Bab 45 "Hitam dan Putih

Dari garis belakang, Jendral Gong berseru. "Siapa kau!?"

Aku mengalirkan energi qi ke kaki, yang langsung mengangkatku naik beberapa meter. "Aku adalah orang yang gagal dibunuh olehmu dan sekutumu itu, Jendral!"

Prajurit berkuda yang berjejer di belakang sang jendral merangsek ke depan, tetapi Jendral Gong mengangkat tangan kanannya. Pasukan berkuda tidak melanjutkan pergerakan.

Pria yang menunggangi kuda hitam itu melewati barisan pasukan yang ia pimpin. Kuda kekarnya menerbangkan pasir dengan kaki kokoh yang dapat melumat tubuh.

"Pasukan!" Seseorang dari pihakku berseru. "Siapkan senjata!"

Semua anggota Black Lotus Assassin yang bersamaku langsung menggenggam erat pedang buatan kelompok elemen logam yang hanya tersisa beberapa anggota saja.

"Kalian jangan maju!" Aku berteriak. "Biarkan aku bicara dengan dia dahulu!"

Setidaknya, dengan berkata seperti itu, akan mencegah orang yang dapat membantuku ini tewas.

Pemimpin pasukan Qing itu sudah berada di hadapan kami. Jendral Gong tidak turun dari kudanya. Ia tetap duduk di hewan gagah yang ia tunggangi.

"Untuk apa kau membunuh pasukanku, Iza?" Sang Jendral bertanya dengan suara berat cir khasnya. Hawa dingin seketika menguar dari tubuh yang dibalut oleh zirah logam hitam. "Bukankah kau masih menjadi bawahanku?"

Apa? Bawahan katanya? Rasanya aku ingin tertawa.

"Kau lupa dengan siapa kau bicara, Jendral." Aku membusungkan dada. Melangkah sedikit ke depan untuk memperkecil jarak antara kami. Aku menatap mata yang tersembunyi di balik helm besi sang jendral lekat-lekat. Tatapan kami beradu selama beberapa detik, yang langsung diakhiri dengan redanya aura dingin Jendral Gong.

"Sang Pangeran Sampah, Ho Fengying." Kata-katanya tidak salah. Feng, atau sebenarnya adalah aku, merupakan seorang pangeran yang tidak berguna. Namun, itu dulu sebelum dantian milikku diperbaiki. Sekarang aku adalah salah satu orang terkuat, setara dengan Yang Mulia Raja Ho Hongli dan Permaisuri Qui Mei Yin di Quon, atau bahkan lebih tinggi lagi.

"Pangeran sampah yang berhasil membunuh setengah pasukanmu dalam sekejap." Fakta yang tidak bisa disangkal.

Sang Jendral menggeleng, membuat helm besi yang ia kenakan berbunyi. "Sebenarnya apa yang kau inginkan?"

"Kesepakatan, hanya itu saja." Aku menjawab tanpa ragu.

"Kesepakatan apa?"

"Kau harus membantuku untuk mengalahkan Wei, dan aku akan membiarkanmu dan pasukanmu kembali hidup-hidup."

Sang Jendral langsung turun dari kudanya. Ia melompat ke udara, melepaskan pedang dari pinggang. Jendral Gong mendarat sempurna di tanah dengan pedang tajamnya yang teracung ke leherku.

"Berani-beraninya kau mengancamku, Sampah!" Sorot mata di balik helm yang menutupi seluruh kepala hingga wajahnya menajam seakan penuh dengan pisau. Hawa dingin kembali menguar dari tubuh pimpinan pasukan Qing ini.

Aku tersenyum. "Jangan lupa dengan fakta bahwa aku bisa menghancurkan pasukanmu hanya dalam waktu singkat, Jendral Gong."

Jendral itu masih menodongkan pedang ke leherku yang tak terlindungi. Mulutnya datar tidak berekspresi. Matanya membelalak tajam menatapku yang ia ancam. "Lalu mengapa kau butuh bantuanku?"

"Pemilik Artefak Dewa Kegelapan tidak mudah dikalahkan." Dengan berat hati aku harus mengakui hal itu. Aku sudah berkultivasi hingga tahap Langit Tingkat 1, tahap tertinggi diantara siapapun yang masih hidup sekarang di bumi. Namun, di pertempuran Hutan Terlarang, aku nyaris tewas dan membusuk akibat energi kegelapan.

Jendral Gong menurunkan pedangnya, tapi ia mendengkus. "Kau pun kesulitan untuk menghadapinya."

"Maka dari itu, bantuanmu sangat kubutuhkan, Jendral."

"Baiklah." Hawa dingin di sekitar sang pemimpin pasukan Qing itu berkurang drastis. Wajah sangarnya sedikit melunak, tidak menampilkan raut datar yang mengintimidasi.

***

Pasukan garis depan masih bertempur melawan pasukan Wei. Jendral Gong kini kehilangan setengah pasukannya akibat sergapanku yang tiba-tiba. Sebagai gantinya, aku dan para Black Lotus Assassin akan membantu Jendral Gong untuk melawan Wei sekaligus untuk memenuhi tujuanku.

Jendral Gong memberikan seekor kuda hitam untukku di perang ini. Katanya, ia sudah muak dengan sikap Wei yang semena-mena dan tidak memenuhi janji. Namun Qing bergantung pada sumber daya yang diberikan Sang Pangeran Kedua itu.

"Kita harus menggempur Wei dengan pasukan kita yang tersisa." Jendral Gong memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Sisa prajurit berkuda milik Sang Jendral mengikuti dari belakang. Sekarang hanya tersisa Black Lotus Assassin dan aku.

Tidak ada waktu lagi. Jangan sampai Wei menggunakan artefak itu. Aku harus segera menghadapi Sang Pangeran Kedua.

"Pasukan!" Aku berseru. "Hancurkan musuh kita!"

Secepat mungkin kupacu kuda hitam pemberian Jendral Gong untuk menyusul. Pasukanku mengikuti dari belakang. Mereka berlari kencang, mengalirkan energi qi ke kaki sebagai tenaga tambahan. Pasir di bebukitan ini seketika beterbangan akibat derap langkah manusia maupun kuda perang yang bergerak.

Pasukan Jendral Gong di depanku sudah menembus pertarungan. Mereka merangsek ke barisan prajurit yang menghalangi jalan menuju pemimpin mereka. Beberapa orang terjungkal dari kuda akibat senjata musuh yang berhasil mengenai tubuh.

Baju hitam, pasukan berkuda, darah.

Sama seperti mimpi saat aku masih di Istana Koi di Quon dulu.

Aku membuat empat bola api yang mengelilingi sekitarku sebagai senjata agar musuh yang mendekat hangus terbakar menjadi abu. Tanpa mengurangi kecepatan, aku menabrak barikade manusia yang terlindungi perisai dan penuh tombak panjang.

"Dia sang pengkhianat! Halangi jalannya!" Para prajurit berseru. Barisan mereka merapat, yang menyebabkan kudaku terkena tombak dan terjatuh. Aku terpelanting menembus penjagaan, segera menyeimbangkan tubuh yang hampir terjatuh.

Puluhan prajurit seketika mengelilingiku. Mereka telah mengacungkan tombak panjang sebagai senjata. Bukan untuk mereka aku bertarung. Aku hanya ingin mengalahkan Wei.

"Boneka Tanah." Energi elemen tanah menguar dari tubuhku. Lima buah patung yang terbuat dari tanah berdiri di hadapanku. Kelima patung itu telah kuatur kekuatannya di level Berlian. "Hadapi prajurit Wei, lindungi sekutuku." Aku memberikan perintah. Boneka yang kubentuk langsung bergerak menghalau para prajurit yang mulai menyerang.

Aku berlari dengan kecepatan penuh. Tidak mempedulikan musuh yang menghalangi. Bola api masih mengelilingiku, membakar siapapun yang jaraknya terlalu dekat. Melewati prajurit tombak, sekarang yang menghalangi jalan adalah puluhan pasukan pemanah. Di belakang barisan pemanah, seseorang berzirah emas duduk di atas kudanya dengan santai. Di dekat orang itu ada beberapa orang yang menaiki kuda dan berzirah perak.

Wei. Hidupmu tak lama lagi akan berakhir.

Pasukan pemanah mengganti senjatanya. Mengambil pedang yang terselip di pinggang. Mereka semua berlari, bersiap menorehkan luka di tubuh musuh mereka yang mendekat.

Dari kejauhan, seseorang yang berzirah perak berseru kencang. "Jangan biarkan dia mendekati Pangeran Wei!"

Percuma saja. Kalian belum melihat senjata legendaris milikku.

"Ah, silau sekali!"

"Pedang apa itu?!"

"Auranya sangat kuat!"

Pedang Cahaya Legendaris dari Ruang Dimensi Dewa Pengetahuan. Senjata biasa takkan bisa mengalahkannya.

"Wei! Hadapi aku sekarang!"

___________________________________

Jangan lupa vote dan comment ya!

Bogor, Rabu 22 Maret 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top