan!" Sang Pangeran Kedua berteriak lantang. Energi kegelapan yang pekat keluar dari seluruh tubuhnya. Kegelapan yang sangat kuat.

"Jurus Dua Bintang Utara!" Aku berseru tak kalah kencang. Kedua tanganku bersinar terang, begitu juga dengan keenam bayanganku. Empat belas sinar terang menghalau energi pekat yang diluncurkan Wei. Gelombang energi kembali tercipta dalam kekuatan yang lebih. Tanah di sekitar kami bergetar dan retak. Prajurit yang tak sempat menghindari energi tewas kehilangan nyawa.

"Bukan hanya kau yang bisa membelah tubuhmu, Feng!" Mendadak, ada Wei lain yang melayang di langit. Energi kegelapan yang pekat keluar dari tubuh Wei yang melayang itu.
apapun.

"Sebagian serang Wei yang ada di atas!" Aku mengomandoi para bayangan yang kubentuk.

Terlambat. Energi kegelapan dari orang yang melayang di langit itu berhasil mengenai kami. Pandanganku menggelap, tidak bisa melihat apapun.

"Kau akan tewas di sini, Feng!"

________________________________

Marhaban ya ramadhan! Minal aidzin wal faidzin. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi para readers yang menjalankan. Semoga kita diberikan kelancaran dalam berpuasa. Aamiin.

Bogor, Kamis 23 Maret 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top